Chapter-20

1.3K 98 2
                                    

"Makan yang banyak," kata Galang kepada Biru.

"Tapi, aku sudah kenyang," balas Biru.

Galang kemudian melihat mangkuk bubur yang masih banyak dan Biru secara bersamaan. Biru tersenyum canggung.

"Kenyang apa? Makan cuma sedikit," keluh Galang kepada Biru.

"Tapi aku beneran sudah kenyang," kata Biru. Dia merasakan nafsu makannya saat ini tidak sebaik biasanya. Lidahnya seperti tidak merasakan rasa apapun.

"Dengar, kamu sudah beberapa hari tidak makan. Jadi, sebaiknya kamu habiskan bubur ini dan buah yang bawakan, sebelum aku marah padamu," ancam Galang kepada Biru.

Biru melihat buah di atas nakas samping ranjang rumah sakit, buah dari berbagai jenis itu terlihat menjulang tinggi ke atas. Sangatlah banyak. Biru menelan air liurnya dengan berat.

"Tidak bisakah kamu lebih lembut?" Pinta Biru dengan mata berkaca-kaca.

Galang yang sadar masih memasang wajah galak segera menghirup udara. Dia jadi lebih sensitif karena Biru tengah sakit. Berbeda dengan sikap dirinya sehari-hari.

Galang kemudian memasang wajah hangat dan tersenyum cerah kepada Biru. Biru pun mulai balas tersenyum kepadanya. Galang kembali menyuapi Biru bubur.

Biru melahap itu sekali lagi. Galang merasa senang. Akhirnya Bira bisa menghabiskan semua buburnya, setelah Galang sedikit memaksanya.

"Aku haus," kata Biru, tapi saat dia hendak mengambil air minum, Galang segera menghentikannya.

"Biar aku yang ambil," katanya, lalu menuangkan air ke dalam gelas dan memberikannya kepada Biru.

Setelah itu, kegiatan keduanya di ruangan itu hanya menonton televisi. Biru sudah lupa, kapan terakhir kali dia menonton tayangan di televisi. Namun, bisa disimpulkannya kalau acara tv semakin jelek.

"Galang, kamu tidak ada mata kuliah hari ini?" Tanya Biru kepada Galang. Karena dari pagi, hingga siang ini, Galang masih menemaninya di bangsal.

"Ada," jawab Galang.

"Kalau ada kenapa kamu tidak ke kampus saja?" Tanya Biru.

"Tidak usah," kata Galang.

"Tapi kenapa?"

"Aku ingin menemanimu disini. Sampai kamu diizinkan pulang. Soal kuliah, aku bisa meminta orang lain melakukannya," jawab Galang lagi.

"Aku minta maaf, aku jadi merepotkanmu," kata Biru.

"Oh ayolah, jangan bicara soal ini lagi. Jangan meminta maaf. Kamu tidak salah apapun. Jadi, tolong. Simpan itu. Aku melakukan ini sepenuhnya karena ingin selalu ada untukmu," walaupun di awal kalimat Galang terlihat kesal dengan permintaan maaf Biru untuk kesekian kalinya. Kalimat terakhirnya membuat hati Biru menghangat.

Biru pun mengangguk dan tidak akan membahas itu.

Setelah itu, Galang terus fokus dengan televisi, sedangkan Biru fokus kepada Galang.

Di sore harinya, Biru dibolehkan pulang oleh dokter setelah pengecekan terakhir. Dan Galang mengantar Biru pulang bersamanya.

"Eh, ini sepertinya bukan jalan menuju arah kosan ku?" Tanya Biru.

Dia rasa, mereka berada di jalan yang berlawanan arah menuju kosannya. Dan Biru yakin, kalau mobil Galang malah semakin menjauh.

Galang yang duduk disampingnya menoleh, "Kita memang tidak akan ke kosanmu." Jawabnya santai.

"Lalu kita mau kemana?" Tanya Biru panik.

"Kerumahku," jawab Galang sambil tersenyum.

***

Mobil hitam Galang memasuki area eksklusif yang terlihat sangat modern dan mewah. Saat Biru turun di lobi, Biru merasa seperti berada di tempat yang tidak akan pernah bisa ditinggali. Banyak orang lalu lalang dengan pakaian serta aksesoris mahal. Mereka memakai itu seperti itu adalah pakaian sehari-hari mereka. Dan Biru merasa minder soal itu.

Dia hanya memakai celana butut dan kaus lusuhnya.

"Kenapa diam disini?" Galang datang dari belakang  sambil memegang pundaknya. Biru menoleh dan menjawab, "Oh, tidak apa. Aku hanya menunggumu."

"Ayo, kita masuk ke dalam," ajak Galang sambil membawa Biru bersamanya. Saat melewati petugas yang berjaga, penjaga tersebut menyapa Galang. Galang membalas dengan melambaikan tangannya saja, sedangkan Biru balas tersenyum.

Keduanya berjalan menuju lift, saat pintu lift masuk, beberapa orang termasuk mereka berdua masuk ke dalam lift. Lift terus bergerak ke atas, dan mereka berdualah orang yang terakhir turun.

Saat berjalan di lorong apartemen, Biru tidak tahan lagi berbicara.

"Kenapa kamu mau membawaku kesini?" Tanya Biru penasaran.

"Kamu belum sepenuhnya sembuh." Balas Galang.

"Tapi, tadi dokter sudah membolehkan aku pulang." Kata Biru.

"Iya, tapi kamu belum sepenuhnya sembuh. Kalau aku meninggalkanmu sendirian lagi di kosan, bukan tidak mungkin hal seperti kemarin terjadi lagi." Jelas Galang.

"Aku bisa menjaga diriku. Apalagi ada penghuni kosan lain selain diriku," ucap Biru.

Galang berhenti berjalan, Biru pun sama. Mereka berdua bertatapan, kemudian galang memegang bahu Biru dengan erat, "Dengar, kemarin saja mereka tidak mengetahui kondisimu. Mereka tidak peduli bagaimana dengan kondisimu. Tidak ada dari mereka yang membantumu, selain aku. Justru, aku yang peduli padamu. Kamu mengerti?" Ucap Galang dengan nada tegas. Biru tidak bisa berkata-kata dan hanya mengangguk pelan.

Setelah itu Galang memeluk Biru begitu erat dan hangat, dia berbicara langsung di depan telinga, "Aku sangat khawatir kepadamu. Jadi, tolong lakukan ini untukku. Tinggallah bersamaku."

Suara Galang juga begitu hangat, seolah-olah tengah menyelimuti seluruh tubuh Biru dan hati kecilnya yang sebelumnya dingin. Biru mengangguk pelan kemudian balas memeluk Galang.

Dari kemarin, Galang sudah membawa Biru ke rumah sakit. Menjaganya semalaman selama Biru masih tidak sadarkan diri. Berada di samping Biru ketika Biru bangun. Merawatnya dengan telaten. Sampai dia rela, membawa Biru untuk tinggal bersamanya di apartemen mewahnya ini.

Galang telah melakukan banyak hal untuk Biru.

Dalam hatinya Biru bertanya dengan lirih, "Kenapa kamu melakukan semua ini? Ini membingungkan..."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang