"Apartemen, aku beli unit baru buat kamu"
Nana menatap datar Rafael, dia menggulung map di tangannya dan langsung memukul lengan Rafael, "Gak usah bercanda!"
"Sayang, aku gak bercanda" ucap Rafael diiringi tawa kecil
Nana berdecak, meletakkan map itu ke pangkuan Rafael, "Males ah"
Jujur saja, Nana berharap hadiah Rafael itu boneka atau pernak pernik lucu. Tapi ini--ini pemborosan, Nana tidak suka
Rafael mengangkat Nana untuk duduk di pangkuannya, menuntun kaki gadis itu agar melingkar di pinggangnya. "Liat aku" pinta Rafael, karna Nana membuang pandangannya kearah lain
Rafael membuka map itu, dan menunjukkan tepat di hadapan Nana. "Liat, ini atas nama kamu. Aku gak bercanda"
Nana melirik kertas itu, namanya memang tertulis disana 'Arona Anindira'. Tapi, apakah harus apartemen? Apartemen dikawasan ini harganya bukan main, sebab kawasan ini termasuk kedalam kawasan elit
"Fael, ini pemborosan!" tekan gadis itu menatap nyalang Rafael
"Kamu udah cukup kasih aku cincin sama gelang, belum lagi ratusan tangkai mawar biru. Itu udah cukup Fael. Kamu gak perlu kasih aku apart!"
Bukan, bukan Nana tidak bersyukur, tapi dirinya merasa tidak pantas menerima semua ini. Dia tidak berhak menerimanya. Hubungannya dengan Rafael juga hanya sebatas pacaran. Nana takut, dia tidak berani untuk menerima hadiah besar seperti ini
Nana menangkup pipi Rafael, "Makasih, untuk hadiahnya. Tapi aku cukup terima gelang sama bouquet aja. Untuk apartemen, aku gak bisa terima, Rafael..."
Rafael mengusap lembut tangan Nana yang ada di pipinya, "Udah? Gantian Fael yang ngomong ya" pinta Rafael lembut
"Ini bukan pemborosan, ini salah satu upaya yang Fael lakuin buat ngejaga Bunda"
"Bunda gak perlu terbebani dan ngerasa gak enak nerima ini semua, karna Bunda memang pantas ngedapetin ini"
"Cincin, gelang, dan bouquet aja gak cukup buat Bunda. Buat usaha Bunda yang bikin Fael ngerasa hidup lagi"
"Kalau bisa Fael bakal serahin semua harta bahkan nyawa Fael buat Bunda, tapi itu juga belum cukup...Belum cukup menebus kehadiran Bunda di hidup Fael" lirih lelaki itu membuat Nana menundukkan kepalanya
"...Bunda" Nana menoleh menatap netra coklat gelap lelaki itu
"Fael sengaja beli apartemen disini biar bisa ngejaga Bunda dari deket. Kalau Bunda di kost, Fael khawatir. Karna kita berjarak, Fael gak bisa ngejaga Bunda 24 jam"
"Bukan, bukan Fael berharap terjadi sesuatu sama Bunda. Fael selalu berdoa biar Bunda dijaga dari hal-hal yang buruk. Fael cuma takut Fael terlambat, F-fael takut terlambat buat--"
Lelaki itu menjatuhkan kepalanya di pundak Nana, "Bu-bunda...tolong, tolong ngerti ini" pinta Rafael dengan suara yang terdengar bergetar
"Cuma Bunda yang Fael punya, Fael mohon..." Rafael menatap Nana dengan pandangan yang terlihat...putus asa?
Nana mengelus kepala belakang Rafael, "Sayang, ini terlalu be--"
"Bunda, satu unit apart itu bukan apa-apa buat Fael!" tekan lelaki itu
Nana terdiam, mencoba mengambil keputusan yang tepat. Apa tidak masalah jika dirinya menerima hadiah itu? Nana takut di cap sebagai perempuan matre. Tapi kan...itu bukan dia yang minta
"Hm?" Rafael mengusap lembut pinggang Nana, dia memperlihatkan puppy eyes nya yang menjadi kelemahan gadis itu
Nana menghembuskan napas pasrah, "Tapi aku gak bisa pindah sekarang"
"Kenapa?"
"Waktu sewa kost masih ada 2 minggu lagi, Fael" ujar Nana mengelus punggung telanjang Rafael, telapak tangannya merasakan tonjolan otot-otot di punggung lelaki itu
"Lama banget" rengek Rafael
"Mau gimana lagi?" tanya Nana
"Eh tapi aku harus sama Lea lho ya, kalau gak sama dia, aku gak mau" cetus gadis itu
Rafael mengangguk, "Dia udah tau, jadi nanti Bunda sama dia tinggal pindah aja"
"Tapi beneran 2 minggu?" tanya Rafael memelas yang dijawab anggukan oleh Nana
"Aku mau liat unit nya, boleh?" tanya Nana
Rafael turun dari kasur dan melangkah keluar dengan Nana yang ada di gendongannya. Saat hendak membuka pintu utama, pundaknya di tepuk keras oleh Nana
"Kamu gak mau pake baju?!" Nana melotot, enak saja lelaki itu memamerkan asetnya
Eh? Asetnya?
Rafael menyengir, "Lupa" ujarnya seraya mengecup rahang Nana. Dia berbalik dan mendudukkan Nana di sofa, "Tunggu disini sebentar yaaa, Bundaa" ucapnya bernada
Nana tersenyum kecil melihat tingkah Rafael, tidak lama kemudian lelaki itu turun dari atas tangga sambil membawa tas laptop di tangannya.
"Ayo" ajak Rafael seraya menggandeng tangan Nana
Nana menahan tubuhnya agar tidak bergerak, "Di kancing dulu bajunya!"
"Ah Bundaa, panas..." rengek Rafael mengguncang pelan tangan Nana
Nana menghela napas. Sudahlah, setidaknya punggung lelaki itu tertutupi. "Ayo"
Mereka berjalan keluar dari unit apartemen Rafael, dan membuka pintu unit apartemen yang berada tepat di depan unit lelaki itu. Nana menganga, jadi ini yang Rafael maksud bisa menjaga dirinya 24 jam? Mereka benar benar berhadapan langsung. Nana tidak menduga ini.
"Password nya tanggal ulang tahun Bunda" ucap Rafael saat sudah berhasil membuka pintu itu
"Ayo, kita room tour!" kata lelaki itu riang. Nana tertawa sambil mengangguk. Rasa lemas di tubuh Nana sudah hilang tidak tersisa saat dirinya memasuki apartemen ini
"Disini ada 3 kamar. 1 di lantai bawah, yang 2 nya ada di atas. kamar yang di bawah gak jauh beda sama yang di unit Fael, jadi kita langsung keatas aja"
Rafael menaruh laptop nya di atas sofa ruang tamu, setelahnya dia langsung membawa Nana naik ke lantai 2, dan memasuki salah satu kamar yang pintunya berwarna putih, "Ini kamar utama, kamar Bunda. Fael sengaja pilih warna pink pastel, karna itu warna kesukaan Bunda" Nana melihat sekeliling ruangan itu, desain yang manis dan nyaman dipandang mata.
"Pintu yang pink itu kamar mandi" jelas Rafael
"Kamu tau warna kesukaan aku?" tanya Nana menatap Rafael. Tidak ada yang tau tentang warna kesukaannya ini, bahkan orang tua dan sahabatnya saja tidak tau. Yang mereka tau itu Nana pecinta warna gelap, karna gadis itu sering memakai pakaian yang berwarna gelap
"Tau dong, apasih yang gak Fael tau tentang Bunda" jawab Rafael bangga sambil menepuk-nepuk dadanya
Nana mengelus lengan Rafael sebagai tanda terima kasih, karna dia mengingat hal-hal kecil yang Nana suka.
"Bunda suka? Atau ada yang kurang cocok? Bilang aja sama Fael, nanti Fael ganti" Rafael menunduk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Nana
"Aku suka" jawab Nana cepat dengan senyum yang merekah di bibirnya
Rafael mendesah lega, dia menarik lembut tangan Nana untuk keluar dari ruangan itu. Keduanya turun menuju lantai bawah. Kali ini Rafael membuka pintu yang berwarna biru langit. "Ini ruang favorit Bunda, ruang teater" ucap Rafael mengajak Nana duduk di sofa dalam ruangan itu
Sofa disini lebih lembut dari pada di tempat Rafael, disini juga ada kasur kecil dengan bentuk bantal yang lucu di atasnya.
"Fael...aku suka ini!"
