29. Resmi?

4.4K 144 3
                                    

Netra coklat madu itu perlahan terbuka. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah langit langit kamar berwarna putih.

Nana mengangkat sebelah tangannya yang terasa tertancap sesuatu. Infusan, otaknya berputar mencoba mengingat kejadian apa yang sudah terjadi hingga dirinya di infus

Kehujanan, tidur, surprise, pusing, pings-- Nana berdecak, bisa bisanya dia pingsan saat dikasih surprise

Gadis itu perlahan bangun untuk mendudukkan dirinya, menyenderkan punggungnya ke sandaran kasur rumah sakit. Di ruangan ini hanya ada dirinya dan juga Rafael. Lea dan Samuel sama sekali tidak kelihatan. Tatapannya turun melihat lelaki yang tengah tertidur dengan tangan yang di tumpuk sebagai bantalannya

'Nangis nih orang pasti' Batin Nana berujar yakin, seyakin-yakinnya

Nana melirik jam yang tertempel di dinding, menunjukkan pukul 6 pagi. Mengerutkan keningnya, sebenarnya dirinya pingsan atau ketiduran, kenapa lama sekali

Tangan Nana bergerak menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah Rafael. Mata lelaki itu terlihat sangat sembab dengan hidung yang memerah

Nana meletakkan telunjuknya di depan hidung Rafael, memastikan deru nafas lelaki itu. Benar saja dugaannya, nafas Rafael tersendat sendat.

Gadis itu mengusap pipi Rafael lembut, mencoba membangunkan nya tanpa membuat lelaki itu terkejut.

Merasakan usapan di pipinya, Rafael membuka matanya yang terasa perih karna terlalu lama menangis. Dia hendak mengucek matanya namun tangannya di tahan, "Kebiasaan"

Jantung Rafael berdetak tak karuan, dia dengan cepat mendongak untuk melihat pemilik suara itu. Dada yang semalaman terasa sesak berangsur-angsur lega karna melihat gadisnya yang sudah bangun. Matanya sudah berkaca-kaca saat tatapannya bertemu dengan mata teduh Nana

"....B-bunda"

Nana tersenyum, dia menyeka air mata yang mulai turun dari kelopak mata lelaki itu. "Kenapa nangis? Kan aku yang sakit" ujarnya dengan sedikit candaan

Rafael memeluk perut Nana erat, dia menggelengkan kepalanya sambil terisak, "Bunda...hiks, maafin Fael.."

Rafael benar benar sudah tidak tahu harus melakukan apa lagi selain meminta maaf, "Ini bukan salah kamu" ujar gadis itu seraya mengusap lembut rambut Rafael

Bukan tanpa alasan Nana berbicara seperti itu. Setelah mengenal dekat Rafael, sudah lumayan banyak yang Nana tahu tentang sifat lelaki itu. Salah satunya ini, Rafael pasti sudah menyalahkan dirinya habis habisan karna kejadian ini. Menyalahkan diri sendiri sudah seperti hobi bagi lelaki itu

"Fael salah...hiks, Fael tinggalin Bunda sendiri"

"F-fael udah bikin Bunda kehujanan"

"Fa--"

"Hey" ucapan Rafael terpotong saat kepalanya diangkat dari perut gadis itu

"Aku kehujanan bukan karna kamu, itu emang udah waktunya hujan aja, Fael"

"Hobi banget nyalahin diri sendiri" Nana menggeser tubuhnya, dia menepuk space kosong yang ada di sampingnya, "Sini"

Sambil sesenggukan Rafael bangun dari bangkunya, dia mendudukkan diri di samping Nana. Kembali memeluk erat gadis itu, dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Nana

"Maafin Fael, Bunda..."

"Janji...hiks, gak bikin prank prank kayak gitu lagi"

"Udah ah nangisnya, mata kamu nanti bengkak" Nana menepuk nepuk pelan punggung Rafael

RAFANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang