Chapter-21

1.1K 99 0
                                    

Bagian dalam apartemen Galang terlihat sangat mewah. Banyak perabotan rumah yang warnanya abu-abu dan terlihat sangat minimalis. Biru yakin kalau semua barang-barang ini tidak akan pernah bisa dimilikinya.

"Apa yang kamu tunggu? Ayo masuk ke dalam." Ajak Galang kepada Biru yang mematung memperhatikan seisi rumahnya.

"Iya," Biru pun masuk setelah melepas sepatu butut dan kotornya.

Setiap bagian apartemen yang Biru kewati, dia tidak bisa untuk tidak mengagumi semuanya. Seperti pemandangan yangan sayang untuk dilewatkan.

Galang akhirnya membawa Biru ke salah satu kamar. Saat Galang membuka kamar, kamar itu tidak memiliki banyak barang di dalamnya, hanya ranjang berukuran besar serta sebuah meja kecil.

"Ini kamar tamu, tapi karena tidak ada yang pernah menempatinya, aku tidak menempatkan banyak barang," jelas Galang. Dan Biru di sampingnya mengangguk mengerti.

"Kamu tidur saja disini, kamu pasti masih merasa lelah kan?" Tanya Galang peduli.

"Ya, terima kasih." Jawab Biru.

Setelah itu Galang mempersilahkan Biru untuk beristirahat, dia hanya akan membangunkan Biru pada saat jam makan malam saja. Dan Biru setuju akan hal itu.

Biru menutup pintu lalu berbaring di atas ranjang yang begitu empuk dan lembut, berbeda jauh dengan ranjang di kosannya yang tipis dan keras. Karena saking nyamannya ranjang, Biru sudah tidak bisa lagi menahan kantuknya dan akhirnya jatuh tertidur begitu saja.

Setelah beberapa saat, Galang masuk dan menemukan Biru yang sudah tertidur. Dia mengamati Biru yang tertidur, kemudian perasaan aneh kembali menghampiri dadanya. Galang tidak mengerti soal itu.

Dia menghampiri Biru dan duduk di tepi rajang, mengamati wajah Biru, dan sesekali memegang pipi Biru. Wajah Biru sudah tidak sepucat waktu itu. Tampaknya sudah lebih baik.

Setelahnya Galang memperbaiki posisi tidur biru lalu menyelimutinya sampai ke bawah dagu. Dia keluar dari kamar dengan menutup pintu sepelan mungkin.

***

Saat Biru bangun, dia merasa tubuhnya jauh lebih baik. Dia menggeliat malas di atas ranjang, baru setelah itu dia turun dan mengintip lewat dinding kaca disamping yang telah ditutupi kain gorden.

Dia disuguhi pemandangan gedung-gedung pencakar yang diselimuti kegelapan malam. Yang menyinari hanya lampu-lampu dari gedung. Biru kemudian keluar dari kamar dan berusaha mencari Galang.

Karena luasnya apartemen, Biru sampai bingung harus mencari kemana,

"Galang? Kamu dimana?" Tanya Biru sambil berteriak.

"Disini. Aku ada di dapur." Jawaban Galang terdengar dari arah kanan. Biru mengikuti arah suara dan menemukan Galang di dapur tengah memakai apron di tubuhnya.

Wajah Biru langsung merona merah saat itu juga. Dia malu dan berusaha menyembunyikan wajahnya.

"Kenapa?" Tanya Galang penasaran. Dia datang mendekat dan menarik wajah Biru.

"Kamu masih sakit?" Tanya Galang.

"Tidak, tidak. Aku hanya butuh air dingin," jawab Biru bohong.

Galang terlihat berbeda dengan apron, Biru tidak mau membayangkannya karena dia malah malu sendiri.

"Oke, kamu duduk. Aku ambilkan minumnya," kata Galang.

Galang mengambil air minum dan memberikannya kepada Biru. Setelah itu Galang bertanya, "Lapar?"

"Ya," hawabnya.

"Bisakah kamu menunggu sekitar setengah jam lagi, aku berusaha membuat makanan, tapi aku tidak bisa," kata Galang.

Saat Biru memperhatikan dapur di belakang Galang, terlihat sangat berantakan oleh bahan masakan yang dipotong dengan aneh. Apalagi ada asap yang keluar dari atas wajan.

"Kalau kamu tidak bisa, seharusnya biarkan aku yang memasak," balas Biru.

"Bukannya aku tidak bisa, tapi belum bisa," keluh Galang.

"Selain itu, aku tidak setega itu menyuruh orang yang baru sembuh untuk memasak."

"Iya," Biru tidak lagi berargumen. Galang sudah banyak melakukan kebaikan kepadanya. Walaupun Galang terlihat sempurna, ternyata dia masih memiliki kelemahan.

Makanan pesan antar akhirnya tiba setengah jam kemudian, mereka berdua menghabiskan semua makanan bersama-sama.

Setelah itu, mereka menghabiskan waktu bersama dengan menonton tayangan film dari salah satu aplikasi streaming online.

"Kenapa kamu malah memilih film horor brutal?" Keluh Biru kepada Galang.

Adegan film di depan sangatlah sadis dan menyeramkan, seseorang dengan pakaian aneh tengah menyiksa salah satu teman protagonis. Biru merasa mual melihat semua cipratan darah.

"Tolong ganti, aku ga kuat lihatnya." Pinta Biru kepada Galang.

"Tapi aku suka ini," ucap Galang sambil tersenyum menyeringai.

Biru cemberut, sepertinya Galang memang sengaja menggoda Biru, supaya Biru ketakutan.

"Kalau kamu takut, bisa peluk aku." Tambah Galang.

"Cari kesempatan!" Seru Biru.

"Kenapa engga?" Jawab Galang dengan santai.

Galang membuka tangannya lebar-lebar, dan Biru akhirnya masuk dalam pelukan Galang. Menyembunyikan wajahnya dan berpelukan dengan erat.

Sedangkan Galang tersenyum puas, dan masih melanjutkan menonton film horor itu. Semakin lama, teriakan dari protagonis dan yang lainnya datang silih berganti. Kengerian yang Biru bayangkan membuatnya semakin takut dan memeluk Galang dengan erat.

Biru yang ketakutan, lama-lama berusaha menutup matanya, hingga tanpa sadar dia telah tidur dalam pelukan Galang. Saat film masih setengah jalan, Galang memperhatikan kalau Biru sudah tidur.

Dia mematikan layar televisi, kemudian mengangkat tubuh Biru dengan enteng. Membawanya menuju kamar utama, tempat biasa Galang tidur.

Dia membaringkan Biru di salah satu bagian ranjang, dan Galang tidur di sebelahnya. Selama semalaman dia memperhatikan wajah Biru begitu lekat. Memainkan rambut Biru yang lembut. Wajah Biru begitu tenang dan damai dalam tidurnya.

Galang kembali merasakan perasaan aneh dalam hatinya. Galang tidak tahu apa itu. Dan dia tidak bisa menjelaskannya dengan sebuah kalimat. Namun, yang pasti, Galang tidak membenci perasaan Baru ini.

Dia memeluk tubuh Biru dan mengcium keningnya dengan lembut.

"Teruslah berada disisiku."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang