29

15 2 0
                                    


 
Sebisa mungkin aku menahan mulutku agar tidak membalas ocehan Dewi. Sejak tadi dia terus berbicara padaku.

Tidak kah dia sadar, jika sekarang sedang banyak orang yang berlalu lalang. Jika aku membalas atau menjawab perkataannya, bisa saja orang mengatakan bahwa aku ini sudah gila, karna berbicara sendiri.

Mereka tidak bisa melihat Dewi.

Sesuai perkataan Dewi kemarin sore, aku harus membantu Shelia.

Aku masih tidak mengerti apa yang harus aku bantu untuk Shelia. Untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam kepalaku, sepertinya aku harus mengikuti perkataan Dewi.

Aku melewatkan jam istirahat hanya untuk mengikuti keinginan Dewi.

"Raaaa,, kalo gue nanya harusnya lo balas bukannya malah diam aja"

Masih sama seperti tadi, aku pura-pura tidak mendengar Dewi.

"Gue doa'in lo bisu! "

Ingin rasanya aku berteriak di depan wajah Dewi, membalas teriakkanya di kupingku.

Aku melihat sekeliling, tidak ada orang. Sepertinnya ini tempat yang baik untuk membalas perkataan Dewi tadi.

Tangan kananku terayun untuk memukul kepala Dewi, tapi hanya udara yang berhasil aku pukul.

Tanganku menembus kepalanya.

"Dewi,,,, lo sadar gak sih. Gak ada yang bisa liat lo. Sedari tadi lo ngajak gue bicara, kalo gue jawab orang bakalan bilang gue aneh karna bicara sendiri" ungkapku panjang lebar pada Dewi.

"Lo tadi doa'in gue jadi bisu, tarik kata-kata lo Dewi. Kalo gue bisu, lo gak bakalan punya teman yang bisa di ajak bicara" sambungku.

"No,,,, bagus dong kalo lo gak bisa bicara"

Ingin rasannya aku menjitak kepala Dewi, tapi aku sadar jika itu percuma saja. Aku tak dapat menyetuhnya.

Mencoba mengalihkan pembicaraan, aku bertanya pada Dewi.

"Wi, lo mau bawak gue kemana?. Dari tadi lo ngajak gue jalan tapi gak tau  mau kemana? ".

"Kita ke gudang, kayaknya di sana sepi" jawab Dewi.

Setelah menjawab pertanyaanku Dewi kembali melangkahkan kakinnya menuju gudang. Aku mengikuti langkah kaki Dewi dari belakang.

Memang benar kata Dewi gudang itu tempat yang sepi. Aku masih ingat kejadia digudang Dimana aku pingsan karna ketakutan melihat Dewi.

Wajahnya pucat dan matanya mengeluarkan darah. Siapa yang tidak takut melihat hal seperti itu.

Dari sini aku  sudah bisa melihat pintu gudang. Jarak gudang denganku sudah tidak terlalu jauh.

Aku menghentika langkahku. Dari tempatku saat ini aku melihat Melsa, dia berjalan terburu-buru. Keningku berkerut, bukankah kata Melsa dia ingin keperpustakaan.

Kaki ku yang tadinnya hendak melangkah kegudang ku urungkan. Aku penasaran dengan Melsa, dia terlihat tergesah-gesah. Seperti ada yang mengejarnya.

Aku memutar arah jalanku, menjadi mengikuti Melsa. Dengan langkan yang lebar aku berjalan  mengikuti Melsa.

Teriakan Dewi terdengar seperti angin lalu di telingaku, aku tidak menghiraukannya.

Begitu luaskah sekola ini. Aku baru pertama kali melewati lorong ini.

Tidak ramai, tapi masih ada beberapa orang yang ada di sini.

Mataku masih saja melihat Melsa yang terus berjalan. Hingga aku tak dapat melihat dia lagi ,saat gadis itu berbelok ke arah kiri.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang