Biru berada dalam situasi canggung.
"Kenapa kita harus makan di kantin kampus, sih! Aku ga suka galang! Makanannya ga enak, kamu tahu itu," keluh Indah kepada Galang dengan manja.
"Aku tidak menyuruhmu makan disini. Kalau kamu ga suka, pergi saja. Makan di luar sendirian atau ajak teman-temanmu yang lain," jawab Galang dengan nada kesal.
"Ihh, Galang! Kenapa kamu jawab begitu," jawabnya dengan cemberut.
"Ah, terserah!" Balas Galang.
"Maaf." Suara Biru membuat kedua irang itu menatapnya. Biru yang merasa tidak nyaman kemudian berdiri, "Aku akan pergi saja. Kalian bisa pergi berdua."
Tanpa menunggu jawaban Galang, Biru segera bergegas untuk pergi. Namun Galang sudah lebih dahulu menahan tubuhnya.
"Kenapa kamu mau pergi?" Tanya Galang dengan wajah memelas. Seolah sedih karena Biru membatalkan janji kencan mereka.
"Kalian sudah ada janji makan bersama. Lagipula aku biasa makan sendiri," jawab Biru.
"Tunggu jangan pergi seperti itu. Aku tahu, kita baru berkenalan dan belum mengenal satu sama lain dengan baik. Tapi aku ingin makan bersamamu, tidak bisakah kamu meluangkan waktumu?" Pinta Galang dengan penuh pengharapan. Dengan wajah tampan yang terlihat sedih itu, Biru tidak bisa menolaknya.
"Tapi, aku sudah bawa bekal sendiri," jawab Biru.
"Kamu bisa makan itu untuk nanti. Sekarang, kita makan di kantin. Oke?"
"Baiklah," jawab Biru pelan. Padahal mereka belum lama mengenal dan Biru sudah mendapati wajah Galang adalah sesuatu hal yang tidak bisa ditolaknya.
"Yay!"
Galang membawa Biru untuk duduk di sampingnya. Indah yang melihat itu menunjukan wajah jutek dan kesalnya.
"Apaan sih kamu Galang! Bersikap seperti itu di depan seorang pria!" Keluh Indah.
"Kalau kamu tidak suka. Pergi," balas Galang dengan dingin.
"Ihhh, Galang!"
Galang tidak lagi memperhatikan Indah, dia melihat Biru dan bertanya, "Kamu tunggu disini. Biar aku pesankan makanan."
"Eh, tidak perlu repot," Galang sudah lebih dahulu pergi sebelum Biru memintanya.
"Galang! Sekalian bawakan untukku!" Seru Indah dari mejanya.
"Kamu ambil sendiri!" Teriak Galang tanpa menoleh ke belakang.
"Ck, lelaki itu!" Decak Indah atas penolakan Galang.
Sekarang karena tersisa Biru dan Indah, Biru merasa lebih tidak nyaman lagi. Apalagi tatapan tajam dari Indah membuatnya sedikit bergidik ngeri.
"Lo siapa sih?" Tanya Indah dengan nada tidak sopan. Menatap Biru dari atas menuju bawah. Seolah tengah menilai Biru secara terang-terangan.
"Saya Biru," jawab Biru.
Selama beberapa saat Indah hanya diam dan terus meneliti biru, lalu berkata, "Biru Si-Kutu-Buku-Penyendiri itu?!" Tanya Indah dengan menekankan pada setiap kata. Menatapnya tidak percaya.
Biru yang baru kali ini dengar julukan itu tersebut bingung harus bereaksi seperti apa. Dia memilih untuk diam.
"Hahaha... jadi itu ternyata lo! Gue ga nyangka, akan tiba masanya, kalau gue bertemu dengan Si-Kutu-Buku-Penyendiri itu." Indah tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah itu adalah hal lucu. Menggap Biru terdengar seperti seorang legenda. Padahal jelas Biru merasa kalau Indah dengan sengaja mengejeknya.
"Pantas saja saat aku memperhatikanmu, dari penampilanmu terlihat jelas kalau lo itu memang seperti itu," lanjutnya.
"Ya, terima kasih untuk pujiannya," jawab Biru dengan percaya diri. Dia merasa tidak ada yang salah dengan penampilannya. Walaupun dia hanya memakai kemeja putih lengan pendek dengan paduan celana jeans lamanya. Menurutnya itu normal.
"Aku tidak memujimu. Justru tengah mengejekmu!" Jawab Indah dengan kesal.
"Ya, terima kasih untuk ejekannya," jawaban Biru yang santai itu sangatlah membuat Indah naik darah. Dia begitu kesal berhadapan dengan Biru.
"Kalau kamu mau membuat keributan, pergi saja dari sini!" Seru Galang yang datang dengan membawa nampan berisi makanan kantin yang dipesannya.
"Galang! Kenapa kamu malah belain dia sih! Harusnya kamu belain aku dong! Aku itu jauh lebih lama mengenalmu daripada si culun ini!" Seru Indah, dia tidak terima dengan kalimat Galang yang menyuruhnya untuk pergi.
"Indah, sebelum aku marah, sebaiknya kamu pergi sekarang? Kamu mengerti?" Balas Galang dengan nada dingin.
Indah merasa kesal, dia menghentakan kakinya dan pergi meninggalkan mereka berdua. Kedua tangannya mengepal dan beberapa kali dia mengutuk Biru dalam setiap langkahnya.
"Setelah dia pergi, sekarang disini terasa lebih tenang." Gumam Galang.
Kemudian dia menaruh nampan di atas meja, meletakan makanan yang dipesan olehnya di depan Biru.
"Maaf, karena aku, dia jadi pergi." Ucap Biru.
"Biarkan saja. Dia selalu mengganggu," jawab Galang dengan tidak peduli.
"Tapi—"
"Tidak apa. Makan ini saja, sebelum dingin."
Galang meletakan makanan yang dipesannya, Biru menatap itu dan Galang secara bergantian kemudian berkata, "Berapa semuanya? Biarkan aku menggantinya."
"Tidak perlu. Aku ingin mentraktir makan. Jadi makanlah." Balas Galang
"Jangan. Katakan saja berapa semuanya. Kita belum lama kenal juga, aku tidak nyaman jika harus di traktir makan. Aku merasa merepotkan," kata Biru.
Galang terlihat tidak suka dengan jawaban Biru. Perkataan cukup mengganggu Galang di beberapa titik. Dan dia merasa tidak nyaman akan hal itu. Tapi dia tidak mau menunjukkan ketidaksukaannya itu. Dia tetap menunjukan sikap ramah dan hangatnya atas penolakan dari Biru.
"Baiklah, jika kamu memaksa. Bagaimana kalau di pertemuan kita selanjutnya, kamu yang akan mentraktir aku?" Usul Galang.
"Hah?"
Biru tidak menggap mereka akan bertemu kembali. Jadi dia cukup terkejut akan hal itu.
"Bagaimana? Aku mentraktir kamu, dan kamu balas mentraktir aku. Jadi kita impas." Tambah Galang dengan tersenyum cerah.
"B-baiklah," jawab Biru.
Lagi, Biru tidak bisa menolak wajah tampan itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|
General FictionGalang Mahendra hanya menganggap Biru Samudera sebagai objek tantangan konyol. Setelah di tolak oleh Biru, Galang tetap tidak menyerah dengan tanyangan konyol yang mengharuskannya jadian dengan Biru. Galang berusaha melakukan segala cara agar Biru m...