Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, dan Nana masih berada di apartemen Rafael. Lelaki itu benar benar tidak bisa ditinggal barang sedetik pun.
Kali ini mereka menonton kartun kesukaan Rafael bukan di ruang teater, karena Rafael masih sedikit lemas untuk berjalan. Ke kamar mandi pun dibantu oleh Nana, sampai depan pintu.
Sejujurnya pundak Nana sudah keram. Bayangkan saja, selama hampir dua jam lelaki itu menyenderkan kepalanya disana. Setiap Nana bergeser saja, dia langsung merengek
Ting
Fokus Rafael terpecah saat mendengar suara notifikasi dari ponsel Nana. Ponsel itu berada di samping pahanya, dia tidak sengaja melihat nama pengirim pesan tadi karna layar yang menyala
'Putra?' Batin Rafael tak enak
Nana mendesah lega saat kepala Rafael terangkat dari bahunya, dia dengan cepat mengambil ponselnya dan membalas pesan itu
Selama 15 menit, Nana hanya fokus kepada ponsel yang ada di genggamannya. Sesekali Rafael melihat Nana yang tersenyum sambil melihat ponselnya
"Bunda" panggil Rafael pelan
"Nda"
Diacuhkan, Rafael benar benar terlupakan oleh Nana saat ada notifikasi itu
"Bundaaa" rengek Rafael bergetar
Nana yang mendengar itu segera meletakkan ponselnya kembali, membelalakkan matanya saat melihat Rafael yang sudah meneteskan air matanya kembali.
Nana mengetahui satu hal, Rafael akan menjadi lebih manja dan cengeng 18× lipat jika dirinya sedang sakit
"Lho? Kok nangis?"
"Bu-bunda punya pacar?" tanya Rafael sambil menahan isakan
Nana mengerjap, menatap Rafael dengan dahi yang mengernyit. "Kepikiran pertanyaan kayak gitu dari mana?"
Melihat Rafael melirik kecil pada ponsel Nana, ide jahil muncul di otak gadis itu. "Iya, aku punya pacar"
Deg
Rafael menggigit bibir bawahnya kencang, dia berusaha menetralkan raut wajahnya sesantai mungkin. Tapi tidak bisa, akhirnya ia memilih Menundukkan kepalanya dalam agar Nana tidak bisa melihatnya
"Bunda pulang aja, Fael gak papa disini sendiri" demi apapun, Rafael menahan sesak di dadanya, saat mendengar ucapan Nana yang bilang kalau dia sudah mempunyai kekasih
"Maaf udah nyusahin bunda seharian ini" cicit Rafael dengan suara yang bergetar
Nana yang mendengar itu jadi merasa bersalah, dia mencolek pinggang Rafael, "Aku bercanda" bisik Nana
Rafael tidak menanggapinya, lelaki itu masih menunduk dengan bahu yang bergetar. Nana tidak mendengar suara isak tangisnya, tapi Nana melihat tangan lelaki itu mengepal erat hingga urat urat nya terlihat
Nana mengangkat dagu Rafael, dia semakin merasa bersalah saat melihat bibir bawah yang Rafael gigit mengeluarkan darah. "Fael!" pekik Nana tertahan
Nana dengan segera mengambil beberapa lembar tisu yang tersedia di atas nakas, mengelap pelan darah yang ada di bibir lelaki itu "Ck, gak boleh gitu ah! Gak boleh gigit gigit!"
Tangis Rafael pecah, dia mengambil bantal yang ada di sampingnya, lalu menenggelamkan wajahnya disana
Jika tadi Rafael menangis karena sakit hati mendengar Nana bilang bahwa dia memiliki kekasih, kali ini bercampur dengan tangisan menahan rasa sakit di bibirnya
'Bundaaa...hiks, bibir Fael perih' Batin Rafael menangis
"Coba liat dulu sini bibirnya" bujuk Nana lembut
Rafael menggeleng semakin menenggelamkan wajahnya.
Nana menghela nafas pelan, dia mengangkat paksa wajah Rafael dari bantal. "Liat! Darahnya makin banyak yang keluar!" ketus Nana
Rafael terisak sambil menunduk tidak berani mengangkat pandangannya, dia takut mendengar nada ketus Nana
"Aku bercanda, Fael. Gak ada, aku gak punya pacar"
Rafael menangis seraya curi-curi pandang kearah Nana, "Bunda bilangnya tadi kaya serius" cicit Rafael
"Itu adik aku" Nana mengelus kepala Rafael lembut
Rafael menyeka air matanya kasar, dia menatap dalam mata gadis itu untuk mencari kebohongan. "Fael percaya" Rafael bergerak memeluk Nana erat, menghirup dalam dalam aroma gadis itu
Nana menggesekkan hidungnya ke dahi Rafael, "Udahan ya nangisnya, mata kamu udah bengkak" pinta Nana yang di balas anggukan
"Bunda" lirih Rafael
"Hm?"
"Jangan sama cowo lain. Bunda suka mawar biru kan? Fael lagi berusaha buat cari bunga itu"
Nana terpaku mendengar ucapan Rafael, "dari mana kamu tau kalau aku suka mawar biru?"
Rafael mendongak menatap Nana, "Fael tau"
"Fael tau semuanya" lanjutnya seraya tersenyum kecil
"100 tangkai mawar biru, right?" Rafael kembali menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu
"Tolong kasih Fael sedikit waktu lagi buat dapetin bunga itu. Selama Fael berusaha buat dapetinnya, tolong jangan deket sama cowo manapun"
Senang, Nana senang mendengar Rafael yang akan mengusahakan nya. Dia teringat ucapannya kepada Lea waktu itu "Aku gak akan pacaran, sebelum ada yang bawain bunga mawar biru 100 tangkai ke aku!"
Nana tidak peduli Rafael mengetahui itu dari mana, lelaki itu mencoba mewujudkan apa yang dia inginkan, Nana terharu akan hal itu.
"Oh iya," Rafael melonggarkan pelukan mereka, tangannya terulur membuka laci nakas mengambil sesuatu, itu kotak cincin.
"Selama Fael belum nemuin bunga mawar birunya, Bunda tolong pake cincin ini ya" pinta Rafael menatap Nana memohon
Cantik, satu kata yang menggambarkan cincin itu. Cincin dengan permata berwarna merah muda itu terlihat sangat cantik di penglihatan Nana.
Belum sempat Nana menjawab, Rafael sudah lebih dulu menyematkan cincin itu dijari manis Nana
"Cantik" ujarnya seraya mengecup punggung tangan Nana berkali kali
Nana mengacak rambut Rafael gemas, jantung Nana berdebar melihat Rafael dalam mode serius seperti tadi
Rafael merentangkan tangannya kembali "Peluk lamaa lamaaa" rengeknya seperti biasa
Oke. Mau bagaimana pun itu, yang namanya bayi, akan tetap bayi.
