Vote and comentBerjalan menelusuri koridor berkramik putih. Mataku tak henti memandang ke segalah arah.
Bangunan yang berbaris rapih dengan warna yang sama.
Lapangan berumput yang terlihat sedikit basah.Aku berjalan mengikuti langkah pemuda yang ada tepat di depanku. Beberapa orang berjalan melewatiku sambil melihat ku dengan raut wajah terkejut.
Sekarang aku berada di sebuah sekolah menengah atas. Sekolah yang sangat luas,terkesan mewah.
Setelah dua minggu kepulanganku dari rumah sakit, ayah mengatakan bahwa aku sepertinya sudah bisa sekolah kembali.
Aneh rasanya aku kembali bersekolah. Aku sudah usai bersekolah, aku juga sudah menggapai cita-citaku menjadi seorang dokter.
Jadi sekarang apa tujuan hidupku disini. Ehmm mungkin menikmati hidupku bersama keluargaku. Bukankah itu hal yang kurang dalam hidupku sekarang.
Aku sempat kehilangan keluarga. Hidup sendiri itu tak seindah cerita orang. Sangat sulit, apalagi bagi diriku yang susah berbaur dengan lingkungan sekitarku.
Tak ada lagi kata bunda, ayah, kak Angkasa, dan kak langit. Dua minggu setelah kepulangaku dari rumah sakit, aku terbiasa mendengar kata Mama dan Papah yang keluar dari mulut kak Angkasa dan kak Langit.
Dan untuk Kak Langit, dia tidak mengijinkan ku memanggil nya dengan sebutan kak. Katanya itu sebutan untuk kakak perempuan.
"Jangan panggil kak, kamu pikir abang perempuan"
Begitulah kalimat yang selalu di katakan kak Langit ketika aku memanggil namanya dengan sebutan 'Kak'.
Kata mereka sekarang aku sudah duduk di kelas 2 Sma.
Aku melihat siswa dan siswi sekolah ini sudah masuk ke kelasnya masing - masing sehingga hanya sedikit siswa yang berlalu lalang.
Sekolah ini sangat berbeda jauh dengan sekolahku yang dulu. Wajar saja di sekolah ini tempat bersekolahnya anak dari kalangan atas.
Jadi begini yah sekolah orang kaya.
Brak..
"Aduh, maaf - maaf " kataku pada seorang siswi yang tak sengaja aku tabrak. Buku yang di bawanya jatuh keatas lantai.
Dengan mengucapkan kata maaf aku membantu dia memungut buku-buku yang berceceran.
Siswi dengan rambut sebahu itu terseyum .
" Iya gak papa" katanya berlalu pergi.
Aku melihat kedepan, tidak ada orang, kemana perginya laki-laki tadi. Bukankah di tadi ada di depanku. Mengapa dia menghilang begitu saja, aku belum tau di mana letak kelasku.
Apa dia pergi meninggalkan ku, mengapa dia sangat menyebalkan.
Dia tidak berubah tetap menyebalkan.
Saat pertama kali aku bertemu dengannya, dia sudah sangat menyebalkan. Dan sekarang dia meninggalkanku di depan sebuah kelas yang aku tak tau kelas siapa.
"Kemana sih itu anak, cepat banget ngilang nya" gerutuhku sambil mencari-cari sang empuh.
"Siapa? "
Aku memutar badanku .
Puk...
Aku mengelus keningku yang terasa sakit ketika tak sengaja membentur dagu seseorang.
"Ehhh, sejak kapan lo di belakang gue?" tanyaku sengit padanya.
"Sejak Pak Jokowi jadi presiden" jawabnya asal.
"Gak jelas banget" ucapku memutar bola mataku.
"Kalo jala tuh pake mata, jangan gunain mata lo buat hal yang gak guna"
Aku tau dia sedang menyindirku meski wajahnya tak melihat ke arahku.
"Iya ,gue lupa tadi pake mata, soalnya gue kalo jalan itu pakek kaki".
"Terserah lo deh" katanya, melanjutkan perjalananya.
Dia Bima.
Orang yang aku temui di rumah sakit. Putra satu-satunya dari tante Kinan dan dokter Arsha.Aku baru tau ternyata dokter Arsha itu suami dari tante Kinan. Dan Bima adalah anak mereka. Kata Bunda Bima itu temanku, tapi kenapa aku merasa dia tidak pernah mencerminkan aurah pertemana denganku.
Bicara saja dia hanya sedikit, dia bicara saat ada yang perlu saja denganku. Itukah yang dinamakan teman dari kecil.
Dan ternyata dia dan keluarganya tinggal di sebelah rumahku,yang berarti dia itu tetanggaku.
Setiap hari aku selalu melihatnya. Dia jarang bicara tapi sekali bicara ngajak ribut.
Langkah Bima berhenti didepan sebuah kelas. Bima berjalan memasuki kelas itu, aku mengikuti Bima dari belakang.
Suarah berisik yang di sebabkan oleh siswa dan siswi di kelas ini membuat indra pendengaranku terganggu.
Tidak ada guru di kelas ini, mungki mereka jam kosong. Aku memperhatika Bima yang sedang bicara denga seorang siswa berkacamata. Mereka terlihat serius, sesekali Bima dan siswa itu melihat ke arahku.
"Sini tas lo"
"Buat apa? "
"Udah sini ribet amat sih" kata Bima, mengambil tasku dari punggunhku. Bima berjalan ke sebuah bangku yang ada di pojok paling belakang. Dia meletakkan tasku di sebuah bangku ,di sebelah siswi berhoodei hitam.
"Disini kelas lo, dan ini sekarang tempat duduk lo. Gue kekelas dulu, belajar yang benar" ujar Bima kepadaku lalu pergi begitu saja.
"Ehhh, tunggu! "
Panggilku pada Bima.
"Apaan lagi? " Bima membalikkan badannya kembali menghadap padaku.
"Hm, ini beneran kelas gue?" tanyaku, memperhatikan semua interaksi siswa dan siswi di kelas ini.
Semua masih asik dengan kegiatan masing-masing.
Mungkin hanya siswa berkaca mata tadi dan siswi berhoodei hitam ini yang baru menyadari kehadiranku.
Bima tersenyum mengejek.
" Gak mungkin gue bawa lo ke kelas orang lain,udah sana duduk" perintahnya, lalu mendorongku agar segera duduk dibangku ku.
"Coba perhatiin semua wajah teman sekelas lo, pasti gak asing" ucap Bima sebelum pergi.
"Apanya yang gak asing?.Gak ada yang gue kenal" gumangku kesal.
Ada sedikit rasa cemas dalam hatiku, aku takut seperti dulu tidak mempunyai teman saat di sekolah. Rasanya tidak enak.
Sepertinya ini kesempatanku untuk memperbaiki sifat pendiam ku. Aku ingin seperti yang lain mempunyai banyak teman.
"ASTAGFIRULLAH!, Ada bidadari kesasar!"
Lorong waktu 12.
Salam hangat 😄😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong waktu [END]
Teen FictionDon't forget follow me *=* Hidupku berubah saat aku menemukan lorong yang aneh. Aku pernah mendengar cerita lorong waktu dari kedua kakak laki - lakiku. Mereka bilang mereka ingin membuat benda yang bisa membawamu ke sebuah lorong waktu , sungguh m...