"Ada apa Bu?"
-Setelah tidak ada kabar selama 1 minggu, ini hal pertama yang kamu katakan kepada Ibumu sendiri?! Kenapa kamu tidak pernah menghubungi ibu?! Apa kamu sudah tidak sayang pada ibu lagi?!
Suara nyaring ibunya terdengar dari seberang sana. Galang yang tidak tahan pun menutup satu telinga dan menjauhkan ponsel dari telinga kanannya.
-Galang, jawablah?!
Galang menghela nafas, dia menarik lagi tangannya dan menjawab, "Salah ibu sendiri yang malah menyetujui perintah Ayah."
-Itu demi kebaikanmu, Galang.
"Mengirim anak semata wayangnya sendiri ke sebuah daerah antah berantah? Ibu mengharapkan aku bahagia, ya?"
-Pokoknya, ibu mau segera kamu naik jabatan!
Galang menghela nafas panjang. Dirinya memang masih kesal terhadap kedua orang tuanya yang membuangnya kesini. Namun, itu masih sebanding dengan hasil yang didapatkannya. Jadi, setidaknya dia harus bersikap lebih baik kepada mereka.
"Baiklah. Terserah ibu."
-Lantas kemana saja kamu seminggu ini?
"Banyak hal yang perlu diperbaiki disini."
-Bertahanlah, Nak. Kamu hanya butuh waktu 3 bulan disana. Setelah itu, kamu akan kembali kesini.
"Sekalipun hotel ini gagal dikembangkan?"
-...
-Oh, ya. Ibu ingat satu hal. Dulu, ayahmu juga pernah membangun satu villa pribadi disana. Sudah lama sejak kami mengecek villa itu.
"Aku baru tahu itu."
-Kenapa kamu tidak menempati Villa itu? Tinggal disana akan jauh lebih nyaman dibandingkan di kamar hotel.
"Kedengarannya tidak buruk."
-Tentu saja! Tempatnya luas dan indah. Kamu pasti akan suka, nak!
Galang tersenyum, awalnya tadi ibunya mengomel tanpa henti. Dan sekarang dia tampak senang. Sungguh, situasi hatinya bisa berubah dengan cepat.
-Kamu tanyakan saja kepada Anton. Dia tahu itu dimana.
"Baik, Bu."
Setelahnya mereka berdua berbincang dalam waktu yang lama. Membahas berbagai topik, dari mulai pekerjaan, suasana di tempat baru ini, dan yang lainnya.
Ketika selesai, Galang menutup telepon dan pergi ke balkon. Sambil menyandarkan tubuhnya ke pagar, dia melihat isi kamar hotelnya.
Tinggal di kamar hotel jelas nyaman, hanya saja jika itu digunakan untuk tempat tinggal sepenuhnya tidaklah cocok. Beberapa hal tidak bisa dilakukan di kamar hotel. Tentu, Villa jauh lebih luas dan layak untuk ditempati dalam waktu yang lama.
Berkat pemikiran itu, Galang segera turun dari kamarnya dan bertanya kepada Pak Antok terkait Villa milik kedua orang tuanya.
"Ah, Villa itu masih ada. Itu juga terawat cukup baik. Karena biasanya ada orang yang datang seminggu sekali untuk membersihkannya."
"Apa tempatnya jauh?"
"Tidak terlalu. Pak Galang tahu arah restoran waktu itu kan?"
Dan Galang mengangguk sebagai balasan.
"Dari sana, Pak Galang berjalan ke bagian kanan. Jaraknya hanya sekitar 500 meter dari restoran tersebut."
"Oke, aku mengerti."
"Tapi—"
Belum sempat Pak Anton menyelesaikan kalimatnya, Galang sudah berlari keluar dengan cepat. Ekspresi wajahnya begitu bahagia. Pak Anton menelan kalimatnya. Tidak ingin merusak suasana hatinya.
Sedangkan Galang di sisi lain, sudah tidak sabar lagi untuk datang kesana. Fakta kalau tempat itu tidak jauh dari restoran membuatnya senang. Dia bisa sekalian mampir untuk menemui Biru.
Di tengah jalan, Galang merapikan pakaiannya. Dia memastikan penampilannya sempurna. Rambutnya sudah rapi disisir tadi. Bajunya sudah bagus. Dan pastinya dia wangi.
"Aku siap!"
Tidak mau membuang waktu lagi, Galang segera bergegas menuju restoran yang sayangnya kembali tutup.
"Yah..."
Perasaan bahagianya yang memuncak segera sirna. Dia tidak bisa bertemu dengan Biru lagi. Walaupun begitu, dia masih harus mengecek vila milik keluarganya.
Butuh waktu beberapa menit dengan berjalan kaki untuk sampai di sebuah vila besar. Dari luar saja vila yang di desain dengan bahan dominan kayu terlihat sangat mengkilap. Menunjukan kalau itu jelas terawat dengan baik.
Saat mendekati gerbang, dia mendapati itu tidak dikunci. Jadi, dia masuk ke dalam dan disambut sebuah taman yang terawat pula. Banyak jenis tanaman yang tumbuh, beberapa ada bunga warna warni yang tengah bermekaran.
Lewat jalan setapak, Galang melangkah melewati taman. Yang mengarahkannya menuju pintu masuk. Dia mendekat dan hendak memegang kusen pintu namun, pukulan telak terasa di bagian punggungnya.
"Kau anak muda pencuri!"
Sebuah hantaman keras terus memukuli tubuh Galang yang sekarang tergeletak diatas lantai teras vila. Dia tidak bisa bergerak ataupun berbicara, dan yang dilakukannya hanya menahan rasa sakit akibat sebuah sapu lidi.
"T-tolong—"
Ketika Galang hendak berbicara, sapu lidi kembali menghantam tubuhnya. Galang merasa tidak berdaya. Apalagi sekarang dia memikirkan penampilannya yang sudah berantakan.
"Pak Agus, berhenti."
Atas suara itu, sapu lidi yang terus memukulnya berhenti. Galang perlahan membuka kedua tangannya yang menghalangi wajahnya. Saat itu pula dia bertemu dengan Biru. Sosok mata jernih dan menawan itu. Dia tengah berjalan mendekati mereka berdua.
"Apa yang Pak Agus lakukan?"
Biru langsung bertanya kepada pria tua yang rambutnya sudah sepenuhnya putih, tubuhnya pun sedikit ringkih.
"Tadi, saya lupa mengunci gerbang. Saat saya kembali lagi kesini, saya mendapati orang ini yang masuk secara sembarangan. Saya pikir dia hendak mencuri!"
"Saya bukan pencuri."
Galang memijat dahinya terasa berat, dan pada akhirnya dia kembali dituduh oleh pencuri oleh orang lain.
Dia merasa tidak sangat beruntung. Padahal dia hanya ingin datang dan mengecek vila keluarganya. Tapi di tuduh sebagai seorang penjahat. Dan hal memalukan ini kembali di lihat oleh Biru.
Seolah-olah alam semesta tidak senang mempertemukan mereka dalam keadaan normal. Dan selalu saja dalam keadaan yang memalukan.
Sebenarnya sebesar apa dosa dia di masa lalu?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be ContinuedAuthor Note : Galang dan ketidakberuntungannya yang bertubi-tubi😂
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|
General FictionGalang Mahendra hanya menganggap Biru Samudera sebagai objek tantangan konyol. Setelah di tolak oleh Biru, Galang tetap tidak menyerah dengan tanyangan konyol yang mengharuskannya jadian dengan Biru. Galang berusaha melakukan segala cara agar Biru m...