Chapter-7

1.1K 104 2
                                    

"Aku tidak percaya dengan diriku sendiri," ucap Galang.

"Memangnya kenapa?" tanya Henri penasaran.

"Bisa-bisanya aku meminta si kutu buku itu menjadikan aku teman pertamanya," Galang terkekeh dengan kejadian itu.

Galang dan Henri tengah berada di ruang kerja milik Galang secara pribadi di salah satu area kamus. Di ruangan pribadi itu, banyak kertas yang berserakan. Selain itu, banyak cat warna yang bertebaran secara acak.

Henri yang tengah fokus dengan pekerjaannya, menatap Galang, dan menanggapi, "Kau melakukan itu?"

"Ya. Jika kau melihatnya sendiri, kau mungkin tidak akan percaya." jawab Galang. Kuas yang berada di tangan kanannya bergerak dengan mulus di atas kanvas yang masih bersih. Bergerak tanpa arah dan tujuan.

Seumur hidupnya Galang sendiri tidak pernah meminta seseorang menjadi temannya. Orang-orang yang menjadi temannya, mereka datang sendiri tanpa Galang yang meminta. Mengikuti Galang pergi, dan selalu mengajak Galang bersama. Galang tahu itu karena dia adalah orang yang memiliki uang, mudah sekali mendapatkan teman dan wanita sekalipun.

Dia tidak perlu repot-repot mendekati seseorang, karena orang lain lah yang mendekatinya.

"Jadi, selama seminggu ini, kalian baru berteman?" tanya Henri.

"Begitulah," jawab Galang yang sedikit acuh tak acuh.

Progres hubungan antara Galang dan Biru cukup lambat di mata Galang. Selama seminggu ini, Galang orang yang lebih dulu datang kepada Biru. Menemani Biru yang belajar sepanjang waktu, dan mendapatkan kesempatan untuk berbicara sebentar saja.

"Kalau saja bukan karena tantangan Robi, aku muak mendekati anak itu. Kau tahu, yang dilakukannya sepanjang waktu hanya belajar, dia juga tidak memiliki satupun teman. Terdengar seperti seorang pecundang yang tidak bisa menikmati masa mudanya dengan benar, kan?" keluh Galang kepada Henri.

"Memangnya tidak apa kau membicarakan orang itu seperti ini?" tanya Henri khawatir.

"Tidak masalah," jawab Galang dengan santai.

"Tapi bagaimana kalau dia mendengarnya atau sampai ke telinganya?" tanya Henri lagi.

"Aku tidak peduli. Toh, setelah aku berhasil menjadikannya pacarku, aku akan membuangnya," jawaban Galang seperti orang yang tidak berperasaan. Apalagi setelah itu dia mengerjakan tugasnya dengan riang.

Henri bingung harus menanggapi itu seperti apa, di satu sisi dia merasa kasihan dengan Biru yang diyakini akan menjadi korban kekonyolan tantangan ini. Tapi, di sisi lain, Galang tidak merasa terbebani.

"Aku harap, kau tidak akan menyesalinya," gumam Henri.

Setelah beberapa waktu ke depan, baik Galang dan Henri merasa lelah dengan tugas mereka. Mereka berdua memutuskan untuk istirahat dan pergi ke kantin. Saat mereka berpikir bisa bersantai untuk sesaat, datang seseorang yang tidak diundang.

"Kemana saja kau selama seminggu ini, Galang? Aku jarang melihatmu di ruangan perkumpulan kita?" suara Robi yang menyebalkan itu sudah bisa membuat Galang memutar matanya dengan malas.

"Bukan urusanmu aku ada disana atau tidak," jawabnya acuh tak acuh. Memilih fokus untuk makan. Tapi makanan Galang segera ditarik oleh Robi.

"Kau masih mendekati anak cupu itu ya?" tanya Robi.

"Lalu kenapa jika itu ya?" Galang balik bertanya.

"Apa sebaiknya kau mengalah saja? Karena aku kira kau bisa melakukannya dengan cepat. Tapi seminggu berlalu tanpa hasil yang memuaskan," Robi meremehkan usaha Galang selama ini. Galang yang kesal langsung menginjak kaki di bawah meja kantin.

"Lebih baik kau diam saja. Entah itu cepat atau lambat, aku melakukannya dengan caraku!" setelah mengatakan itu, Galang mendorong meja kantin secara sengaja agar mengenai perut Robi.

"Sepertinya ada yang akan berakhir dengan kekalahan," ejek Robi. Henri mendesah pelan, menahan Galang yang hendak meninju wajah Robi.

"Sebaiknya kita pergi saja," ajak Henri.

Galang tidak menjawab, tapi dia tetap pergi dari kantin dan kembali ke ruang kerja pribadi miliknya.

"Henri?" Galang memanggil nama Henri setelah tadi hanya diam saja.

"Ya." jawab Henri.

"Menurutmu, bagaimana cara agar aku dan anak itu bisa segera jadian?"

***

Galang benar-benar berada di titik buntu.

Dia tidak bisa mengerjakan tugasnya. Lukisan diatas kanvas masih tidak terlihat hasilnya. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya ingin dilukisnya. Perasaan buntu ini sama seperti hubungannya dengan Biru. Dia ingin segera menyelesaikan ini dengan cara jadian dengan Biru. Tapi, Galang sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Biasanya, jika Galang ingin mendekati seorang wanita, dia cukup tersenyum ramah, dan mereka akan datang kepadanya dengan senang hati. Selain itu mereka sendiri yang menyatakan cintanya kepada Galang. Walaupun Galang berakhir menolak mereka semua.

Tapi intinya, dia adalah orang yang diam bukan bergerak.

Kasusnya berbeda dengan Biru, Biru pasti tidak akan langsung memintanya menjadi kekasih. Apalagi dia juga orang pertama yang menolak Galang. Sekalipun Galang tidak bersungguh-sungguh.

Galang memutuskan untuk datang ke perpustakaan, ingin menemui Biru, tapi Biru tidak ada disana. Dia mencari Biru di setiap sudut pun tetap tidak ada. Biru tidak belajar ataupun mencari buku disana. Tak sengaja mata Galang melihat Biru lewat jendela perpustakaan.

Di bawah sana Biru tengah berjongkok di depan seorang kucing. Dia tengah memberi makan kucing dan sesekali bermain dengan bulu kucing. Kucing itu terlihat nyaman, dia mengelus-eluskan kepalanya ke tangan Biru.

Kalimat dari Henri tadi, tiba-tiba melayang di kepalanya, "Aku tidak tahu ini berhasil atau tidak. Jika kamu dan dia memiliki hobi yang sama, dia akan merasa lebih nyaman dan terbuka denganmu. Dan bukan tidak mungkin dia akan menerimamu menjadi kekasihnya."

Galang terkekeh pelan. Dia kira Henri adalah orang yang sangat menentang ini karena merasa kasihan pada anak itu. Tapi dia juga yang memberi nasihat kepadanya.

Galang segera pergi dari perpustakaan dan menuju belakang Gedung. Menemukan Biru yang masih bermain dengan kucing.

"Baiklah, aku akan berpura-pura suka kucing juga"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang