Chapter-5

1.3K 104 0
                                    

"Kita mau kemana?" Tanya Biru.

Galang membawa Biru keluar dari perpustakaan. Meninggalkan semua barang-barang Biru di belakang.Biru dengan pasrah mengikuti Galang.

"Kamu harus istirahat setidaknya, walaupun hanya sebentar," jawab Galang.

"Aku tidak membutuhkannya,'" balas Biru.

Galang berhenti, memutar tubuhnya dan bertatapan dengan Biru. Dia selangkah mendekati Biru kemudian menyentuh mata Biru, lalu berkata, "Apa kamu tidak tahu bagaimana penampilanmu sekarang ini?" Kemudian tangannya memegang pipi Biru. Biru kaget atas tindakan itu, dia segera menyingkirkan tangan Galang.

"Memangnya kenapa dengan penampilanku?" Biru balik bertanya.

Galang terlihat tertegun untuk sesaat. Dia menarik kembali tangannya. Dan tersenyum dengan cerah, menampilkan wajah peduli.

"Wajahmu kusut, ditambah dengan mata panda. Kamu terlihat kelelahan dan kurang tidur."

"Begitukah?" tanya Biru.

"Iya. Untuk apa belajar terlalu keras. Ujian masih lama, tidak perlu berlebihan," keluh Galang.

Biru menggaruk tengkuknya dan menjawab, "Itu memang benar. Tapi belajar tidak harus saat mendekati ujian," jawabnya secara tulus dan sungguh-sungguh.

"Oke, kamu mungkin benar. Tapi istirahat di sela-sela belajar tidak salah, kan?" tanya Galang. Biru merasa dirinya tidak bisa berargumen lagi dengan Galang. Dia rasa kalimat Galang itu benar.

"Tidak apa-apa untuk istirahat sebentar, percayalah." kata Galang dengan tersenyum hangat. Hal itu cukup membuat Biru merasa lega untuk beberapa alasan. Dia menjawab dengan anggukan. Galang segera menyeretnya lagi, mungkin takut Biru berubah pikiran.

Sepanjang perjalanan, mahasiswa dan mahasiswi yang mereka lewati, menatap mereka berdua. Tapi mereka lebih fokus pada tangan Galang yang memegang erat tangan Biru. Biru merasa canggung, tapi Galang tampaknya tidak mempermasalahkan itu.

"Galang, kantin baru saja kita lewati." Ucap Biru.

"Kita tidak akan ke kantin," balas Galang tanpa menoleh.

"Lantas, kita mau kemana?" tanya Biru.

"Kita ada di kafe," jawab Galang setelah membawa Biru berjalan selama 15 menit. Mereka berada di luar area kampus. Sebuah kafe dengan nuansa tenang dan jauh dari keramaian. Tidak banyak pengunjung, padahal hari sudah malam, dan kebanyakan mahasiswa sudah selesai dengan mata kuliah mereka.

"Sudah pernah kesini?" tanya Galang yang membawa Biru mendekati seorang pegawai kafe yang berada di belakang meja kasir.

"Belum, ini pertama kali aku kesini." atas jawaban Biru, Galang terlihat terkejut.

"Apa? Lantas, apa kamu tidak pernah ke kafe yang lain juga?" tanya Galang.

"Tidak juga," jawab Biru.

"Kenapa?" tanya Galang lagi.

"Tidak ada alasan. Tapi mungkin karena aku merasa jika pergi ke kafe lebih baik bersama seseorang," jawab Biru.

Selama beberapa saat Galang hanya diam memperhatikan Biru. Biru tidak tahu apa arti tatapan itu. Sebuah kilatan aneh sekilas terlihat di matanya. Namun setelahnya, Galang berseru dengan riang, "Kalau begitu! Lain kali kamu bisa datang bersamaku!"

"Lain kali," gumam Biru dengan pelan. Tapi Galang tidak mendengar itu. Karena dia sudah berbicara kepada pegawai, "Pesanan yang biasa."

