19. Sakit

5.8K 172 0
                                    

Hari ini Nana bekerja dengan pikiran yang berkecamuk. Dari semalam dia sangat khawatir dengan Rafael, semalaman Nana menunggu telepon dari lelaki itu, tetapi yang di tunggu malah tidak menghubunginya

Sebenarnya Nana ingin menghubungi Rafael lebih dulu, tapi tertahan dengan ego nya, maaf.

Perempuan dan gengsinya.

"Na!" Nana tersentak mendengar pekikan Lea

"Lo ngapa sih bengong mulu?" tanya Lea

"Hah? Enggak, ada apa emang?" elak Nana

Lea menarik tangan Nana, mengajak gadis itu duduk di kursi yang ada disana. Entah kenapa hari ini restoran sangat sepi, dari tadi pagi hingga siang ini hanya ada beberapa pelanggan saja

"Rafael belum nelpon lo?" Nana menggeleng pelan

"Ck, telpon duluan aja!" decak Lea sebal

"Tapi Le, ak-"

"Gengsi gengsi, makan tuh gengsi! Kalo lagi begini tuh jangan mikirin gengsi dulu napa, Na!" ujar Lea ngegas mencoba menyadarkan sahabatnya ini

Nana mengangguk pelan, tangannya mulai bergerak mengambil ponsel yang ada di sakunya

"Rona!" panggil Samuel yang baru datang, baru saja Nana hendak menghubungi Rafael

"Kayanya si Samuel demen bener nyamperin lo, Na" bisik Lea

Samuel menghampiri mereka dengan alis yang mengernyit resah, "Rona, ayo ikut saya!" ujar Samuel cepat seraya menarik tangan kanan Rona

Lea yang melihat itu tidak tinggal diam, dia juga menarik tangan kiri Nana untuk menahan mereka "Ada apa ini? Rona harus kerja, Pak"

Samuel menghembuskan nafas kasar, "Rona sudah saya izinkan dengan atasannya, dia tidak akan masuk untuk hari ini dan besok,"

"Ini tentang Rafael. Jadi, tolong lepaskan dia" pinta Samuel seraya menatap Lea

Lea dengan segara melepaskan pergelangan tangan Nana, dia mendorong dorong pelan punggung Nana "Sana! Bawa aja bawa, Sana!"

Samuel tersenyum tipis sambil mengangguk pelan, dia mengajak Nana untuk segera pergi dari restoran

'Emang boleh ya, kerja izin izin terus?'


°°°°°

"Waktu saya masuk ruangan dia, saya ngeliat dia tidur di sofa, saya sudah bangunkan dia berkali kali dengan cara apapun, tapi dia tetap tidak bangun,"

"Saya langsung menghubungi dokter pribadi keluarga Rafael. Dokter itu bilang, Rafael terkena tipes, karna beberapa hari tidak makan dan kurang istirahat"

"Niatnya tadi saya mau bawa dia kerumah sakit, tapi dia tidak mau. Sedari dia bangun, dia cuma panggil nama kamu terus menerus"

Omongan Samuel terngiang ngiang di telinga Nana, gadis itu menatap Rafael dengan pandangan sendu. Rafael yang biasanya merengek kepadanya, sekarang hanya diam meringkuk diatas sofa dengan sebelah tangan yang tertancap infusan

 Rafael yang biasanya merengek kepadanya, sekarang hanya diam meringkuk diatas sofa dengan sebelah tangan yang tertancap infusan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nana merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan wajah Rafael, di ruangan ini hanya ada mereka berdua. setelah mengantarnya tadi, Samuel langsung pergi entah kemana.

"Nana.." gumam Rafael lirih dalam tidurnya

"Maaf...maafin Fael"

"Nana.."

Denyutan nyeri di dada Nana kembali hadir saat mendengar suara lirih Rafael. Nana tersenyum miris, dirinya benar benar merasa bersalah dengan lelaki ini. Tangan Nana bergerak menyingkirkan helaian rambut yang menutupi dahi Rafael. Mengelus lembut kepala lelaki itu

Rafael yang merasakan elusan itu membuka matanya perlahan, netra Rafael membola saat melihat gadis yang dirindukannya akhir akhir ini ada di hadapannya

"Nana.." ujar Rafael bergetar

"Hm?" Nana tersenyum lembut seraya mengusap lengan Rafael

Rafael bangun dari tidurnya sambil menatap Nana dengan mata berkaca-kaca, kedua tangannya memegang pipi Nana dengan bergetar "Nana ada di mimpi Fael" ujarnya seraya meneteskan air mata

Nana mengelus tangan Rafael yang ada di pipinya, "Ini bukan mimpi, Fael" ucap Nana lembut

Rafael menyeka air matanya dan langsung menampar pipinya sendiri. Sakit, ini benar benar bukan mimpi. Nana-nya ada di hadapannya

Rafael menatap Nana penuh kerinduan, dengan segera ia menerjang gadis itu dengan pelukan. Dia sudah tidak memperdulikan infusan yang sudah bercampur dengan darahnya

"Nana..hiks"

"Maafin Fael..hiks, Fael minta maaf...huhuu"

"Jangan...hiks, jangan tinggalin Fael"

"Jangan tinggalin Fael, Nana.."

Nana mengusap punggung Rafael yang bergetar hebat, Nana mendudukkan dirinya disamping Rafael sambil bersandar ke sofa "Maaf ya Fael, maafin aku" Mata Nana mulai berair sejak mendengar isakan Rafael

Rafael mengangkat wajahnya untuk melihat Nana, dia benar benar merindukan gadis di pelukannya ini. "Sakit" adu Rafael menatap Nana dengan bibir yang melengkung

Nana mengusap lengan Rafael yang sedang di infus, Rafael memindahkan tangan Nana ke dadanya "disini yang sakit, Nana" ujar Rafael disertai isakan pilu

"Nana...hiks, Nana kenapa jauh jauh dari Fael?"

"Fa-fael minta maaf kalau ada salah"

"Fael minta maaf sama Nana.."

"Tapi tolong...hiks, Fael mohon jangan jauhin Fael" Rafael menatap Nana dengan tatapan memohon di iringi air mata yang terus menetes

Nana membingkai wajah Rafael dengan kedua tangannya, dia menyeka air mata lelaki itu dengan lembut, "Maafin aku ya. Fael gak ada salah apapun sama aku, maafin aku yang udah jauhin kamu tanpa sebab"

"Udah ya, jangan nangis lagi. Mata kamu nanti sakit" Nana mengusap pelan kelopak mata Rafael

Rafael mengangguk memejamkan matanya menikmati elusan Nana sambil sesenggukan, dia mencoba menahan air matanya yang terus menerus ingin keluar

"Kangen, Fael kangen sama Nana" lirih Rafael

Nana merapihkan rambut Rafael, "Kangennya segimana?" tanya Nana seraya terkekeh

"Kangen banyak banyak, gak bisa di ukur" ujar Rafael dengan isakan yang masih tersisa

"Jadi, kalau mau ngurangin kangennya gimana?"

"Mau peluk lama lama" rengek Rafael

Nana tertawa sambil merentangkan tangannya, ah rengekan kesukaannya sudah kembali terdengar

RAFANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang