Selama perjalanan, tidak ada yang membuka suara sama sekali. Rafael yang biasanya tidak bisa diam, kini menutup mulutnya sedari tadi.
Nana mencolek lengan Rafael, "Hey, udahan dong cemberutnya"
Rafael tidak merespon, lelaki itu tetap menyetir dalam diam. Nana menghela napas pendek. Biarlah, nanti juga merengek lagi
Kost tempat Nana tinggal sudah terlihat, dan tidak lama kemudian mobil yang dikendarai Rafael berhenti.
Lelaki itu tidak menolehkan kepalanya sama sekali, dia menatap kedepan dengan tatapan datarnya. Tidak, Nana tidak akan membiarkan Rafael pergi dengan kondisi hati yang tidak senang.
Nana memiringkan tubuhnya menghadap kearah Rafael, "Fael, nanti kan ketemu lagi. Aku harus pulang sekarang" ujarnya yang tidak di tanggapi oleh lelaki itu
Tangan Nana terulur untuk memegang lengan Rafael, tapi sebelum tangannya mendarat sudah mendapat tepisan dari sang empu.
Nana sedikit tersentak, karna baru ini dirinya mendapat tolakan dari Rafael. Nana jadi malu. Dia menurunkan kembali tangannya dan ikut terdiam sama seperti lelaki disampingnya ini.
Rafael menatap tangannya dengan mata yang bergetar, dia tidak bermaksud menepis tangan gadisnya, sungguh. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat disertai denyutan yang tidak mengenakkan
Mengepalkan kedua tangannya resah, dia dengan cepat membuka seat belt nya dan langsung menubruk Nana dengan pelukan.
"Maafin Fael, Fael gak bermaksud gitu" ucapnya dengan suara yang bergetar
Nana diam tanpa ada niatan untuk membalas pelukan Rafael, "Bunda...jangan diem aja, Fael minta maaf" Rafael mendongak menatap Nana dengan wajah yang sudah memerah menahan tangisan
Nana menatap datar lelaki ini. Jika Rafael saja bisa mendiamkan nya, Nana juga bisa.
Melihat tatapan Nana, membuat tubuh Rafael bergetar hebat. Dia menundukkan kepalanya seraya menggeleng beberapa kali. Ini salahnya, ini salah tangannya yang tadi menepis tangan gadisnya.
'Tangannya nakal..hiks' Batin Rafael terisak
Rafael melepaskan pelukan dan menatap diam telapak tangannya. Nana masih memperhatikan apa yang akan dibuat oleh lelaki disebelahnya ini.
Tindakan Rafael selanjutnya membuat Nana membelalakkan matanya. Lelaki itu berkali kali membenturkan tangannya disetir mobil dengan keras, hingga terlihat memerah
Nana dengan cepat menariknya, dia menatap tajam Rafael yang sedang terisak itu. Lelaki ini memang hobi menyakiti dirinya sendiri atau gimana
Rafael menatap Nana dengan bibir yang melengkung kebawah, dia menutup mata Nana dengan telapak tangannya
"B-bunda...gak boleh tatap tatap kayak gitu!" pinta Rafael sesenggukan
Nana menurunkan telapak tangan Rafael yang menghalangi penglihatannya, ia menghela nafas pelan sambil melihat lelaki di hadapannya ini
"Kalo ada yang bikin kamu gak seneng itu ngomong, bukannya diem. Kamu kira aku bisa baca pikiran manusia? Kemarin kamu suruh aku nginep, aku turutin. Sekarang aku harus pulang, aku punya tempat tinggal sendiri. Aku gak bisa nyerahin semua tugas rumah sama Lea. Kamu ngerti aku kan, Fael?" Nana berusaha tidak meninggikan suaranya didepan Rafael
Nana paham, Rafael pasti kesepian. Dia membutuhkan seseorang untuk duduk disampingnya. Dari sikap lelaki itu dan juga omongan Samuel tempo hari, Nana jadi mengerti. Rafael butuh perhatian, dia kurang kasih sayang dari orang orang terdekatnya.