Bab 43

764 94 9
                                    

Setelah hampir satu minggu Aksara berusaha menjadi sosok ayah yang nyata untuk Gia, tentu saja tanpa ada embel-embel menginap, rencana berlibur yang harusnya dilaksanakan akhir pekan minggu lalu baru terlaksana satu minggu setelahnya.

Apakah ada kemarahan dari Gia? Tentu saja tidak. Dia tahu benar kapan harus marah dan kapan harus mengerti situasi orang lain. Setidaknya untuk hal ini, Irene benar-benar berhasil mendidik putri kecilnya.

Ditengah matahari yang belum terlalu meninggi, Gia yang baru saja diturunkan oleh Aksara dari mobil segera berlari masuk ke dalam vila. Vila yang sama yang menjadi tempat bulan madu Aksara dan Irene saat pengantin baru dulu.

Tidak ada yang berubah, semua masih di tempatnya. Khusus untuk bangunan vila ini memang tidak di sewakan, hanya Irene yang boleh menempatinya dan mungkin setelah ini hanya Irene dan Gia yang bisa menepatinya.

Aksara membawa masuk satu koper besar yang berisi semua perlengkapan Gia dan Irene. Sedangkan di pundaknya ada satu ransel yang yang berisi perlengkapannya sendiri untuk menikmati liburan tiga hari dua malam mereka.

Gia yang selalu senang bermain di alam tentu saja merasa sangat bebas saat melihat hamparan pasir pantai dan juga laut.

"Mami, aku berenang di pantai ya?" Ujarnya bersemangat yang tentu saja ditolak oleh Irene yang masih mengeluarkan beberapa barang dari koper.

"Nanti dek, tunggu papi."

Irene dan Aksara sudah sepakat kalau Aksara akan menemani semua aktifitas Gia selama berlibur. Paling tidak, itu salah satu cara agar Aksara bisa lebih dekat dengan Gia dan berharap bisa membuat Gia untuk memilih menetap tanpa harus merasa terbebani.

"Gia main di kolam renang boleh?" Ucapnya lagi meminta izin yang akhirnya kali ini di setujui oleh Irene.

"Gak boleh ke pantai sendiri, ngerti?"

"I know mami." Ujarnya dengan nada malas layaknya anak yang sudah dewasa, yang selalu waktu justru membuat sang ibu tampak gemas dengan sikap sok dewasa sang putri.

Di sisi lain, Aksara yang merasa tidak menemukan Gia tiba-tiba justru masuk ke kamar Irene sembari memeluknya dari belakang.

"Mas ngapain sih? Aku masih beberes."

"Gia dimana?" Tanyanya pelan tetapi dengan wajah yang sudah dia sembunyikan di curug leher Irene, membuat aroma parfum Irene bisa Aksara hisap dengan sangat kuat di indra penciumannya.

"Mas, kalau niat tanya Gia ya tanya aja. Tapi ini bisa stop gak main-main di leher?" Protesnya saat Aksara mulai mencium belakang telinga Irene yang membuat sisi gejolak dalam tubuh Irene tiba-tiba sedikit memanas.

Ya, Aksara tahu benar mana titik-titik di tubuh Irene yang hanya dalam satu kali sentuhan bisa membuat darahnya mendidih hingga menimbulkan gejolak yang mungkin tidak akan bisa Irene atasi tanpa bantuan Aksara.

"Mas.. ada Gia." Pintanya lirih dengan mata yang sudah terpejam tanda tubuhnya merespon dengan baik setiap sentuhan bibir Aksara di permukaan kulit lehernya.

"Jangan mengalihkan perhatianku sayang." Ucap Aksara pelan sembari mengigit daun telinga Irene dengan pelan yang dia tahu benar bisa semakin membuat Irene di atas awan.

"Mas..." Kali ini Irene berhasil menjauh dari Aksara.

"Stop!" Perintahnya seraya menjauh beberapa langkah dari Aksara. Nadanya masih memburu, terlihat dari dadanya yang masih naik turun tidak beraturan seirama dengan deruan nafasnya.

"Kita sudah janji tidak akan melakukannya sampai kita menikah lagi kan?" Tanyanya kemudian saat napasnya mulai bisa dia kendalikan.

Aksara menghela napas sembari mengangguk. "Mas minta maaf." Ucapnya menyesal yang direspon dengan helaan napas oleh Irene.

"Sekarang mending mas susul Gia, dia berenang di belakang?"

"Di pantai?" Tanya Aksara panik dengan kelopak mata yang melebar.

"Nggak. Di kolam renang mas."

"Dia bisa berenang?"

Irene hanya mengangguk. "Hans yang ngajarin dia berenang dari usia 10 kalau nggak 11 bulan." Jelasnya singkat ; berusaha untuk tidak membawa nama lelaki lain di pembicaraan mereka walaupun akan sangat sulit untuk tidak membawa nama Hans di antara mereka.

"Pantes Gia sayang banget sama Hans, ternyata dia sehebat itu menjaga putriku."

"Nggak usah mulai deh mas. Aku gak mau ya kita berantem gara-gara ini selama liburan." Irene yang kembali berkutat dengan pakaian di koper berusaha mengancam Aksara agar tidak berulah. Baginya, akan sangat memuakkan bila liburan diisi dengan pertengkaran yang tidak perlu.

Aksara yang menyadari nada bicara dan ekspresi Irene yang berubah bergegas keluar dari kamar. Lelaki itu lebih memilih menemani sang putri daripada harus berhadapan dengan Irene yang suasana hatinya tiba-tiba berubah.

Hari itu benar-benar dihabiskan oleh Aksara dan Gia untuk bermain sepuasnya. Bahkan Irene sampai harus memanggil mereka untuk kembali masuk ke vila saat matahari sudah mulai terbenam.

"Sayang, Gia waktu bayi kamu kasih makan apa sih? Energinya gak habis-habis itu anak." Ujar Aksara saat Gia sedang membilas dirinya sendiri di bawah guyuran shower yang berada di belakang vila, tepat di area kolam renang.

Irene yang melihat Aksara duduk di lantai belakang vila hanya tersenyum tipis lalu berlutut tepat di sisi kanan Aksara.

"Sama kaya papinya, full asi." Bisiknya lirih yang membuat Aksara menoleh dengan tatapan yang seolah-olah mengatakan "mulai nakal ya?".

Dengan cepat Aksara menarik pinggang Irene, membuat wanita itu terjatuh tepat di atas pangkuan Aksara.

"Mas, celana kamu basah, mandi dulu sana." Protes Irene yang berusaha bangkit tetapi kembali di tarik oleh Aksara, membuat wanita itu kembali duduk di atas pangkuan sang mantan suami.

"Mau aku buat basah yang lain gak?" Godanya dengan kedua alis yang dia naik turunkan, membuat Irene bergidik dengan ekspresi jijik yang disambut tawa lepas oleh Aksara.

"Kok jijik sih ekspresinya?" Protes Aksara di sela-sela tawanya.

"Udah ah, aku mau lanjutin masak. Kamu urusin Gia dulu."

"Baiklah ibu ratu." Ujarnya kemudian seraya membiarkan Irene beranjak dari pangkuannya.

Hampir selama satu bulan ini Aksara benar-benar merasa hidupnya lengkap. Masalahnya dengan kedua orang tuanya yang sudah selesai walaupun membutuhkan waktu puluhan tahun, Gia yang ada dalam radius pandangannya nyaris selama 24/7, Irene yang kembali hangat padanya seperti saat awal menikah dulu hingga Irene yang kembali menggeram nikmat di bawah kungkungannya adalah banyak hal yang harus dia syukuri selama satu bulan terakhir ini.

Bagi Aksara, Irene tetap menjadi candu bagi dirinya. Senyuman hingga tatapan kaku dan dinginnya benar-benar hal yang disukai oleh Aksara. Atau mungkin tidak hanya Aksara, mungkin juga ada laki-laki di luar sana yang juga menyukai semua hal tentang Irene, hanya saja bedanya dia bisa melihat sisi Irene yang tidak akan pernah bisa dilihat oleh laki-laki lain di muka bumi ini.




tbc...
-Selamat menjelang weekend teman-teman. Habis ini ceritanya sudah end, tinggal beberapa chapter lagi dan author masih punya 1 chapter panas tapi setelah author baca ulang, kok kayanya ini terlalu vulgar ya 😅 Entah antara emang author yg belum nikah jadi berasa ini vulgar banget atau emang ini benar-benar terlalu vulgar author juga gak tau sih. Atau gak usah di rilis aja ya? *Siap-siap author di protes kalau part 18+nya gak dirilis* 🤣-

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang