Oh, iya! Untuk kata tertentu dalam bahasa Jepang atau istilah khusus lainnya, pengertiannya bisa dilihat di komentar paragrafnya langsung, ya😘👌
Happy reading❤️
Hope you enjoy the story!😄›
»»»»»Memasuki awal musim dingin, pepohonan di Sagiri Yama telah menggugurkan seluruh daunnya. Langit panas bertukar menjadi teduh, senantiasa memerangkap semburat mentari dengan susunan awannya.
Menyusuri kaki gunung, sepasang remaja menggeser pintu kayu kediaman Urokodaki, mendapati pemiliknya tengah duduk menikmati teh pagi di ruang utama.
“Urokodaki-san, kami telah kembali!” Tanjirou yang pertama kali berseru, kontan disambut anggukan mengerti oleh sang empunya nama.
“Baguslah kalian kembali. Sekarang, lanjutkan dengan berlatih bentuk pernapasan yang telah kuajarkan. Aku akan datang untuk memperagakan bentuk kesepuluh setengah jam lagi.”
“Ha’i!” Berseru patuh, tangan pemuda itu hendak menutup pintunya lagi, namun ditahan oleh (Name) yang memegang lengannya.
“Tanjirou, kau duluan saja. Aku harus bicara dengan Sensei,” pintanya. Tak ada seringai yang terukir di bibir seperti biasanya.
Memberikan persetujuan, pemilik anting hanafuda memesan, “Baiklah. Segera menyusul, ne, (Name)-chan?” Suaranya dipadukan nada bertanya yang singkat, memastikan lawan bicaranya memahami bahwa pernyataannya tak memberi kesan perintah.
Usai bertukar lambaian singkat, (Name) melangkah lebih dalam. Mendudukkan diri, dia mendapati gurunya yang bersantai dengan topeng tengu tersimpan di sisinya. Gadis itu mengamati wajah sang pelatih, itu memiliki raut lembut dan ketenangan mutlak.
Dia tak menyangka pria di hadapannya adalah orang yang sama, yang menghajarnya tanpa ampun dalam sesi latihan. Apalagi dengan suaranya yang terkadang berubah kaku dan kasar, memberikan kesan kontras terhadap penampilan sejatinya.
“(Name), apa keperluanmu?” Urokodaki buka suara, mengawali perbincangan mereka.
Alih-alih memberi jawab, (Name) lebih fokus ke satu arah. Tanpa basa-basi, tangannya mencomot gelas nganggur di depannya. Tenang aja, itu bukan punya gurunya.
Cengirannya balik, sang guru menghela napas pelan sebelum menuangkan teh untuknya. Mendekatkan gelas yang terisi ke depan bibir, dia menyesap perlahan, lantas meletakkannya ke atas meja rendah. Ketukan lembut bergema, hasil dari benturan antara gelas dengan material kayu.
“Sensei, sudah hampir setahun. Tanjirou telah berhasil menguasai sembilan bentuk pernapasan air. Lalu aku? Bahkan satu pun belum.” Akhirnya (Name) mengutarakan unek-uneknya.
Dia galau maksimal ges, karena latihan kerasnya belum juga membuahkan hasil. Kakinya beralih mengambil posisi bersila, menumpukan siku di atasnya. Telapak tangannya menengadah untuk menopang kepala. Intinya dia lagi nyari posisi yang wenak dan bisa menggambarkan kegalauannya.
“Apa yang salah denganku?” lanjutnya, suaranya berubah parau.
Tanpa tedeng aling-aling, Urokodaki berikan respons, “Kau ‘kan selalu kurang ajar terhadapku, bocah nakal.”
Mbak (Name) tertohok, dia langsung menunda acara seruput tehnya lagi.
“Kau memang berlatih keras, tapi juga sulit diatur! Telingamu tak terpasang baik-baik saat aku menjelaskan, begitu pula-”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sukuna no Musume [Kimetsu no Yaiba]
Fanfiction[Kimetsu no Yaiba x Reader] . . . "Gimana rasanya pindah ke alam yg banyak belisnya, neng?" "Gacor, kang!" - Ryoumen (Name) . . . Bercerita tentang seorang gadis yang merupakan putri dari Ryoumen Sukuna. Hah? Raja Kutukan punya anak?? Rill kok ini...