Pegawai itu tersenyum manis dan mengangguk, seolah sudah paham dengan pesanan Galang. Biru yang menyadari itu bertanya, "Sepertinya kamu sering datang kesini?"

"Itu benar, aku adalah pelanggan tetap disini. Makanan dan minuman yang dijual sangatlah enak." Setelah itu dia mendekat ke arah Biru. Tubuh Biru dan Galang saling menempel karena jarak yang terkikis. Kemudian Galang mencondongkan kepalanya agar bisa bersentuhan dengan telinga Biru.

"Asal kamu tahu, ini kali pertama aku membawa orang lain bersamaku kesini. Tempat ini, seperti permata tersembunyi yang hanya diketahui olehku," bisikan Galang membuat Biru gemetar. Seluruh tubuhnya terasa kesemutan. Udara panas juga tiba-tiba terasa di sekitar tubuhnya.

Biru akhirnya memilih untuk bergeser, tanpa menoleh ke arah Galang, demi menyembunyikan pipinya yang terasa hangat, Biru berkata, "Tolong rekomendasikan menu disini."

"Tentu!"

Americano Dingin adalah pesanan Galang. Sedangkan Biru dipilih minuman yang lebih manis, yaitu Caramel Latte. Dan pesanan mereka berdua selesai dalam waktu yang singkat. Setelah pembayaran dilakukan oleh Galang, mereka pergi dari kafe itu.

"Seharusnya kamu membiarkan aku membayarnya kali ini," ucap Biru sambil memegang minuman di tangan kanannya dan donat manis di tangan kirinya. Dua-duanya pemberian Galang.

"Tidak perlu," balas Galang.

"Baiklah, tapi lain kali aku akan membayarnya," kata Biru.

"Tentu," jawab Galang dengan tersenyum.

Alih-alih melewati jalan pintas menuju perpustakaan, Galang membawa Biru ke jalan yang memutar. Itu karena Galang meminta menghabiskan waktu lebih lama dengan Biru. Biru pun menyetujui itu.

Sepanjang jalan mereka berbicara sesuatu yang santai, sambil sesekali menyeruput minuman. Menikmati area kampus di malam hari yang diterangi lampu kuning. Suasana terasa lebih tenang dan nyaman.

"Lihat siapa ini. Galang tengah bersama seseorang," Biru dan Galang berhenti. Biru melihat di depannya ada seorang pria dengan tampilan yang bertolak belakang dengan Galang. Celana jeans yang sobek dimana-mana, jaket hitam, serta tindikan di bagian telinganya.

"Robi," jawab Galang dengan suara yang terdengar dingin. Biru juga melihat tatapan Galang yang merasa tidak suka dengan keberadaan pria bernama, Robi itu.

"Sepertinya kau tengah berjuang cukup gigih," ucap Robi sambil menatap Biru.

"Diam. Pergi saja, kau! Jangan mengganggu!" seru Galang menyuruh Robi pergi.

"Kenapa? Takut usahamu terhambat?" tanya Robi dengan menyeringai.

"Kita harus pergi, Biru." ucap Galang dan segera membawa Biru bersamanya. Melewati Robi dengan mendorong tubuhnya ke samping kemudian terdengar suara dari belakang, "Galang, lakukan itu dengan benar! Supaya semuanya selesai dengan cepat!"

Biru merasa Galang mendecakkan lidahnya, tapi dia juga tidak terlalu yakin untuk itu. Karena sepanjang perjalanan menuju perpustakaan, Galang hanya diam seribu bahasa. Biru dengan hati-hati bertanya.

"Galang, kamu kenapa?"

Galang menghela nafas pelan, kemudian memegang kedua tangan Biru dengan erat seraya menatapnya dengan lekat, berkta, "Biru, bisakah kamu berjanji kepadaku?"

"Janji apa?" tanya Biru bingung karena begitu tiba-tiba.

"Bisakah kamu menghindari pria tadi jika kamu bertemu dengannya?"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang