"SMANLIM KITA PAMIT."
***
Hari kelulusan. Arumi berdiri dengan seragamnya menatap sebuah pohon di taman belakang sekolah dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Dia menatap pohon yang mengukir namanya bersama Rafandra.
"Hay Rafa? Kini aku lagi di sekolah, hari ini kita udah denger hasil, sayang banget gak ada kamu kalau ada kamu pasti seru banget," ucap Arumi mengigit bibir bawahnya menahan sesak.
"Selamat hari kelulusan, Rafa. Ngomong-ngomong kamu gak mau ngucapin selamat buat aku," ucap Arumi berharap Rafandra mendengarnya.
Flashback.
"Bentar lagi kita akan lulus, jadi gue berpikir menaruh jejak kita disini, agar besok-besok anak kita bisa melihatnya dan tau bahwa dulu orang tuanya adalah cinta yang melegenda."
"Akan ku ukir kenangan kita di setiap sudut kota jakarta, agar kamu ingat, cinta tulus itu emang ada dan gak bakalan berpikir untuk ninggalin aku."
Mengingat kata-kata Rafandra membuatnya tidak bisa menahan air mata yang keluar dari kelopak matanya, dia menangis sambil memukul dadanya karena mereka sesak.
"Nyatanya kamu yang pergi ninggalin aku, Ndra."
"Semua yang direncanakan kini hanya tersisa jadi keinginan yang tidak bisa diwujudkan," lirih Arumi merasa sesak.
"Arumi?" panggil seseorang mengalihkan atensi Arumi yang menghapus air matanya.
"Ibu, kok ibu ada di sini?" tanya Arumi menatap Bu Siti yang terlihat menatap sepasang nama yang terukir di pohon.
"Kalian adalah kisah yang melegenda," ucap Bu Siti menatap pohon yang terukir nama.
"Cleosana ratu Rafandra, jangan lupa ya?" ucap Bu Siti tersenyum menatap gadis itu.
"Bahagianya," ucap Bu Siti lagi.
Arumi tersenyum sendu. "Ibu tau?"
"Semua orang juga tau. Nama itu selalu menggema di sekolah ini, Arumi Cleosana Ratu Cantik Yang Cerdas Milik Rafandra," ucap Bu Siti membuat air mata gadis itu jatuh seketika.
"Dia akan memberontak jika kamu ada yang ganggu, ibu bahkan sangat menggemari kalian," senyum Bu Siti mengingat setiap kali cowok itu masuk perkara ada yang mengusik gadisnya.
"Ibu pernah rasain di posisi kamu, kehilangan orang yang kita sayang itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk kita terima, tapi kita harus bisa mengikhlaskan," ucap Bu Siti tersenyum berusaha menguatkannya.
"Kenapa ya, Bu? Perihal kehilangan harus melulu kepada kematian? Mama pergi, papa juga dan sekarang dia juga pergi."
"Setiap manusia pasti akan merasakan yang namanya kematian dan kita gak tau ajal kita kapan. Masi ada ibu disini, masi ada banyak orang yang sayang sama kamu, jadi kamu harus bangkit dan semangat untuk hidup perjalanan kamu Masi panjang."
KAMU SEDANG MEMBACA
CLEOSANA (And)
Teen Fiction"Apa gue masi bisa berharap? Semesta Dunia bukan hanya tentang gue, tapi ini berlebihan! gue kapan!?" Cleosana dan Lukanya.