Chapter-35

815 92 9
                                    

Sinar matahari berwarna jingga menerangi restoran yang ada di pantai, bersamaan dengan matahari yang mulai tertelan oleh laut.

Itu adalah pemandangan yang sangat menakjubkan. Galang yang duduk di salah satu kursi tidak bisa mengalihkan matanya dari pemandangan di depannya. Pasir putih dan bersih itu tampak menggodanya untuk datang, apalagi ombak di bawah sana juga tidak terlalu ganas. Terlihat cukup tenang.

Namun, fokus utamanya kali ini bukanlah itu. Melainkan Biru.

Galang menatap ke dalam restoran dimana Biru tengah berbincang dengan Indra. Entah apa yang tengah mereka bicarakan, Galang tidak bisa mendengarnya karena Biru melarangnya untuk masuk.

Tidak berselang lama, Biru datang sambil membawa nampan di tangannya. Di atas nampan itu terdapat makanan dan minuman. Dia bergerak dengan lihai dan seimbang, seolah dia telah melakukan ini ribuan kali.

"Makanlah. Ini dari bosku."

Biru menaruh piring dan gelas di atas meja. Gelang tidak bisa menyembunyikan senyumannya walaupun Biru berbicara dengan nada ketus kepadanya.

"Terima kasih banyak, Biru!"

Galang mulai melahap nasi goreng yang masih hangat. Apalagi saat dia sadar terakhir makan adalah saat pagi hari. Dan sekarang sudah sore hari. Perjalanan yang panjang, membuat perutnya lupa untuk meminta jatah makanan.

Sesekali Galang mencuri pandang ke arah Biru yang berdiri di depannya, kedua matanya mengarah ke laut lepas. Tubuhnya dibalut oleh cahaya jingga, dan entah kenapa kata indah cocok disematkan kepadanya.

Galang menelan rasa penyesalan bersama nasi yang telah dikunyahnya.

Saat nasi goreng selesai di santapnya, dia meraih gelas yang berisi air putih. Saat air putih itu mengalir di tenggorokannya, dahaganya pun ikut mengalir pergi.

"Ini sangat enak! Apa kamu yang buat?"

Ketika Galang mengatakan itu, Biru menoleh kepadanya, tanpa merespon dia membawa piring dan gelas ke atas nampan.

"Kau sudah selesai, kan? Sekarang pergi!"

"Tapi, aku tidak punya tempat tinggal. Bisakah aku tinggal disini?"

Galang berusaha mendapatkan simpati Biru, berperilaku tampak menyedihkan. Seperti seorang anak anjing yang telah dibuang pemiliknya di suatu tempat antah berantah.

"Aku tidak mau peduli. Lagi pula, aku sudah banyak membantumu sejauh ini. Apa kau tidak bisa bersyukur?"

"Tapi..."

"Kau hanya pria kaya bodoh! Jual saja barang mahal yang kau pakai!"

"Bagaimana kamu—"

Belum sempat Galang selesai berbicara, Biru masuk ke dalam restoran. Sekarang Galang memperhatikan tubuhnya. Di tangannya, masih terpasang jam tangan mahal dari merek luar negeri, selain itu, walaupun sepatunya kotor, itu tetaplah sepatu edisi terbatas.

Dia mengira Biru mengingatnya karena berkata dia kaya. Tapi, penampilannya sudah menjelaskannya semuanya.

"Kenapa aku lupa melepas ini!"

Galang kesal terhadap dirinya. Kalau begini jadinya, dia tidak bisa meminta bantuan kepada Biru lebih lanjut.

Langit jingga perlahan berubah menjadi warna hitam. Kalaupun Galang pergi ke hotelnya, dia lupa jalan pulang. Dia tidak ingin tersesat.

"Apa yang membuat masih disini?"

Biru bertanya dengan nada sinis kepada Galang. Galang segera mendekati Biru dan memegang kedua yangannya.

"Biru, aku mohon. Tolong selamatkan aku!"

"Apaan sih!"

"Aku mohon! Aku tidak tahu siapapun disini. Aku adalah pria malang yang tidak tahu apa-apa tentang tempat ini. Jadi bantulah aku, ya?"

"Aku bilang tidak, ya tidak!"

"Ayolah! Biru, apa kamu tega melihat aku tersesat di tempat seperti ini. Mungkin saja jika aku berkeliaran di luar, aku akan bertemu hewan buas! Ya, itu benar! Mungkin singa atau harimau akan menerkamku!"

Biru terlihat memijat dahinya pelan kemudian menghela nafas panjang, "Pria bodoh! Lagi pula memangnya ada singa dan y tinggal di pantai! Ini bukanlah hutan! Astaga!"

Galang merasa malu sendiri, dia menggaruk kepalanya. Kenapa dia harus membuat alasan yang tidak masuk akal seperti itu.

"Atau mungkin saja aku akan bertemu hantu! Iya, hantu! Aku takut dengan hantu!"

"Heh!"

Biru mendengus pelan.

"Pria dengan tubuh kekar sepertimu takut hantu? Dasar pengecut!"

"Iya, aku pengecut. Jadi tolong aku!"

Galang tidak peduli disebut pria bodoh atau pengecut sekalipun. Yang diperdulikannya adalah kalau Biru mau menolongnya. Dengan begitu dia bisa punya alasan untuk terus bersama Biru lebih lama lagi.

"Biarkan saja dia tinggal disini untuk malam ini."

Indra datang menyela di tengah percakapan mereka, walaupun dia datang untuk membantu, Namun Galang tidak suka dengan bantuannya.

"Tidak perlu, biar dia tinggal di rumah aku saja Kak Indra."

"HORE!"

Atas teriakan itu, baik Indra san Biru langsung menatap Galang. Galang hanya tersenyum canggung, dia terlalu bersemangat sampai tidak bisa menahan kegembiraan tinggal di rumah Biru.

"Beneran tidak apa-apa?"

"Aku lebih khawatir dia akan berbuat jahat kepada restoran. Lagipula di rumahku tidak ada yang menarik. Tidak ada yang layak untuk dicuri juga."

"..."

Sekarang dia disebut pencuri, Galang hanya menanggapinya dengan senyum terpaksa. Dia harus menahan ini semua demi bisa tinggal bersama Biru.

"Terserah padamu."

Setelahnya Indra masuk kembali ke dalam, sedangkan Biru sudah beranjak menuju motor jeleknya yang terparkir.

"Apa yang aku tunggu? Cepat naiklah!"

Biru berseru dengan suara kesal, walaupun begitu Galang tidak bisa menahan senyum senangnya.

"Ingat, aku membantumu hanya karena aku takut kau mengacaukan restoran. Bukan karena aku iba padamu."

"Tidak apa-apa. Aku senang bisa dibantu olehmu, Biru."

Galang segera naik ke atas motor, dan hendak mengambil kesempatan untuk memeluk tubuh Biru dari belakang. Namun, sebelum rencana itu terjadi, suara lain datang dan menghentikannya.

"Pak Galang!"

"Saya kira Pak Galang kemana karena menghilang sejak siang tadi! Saya kira Pak Galang tersesat. Ternyata Pak Galang ada disini. Saya merasa lega. Ayo, mari kita kembali ke hotel. Semua orang sudah menunggu Pak Galang."

Dalam hatinya Galang berseru dengan jengkel, "Kau, mengacaukan rencanaku!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang