Terbaring tak sadarkan diri di ruang gawat darurat, dikelilingi dokter dan perawat yang bertindak cepat. Alat-alat medis berbunyi terus-menerus, memecah keheningan dengan suara bip yang monoton. Xiaozhan kritis-
Wajahnya pucat, darah masih mengalir deras dari beberapa lukanya, membasahi hampir seluruh pakaian yang dipakai.
Yibo berdiri di luar ruangan, matanya merah, dipenuhi air mata yang tertahan, dan tangannya gemetar memegang erat gagang pintu. Dia bisa merasakan napasnya sendiri yang berat dan sesak, seolah-olah dunia di sekitarnya mulai runtuh. Satu-satunya pikiran yang memenuhi benaknya adalah Xiaozhan,- dia tidak bisa kehilangan Xiaozhan, tidak sekarang, tidak pernah.
Di dalam, mereka memutuskan untuk melakukan operasi darurat, menghentikan pendarahan yang tak terkendali.
Dokter keluar sebentar untuk memberi tahu Wang Yibo tentang situasi di dalam.
"Tuan...," kata dokter dengan suara berat. "Kami harus segera mengeluarkan bayi nya. Jika tidak... kondisinya bisa memperburuk keadaan istri anda. Saat ini, yang terpenting adalah menyelamatkan nyawa pasien Xiao Zhan.""Bayi nya sudah meninggal. Tidak ada detak jantung yang terdeteksi, dan kondisinya tidak mungkin diselamatkan."
Yibo merasa seolah-olah jantungnya berhenti berdetak. Kakinya hampir tak mampu menopang tubuhnya, bersandar pada dinding untuk tidak terjatuh. Air mata yang tadi tertahan kini mengalir deras di pipinya.
Yibo, dengan gemetar, hanya bisa mengangguk. Dia tidak bisa berkata apa-apa, hanya berdiri di sana, merasa lemah dan tak berdaya. Pikirannya terus berputar - bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa ini harus terjadi.
Di ruang operasi, dokter dan timnya segera melakukan prosedur.
Waktu berlalu perlahan, tiap menit terasa seperti jam. Xiaozhan masih mengalami pendarahan hebat, dan meskipun mereka telah melakukan segala yang mereka bisa, tubuh Xiaozhan tak menunjukkan tanda-tanda membaik.
Akhirnya, setelah beberapa jam yang sangat panjang, Xiao Zhan dipindahkan ke ruang perawatan intensif dalam kondisi koma. Dokter mengatakan pendarahan telah berhenti, akan tetapi Xiao Zhan masih dalam kondisi kritis.
"Untuk saat ini, dia berhasil diselamatkan, tapi kondisinya masih kritis, dan harapannya... masih sangat rendah."
Kalimat dokter itu terus terngiang di benaknya, mengisi pikirannya dengan ketakutan. Yibo berdiri di sana, membeku, tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Perlahan, dia bersandar ke dinding, mengatur napas yang terasa sesak.Di ruang perawatan intensif, suasana terasa sunyi, hanya terdengar suara alat-alat medis yang terus berbunyi. Xiao Zhan terbaring diam di atas ranjang, tubuhnya terlihat begitu lemah. Beberapa infus dan monitor terpasang di sekelilingnya, kondisinya masih jauh dari stabil.
Yibo berdiri di samping tempat Xiaozhan, wajahnya menunduk menatap sendu. Air mata yang tadi membasahi pipinya kini telah mengering dibalik masker, hatinya masih terasa seperti diperas.
"Xiaozhan..." bisiknya pelan, suaranya serak karena terlalu banyak menangis. "Aku di sini. Bertahanlah untukku, Xiaozhan. "
Tatapan nya terus tertuju pada wajah istrinya yang tampak begitu damai dalam koma nya.
Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain menunggu. Ia bahkan belum sempat memberitahu semua keluarganya tentang apa yang terjadi. Ia merasa mereka harus tahu, tapi di sisi lain, ia merasa belum siap menghadapi mereka."Kenapa aku begitu bodoh." Gumamnya penuh penyesalan. Merasakan beban kesalahan yang menekan begitu berat di pundaknya. Andai saja dia bisa memutar waktu.
Dia merasa waktu berlalu begitu lambat. Rasanya seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tiada akhir.
.
.
Waktu terus berlalu. Jam demi jam, hari demi hari, Yibo sering di dekat Xiao Zhan, berdiri di luar ICU dan sesekali melihatnya dari dekat, dia hanya beristirahat sesaat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sementara itu, dokter dan perawat terus memantau kondisi Xiao Zhan. Setiap perubahan kecil, setiap sinyal peningkatan, menjadi secercah harapan baginya yang menantikan keajaiban.
