Chapter-26

2.4K 157 0
                                    

Biru berada di studio Galang.

Dia merasa tidak nyaman berada di tempat yang sama ketika melihat Galang tengah berciuman dengan perempuan lain—atau lebih tepatnya perempuan tersebut yang berinisiatif. Apapun itu, Biru tetap merasa gelisah sekaligus cemburu.

"Kenapa malah melamun disana?"

Suara Galang pembuat Biru kembali ke dunia nyata. Dia tengah berada di depan pintu, "Ini.."

"Masuklah, dan tutup pintunya," kata Galang.

Biru pun segera masuk dan menuruti perkataan Galang. Di dalam studio Galang bahkan lebih berantakan dari terakhir kali Biru datang. Semakin banyak kertas kanvas yang telah tercoret-coret di atas lantai.

"Apa kamu tidak menggunakan semua lukisan di kanvas yang berserakan ini?" Tanya Biru penasaran.

"Ya. Aku tidak puas dengan hasilnya," jawab Galang santai.

"Eh? Padahal menurutku ini semua bagus..." jawab Biru merasa kecewa. "Sayang sekali, kalau aku punya tempat luas, mungkin sudah aku pajang semuanya." Kata Biru setelahnya. Galang tersenyum tipis mendengar gumaman Biru.

"Ini semua sangat cantik, aku seperti berada di samudera yang luas!" Seru Biru dengan semangat. Karena memang cat di atas kanvas campuran warna biru terang dan gelap.

Biru membayangkan dirinya sendiri berada si tengah-tengah samudera. Samudera yang luas, biru, dalam dan ...

"Tetap seperti itu disana." Kata Galang tegas.

Biru membuka matanya, "Apa?" Tanyanya bingung.

"Diam seperti itu. Aku akan melukis," kata Galang yang sekarang telah menghadap Biru. Dia memutar stand kanvas. Biru kaku selama beberapa saat. Tapi dia tetap mematuhi perintah Galang.

"Sudah." Setelah Galang mengatakan itu, Biru merasa dirinya bisa bernafas kembali. Dia kemudian berlari mendekati Galang dan melihat hasil lukisannya.

"Ini belum selesai," kata Galang yang melihat Biru kecewa karena tidak banyak coretan di atas kanvas.

"Sepertinya ini sangat sulit?" Tanya Biru hati-hati.

"Emm,,, bisa dibilang seperti itu," kata Galang mengangguk pelan. "Karena ini untuk pameran dari badan amal. Acara yang sangat penting dan tentunya bergengsi, aku merasakan tekanan yang cukup besar. Aku merasa harus bisa memberikan hasil lukisan terbaik. Karya terbaik dari yang terbaik."

Biru tidak menyangka kalau Galang ternyata punya kesulitan sendiri. Ternyata, sama seperti orang pada umumnya. Galang hanya manusia biasa. Punya rasa khawatir akan tekanan.

"Selama beberapa hari terakhir ini. Aku fokus menuangkan semua ide yang ada dalam pikiranku pada lukisan. Tapi, tidak satupun dari yang aku lukis, sesuai dengan apa yang aku inginkan. Aku merasa ada kekurangan atau kekosongan. Karena itulah, aku sampai lupa mengabarimu. Disaat-saat seperti ini, aku biasanya lupa waktu dan melupakan sekitarku,"

Atas penjelasan itu, Biru mendekati, dia sedikit membungkuk agar tubuhnya sejajar dengan Galang. Kemudian dia memeluk Galang dari samping.

"Aku tidak tahu bagaimana cara menyemangatimu yang benar. Hanya saja, aku pikir, apapun lukisan yang kamu hasilkan, semuanya luar biasa. Jangan meremehkan kemampuanmu. Kamu adalah yang terbaik. Jadi percayalah pada dirimu sendiri," ucap Biru dengan hangat.

Galang yang merasakan kehangatan atas ucapan dari Biru dan tindakannya itu, tersenyum hangat dan manis. Dia menarik pinggang Biru.

"Eh," Biru terkesiap.

Kemudian Galang menenggelamkan wajahnya di perut Biru. Biru merasa kesemutan di area itu dan bawahnya. Dia merasa malu terhadap dirinya sendiri.

"Terima kasih." Kata Galang dengan lembut.

"Ya," jawab Biru sambil mengusap rambut Galang. Selama beberapa menit, mereka tetap seperti itu.

"Baiklah, sepertinya aku mengerti apa yang ingin aku lukis!" Seru Galang. Biru yang melihat semangat dari Galang merasa senang.

"Semangat! Aku mendukungmu!" Seru Biru.

"Oke,"

Setelah itu Galang sangat fokus dengan kuas dan kanvas. Kuas itu meliuk-liuk dengan indah diatas kanvas. Biru mengagumi pemandangan ini.

Saat itulah, Biru mulai mengeluarkan kamera yang waktu itu Galang berikan kepadanya. Dia akan menggunakan kamera ini pertama kalinya sambil memotret Galang.

Diam-diam, Biru mengatur agar suara dan cahaya dari kamera telah mati. Lalu dia mulai mengatur fokus gambar yang akan diambiomya. Sesekali dia berpindah tempat untuk mendapatkan hasil dari berbagai sudut.

Selain memotret Galang, dia juga memotret are di studio Galang. Dinding yang penuh oleh lukisan yang dipajang. Lantai yang berserakan kertas. Dan lainnya.

Setelah itu, Biru mulai mengecek hasil jepretannya tadi. Dia merasa puas atas hasil jepretannya. Memang tidak diragukan lagi. Galang adalah sosok model yang memukau.

"Kamu tengah lihat apa sambil tersenyum?" Suara dari Galang membuat Biru kaget. Karena sedari tadi Galang hanya diam dan suara hanya berasal dari kuas yang bergerak.

"Kamu memotret ku?" Tanya Galang.

"Ya, seperti itu, maaf," jawab Biru.

"Kenapa minta maaf? Sudah aku bilang, aku akan jadi model gratisanmu. Jadi, kamu boleh sepuasnya memotretku," jawaban Galang membuat Biru tersenyum lebar.

"Terima kasih! Aku akan memanfaatkannya dengan sangat baik. Aku tidak akan mengecewakanmu! Kamu adalah model terbaik!" Seru Biru dengan riang dan semangat. Seolah-olah bara api membara di belakang tubuhnya karena saking semangatnya.

"Hehehe,," Galang terkekeh pelan melihat respon Biru.

"Oke, lakukan apapun yang kamu mau," kata Galang.

"Tentu!" Seru Biru.

Setelah itu Galang fokus lagi dengan pekerjaanya. Dan Biru sekali lagi memotret Galang. Dengan cahaya matahari sore berasal dari jendela, masuk dan menyelimuti Galang. Biru merasakan, Galang seperti sebuah mahakarya. Juga seperti malaikat yang telah jatuh ke bumi. Dan menjelma sebagai seorang pria bernama Galang.

Biru tidak sabar untuk mencetak hasil dari jepretannya. Dan menunjukkannya ya kepada Galang. Tapi dia tidak akan memberikan semuanya kepada Galang. Karena dia akan menyimpan itu baik-baik dalam album fotonya.

Hari semakin malam, dan Galang tidak menunjukan tanda-tanda telah selesai. Biru ingin pamit kepada Galang untuk pulang lebih dahulu. Tapi dia tidak ingin mengganggu Galang. Takut kalau idenya tiba-tiba hilang.

Jadi, Biru diam-diam menulis sesuatu di kertas note dan menempelkannya di pintu. Mungkin Galang nantinya akan membaca itu.

Setelah itu, Biru pelan-pelan membuka dan menutup pintu, agar tidak membuat suara keras.

"Aku percaya padamu," kata Biru sambil menatap Galang sebelum akhirnya pintu tertutup.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang