Haiii sobat (*˘︶˘*)
.
.
.Happy reading, ya. Dan semoga suka.
Sekian
*****Suasana malam yang indah di hiasi dengan Bulan dan Bintang. Seorang gadis yang berjalan ke luar rumah sambil menikmati udara malam yang menerpanya, membuatnya merasakan sentuhan angin yang menyentuh kulitnya. Duduk di sebuah kursi panjang sambil menatap langit yang gelap, berharap mendapatkan ketenangan sesaat.
Dia Arumi Cleosana.
Gadis bermata teduh, yang menyimpan luka. Cantik dan manis yang di padu menjadi 1 membuat siapapun tidak bosan memandangnya. Di kenal dengan gadis yang rama, pintar, pandai, cuek, pendiam, dan cukup famous di SMANLIM (SMA NEGERI 15).
Di taman halaman rumah dengan menatap jalanan yang begitu tenang. Hanya ada beberapa pengendara yang lewat, matanya menatap seseorang yang berenti untuk memeriksa ban mobilnya. Di tatap orang itu yang masuk ke mobilnya dan menghilang dari penglihatannya. Setelah duduk cukup lama dengan pikiran yang berkelana di kepalanya, dia lalu berdiri dan berjalan masuk ke dalam rumah, namun sebelum masuk, dia berbalik dan menatap langit sambil bergumam di dalam hati. "Apa gue masi bisa berharap?, semesta dunia bukan hanya tentang gue, tapi ini berlebihan! gue kapan!?"
"Dari mana kamu?" tnya Dipan papanya Arumi.
"Depan pa, kapan datangnya pa? soalnya Arum ga liat papa datang," jawabnya saat ingin melihat papanya akan pergi. "Pa lusa pengambilan rapot papa datang ya?"
Langkah kaki pria itu pun berenti berbalik dan menatap anaknya "Kamu lupa ya? udah saya bilang semua keperluan sekolah kamu di urus sama bibi, saya hanya bertanggung jawab untuk menafkahi kamu, bukan mengurus kamu. Tanggung jawab saya bukan hanya kamu, saya punya anak dan istri yang harus di jaga dan juga kesibukan saya yang lainya sangat banyak, saya nga punya waktu buat kamu. Dan ya saya kesini mau ngomong sama kamu, saya ga bisa lagi datang kesini, waktu saya terkuras harus pulang balik kesini, tapi kamu tenang aja saya bakalan transfer kamu tiap bulan, dan rumah ini buat kamu. Kamu di sini tinggal sama bibi semuanya akan saya urus," ucap Dipan dengan suara yang memburu. Melangka pergi dari rumah itu tanpa memperdulikan perasaan anaknya.
Arumi terkejut badanya menegang nga bisa bergerak, air matanya jatuh menelaah setiap ucapan ayahnya, bagaimana bisa seorang ayah yang mengatakan itu kepada anak kandungnya sendiri tanpa berpikir apakah perasaan anaknya akan terluka.
"Aaakkhhh." teriaknya histeris. "Gue punya perasaan anjir, kenapa mereka tidak memikirkannya walau sedikit saja. Jangankan perasaan, di anggap anak aja nga, gue cuman sebatas tanggung jawab," ucapnya dengan suara yang serak sambil menangis meremas pakaiannya.
Terduduk di lantai dengan keadaan yang jauh dari kata baik. Malam yang indah dengan damainya, tapi tidak dengan seorang gadis yang meresapi nasipnya.
"Neng tenang ya, jangan kaya gini bibi sedih liatnya, nga usah di pikirin ya, bibi disini sama kamu," ucap bi Sila yang menghampiri gadis itu sambil memeluknya.
"Bi mereka lupa kalu tanggung jawab bukan hanya soal materi, tapi soal memberi apa yang memang sepantas dan selayaknya seorang anak dapatkan dari orang tuanya," ucapnya lirih sambil sesenggukan di dalam pelukan bi Sila.
"Bi semesta kapan beri Arum bahagianya, cape bi kaya gini terus."
Bi Sila terdiam mendengar perkataan gadis itu sambil mengeratkan pelukannya.
"Sakit bangat bi."
"Bibi yakin kamu kuat, semesta punya caranya dalam memperlakukan setiap penghuni bumi, bisa jadi setiap rasa sakit yang kamu alami akan ada kejutan yang besar dari semesta buat kamu," ucap bi Sila menguatkan gadis itu.
"Tapi kapan Bi?! Dari dulu nga ada tempat yang nyaman untuk mengadu dan berbagi, Arum nga punya Rumah untuk pulang bi. Bahkan rumah yang bersifat bangunan pun ga sanggup nampung Arum, hampa dan kosong namun berisik bi," lirihnya dengan suara tercekat.
Bi Sila meneteskan air matanya tidak tau harus menjawab apa.
"Jadiin bibi tempat pulang untuk mengadu dan berbagi ya, kamu sudah bibi anggap kaya anak kandung bibi sendiri, jangan lupa kalu bibi selalu ada buat kamu dan nga akan pernah ninggalin kamu," ucapnya sambil mengelus punggung gadis itu.
"Maafin bibi nga bisa ngapa-ngapain, jangan sedih lagi, semua pasti akan baik-baik aja," ucapnya menguatkan.
"Skrang kita makan ya, setelah itu kamu istirahat biar besok ada tenaga buat pergi ke sekolah."
"Bi?"
"Iya?"
"Makasi bi, jangan tinggalin Arum apapun itu."
"Iya, jangan lupa bahagia ya."
Gadis itu tersenyum miris sambil mengangguk
Penghuni bumi yang terluka.
~SEKIAN~
Tunggu chapter selanjutnya◉‿◉
Spam next.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLEOSANA (And)
Roman pour Adolescents"Apa gue masi bisa berharap? Semesta Dunia bukan hanya tentang gue, tapi ini berlebihan! gue kapan!?" Cleosana dan Lukanya.