Bunyi bel sekolah tanda jam pelajaran pertama telah usai terdengar jelas di indra pendengaranku. Aku menyimpan buku fisika yang ada di mejaku, menggantinya dengan buku pelajaran ekonomi.Aku menoleh pada pulpen yang terjatuh dari atas mejaku. Aku hendak mengambilnya, tapi tangan berkulit putih seseorang mendahului aksiku.
Aku mengangkat wajahku, lalu tersenyum pada orang yang kini berdiri di depanku. Siswi yang mengenakan jepit rambut itu membalas senyumku.
"Makasih" ucapku kepadanya.
"Emm.. Emm. Anuh...Pipi lo masih sakit?. Sori ya, tadi gue gak sengaja" kata Sartika padaku seraya mengembalikan pulpenku.
"Gak papa"
"Sumpah gue gak sengaja! "
"Iya gak papa"
Aku tau jika Sartika tidak sengaja. Sebagai manusia yang baik aku akan memaafkannya.
"Seriuskan lo gak marah. Lo gak dendam sama gue?! "
Aku bingung harus berkata apa lagi kepadanya, aku sudah memaafkannya. Mengapa dia tidak percaya denganku.
"Enggak" jawabku sambil menggelengkan kepalaku.
Sartika hendak mengeluarkan suara lagi, tapi terhenti saat guru mata pelajaran selanjutnya telah memasuki kelas.
Berada di bangku belang ternyata tidak begitu buruk, malah kesannya lebih bebas. Tapi tetap saja saat ingin menyalin tugas yang ada di papan tulis aku harus sesekali berdiri.
Untuk pertama kalinya saat sekolah aku duduk di bangku paling belakang. Biasanga aku selalu duduk di barisan paling depan.
Terkadang aku tertawa dalam hati. Sekarang aku bukanlah lagi seorang dokter yang selalu bekerja mengobati orang yang sakit di rumah sakit.
Tapi seorang gadis yang duduk di bangku sma dengan seragam abu-abu yang melekat pada tubuhnya.
🍂🍂🍂
Untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kantin sekolah yang baru aku datangi beberapa hari ini.Sangat ramai.
Dan berisik.
Jika saja Sartika tidak menarik paksa diriku, mungkin aku tidak akan berada di tengah lautan siswa ini sekarang.
Sartika mengajakku ke kantin, katanya dia ingin meneraktirku sebagai permintaan maaf. Awalnya aku menolaknya, tapi gadis itu terus bersikukuh mengajakku.
Saat aku mengangguk mengiyakannya, Sartika langsung saja menarikku keluar dari kelas.
Melakukan hal yang sama, aku juga menarik tangan Melsa yang sedang membaca buku di bangkunya.
Dapat aku rasakan Melsa terkejut saat aku menarik lengannya tadi.
"Oke kita duduk di sini! " Sartika menghentikan langkahnya di depan sebuah meja. Dia menyuruhku dan Melsa duduk di sana, sementara gadis itu pergi memesan makanan.
Aku melihat Melsa yang duduk di sampingku. Dia menundukkan wajahnya kebawah. Aku juga melihat Melsa yang meremas kedua tangannya.
"Lo kenapa? "
Tak ada sahutan dari sang empuh,
aku menepuk bahunya."Ak.. U gak papa. Aku balik deluan ke kelas ya"
"Kenapa? " tanyaku penasaran, Melsa terlihat seperti orang yang sedang menahan rasa takut.
"Gak kenapa-kenapa kok"
"Lo gak lapar? "
Ku lihat Melsa yang menggeleng. Aku dapat melihat jelas raut ketakutan di wajah Melsa. Entah apa yang mengajal di pikiran perempuan itu sampai-sampai tampak jelas di wajahnya jika dia sedang ketakutan.
Dengan tangan yang saling meremas Melsa pamit kepadaku lalu pergi.
Aku masih menatap kepergian Melsa yang semakin menjauh. Emm mungkin gadis itu tidak suka keramaian.
Suara benda yang diletakkan di meja membuatku menoleh.
"Loh Melsa kemana? "tanya Sartika, seraya meletakkan satu porsi nasi goreng di depanku, tak lupa dengan satu botol air mineral.
"Ke kelas katanya gak laper" balasku.
"Lah gue udah terlanjur bawak tiga porsi nasi goreng ,satu buat dia. Tapi gak papa deh" ujarnya kepadaku.
Aku menatap Sartika saat gadis itu menggabung nasi goreng miliknya dan nasi goreng yang dia pesan untuk Melsa tadi.
"Biasa aja dong liatinnya. Tenang aja pasti gue habisin kok" Sartika terkeke melihat wajahku yang menatapnya.
Sebenarnya aku tidak begitu lapar,tapi Sartika sudah terlanjur memesan nasi goreng untuk ku. Tidak mungkinkan aku menolaknya, aku takut nanti dia sakit hati.
"Nama lo Aeera kan? "pertanyaan itu muncul dari mulut Sartika setelah dia menelan hasil kunyahannya. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Tadi pas gue masuk ke kelas gue pikir lo itu anak baru.Terus gue tanya ama teman sebangku gue nama lo siapa, waktu dia bilang nama lo itu Aeera..." Sartika mejedahkan kalimatnya sejenak, dia membuka botol air mineral miliknya ,lalu meneguk nya beberapa kali.
"Gue jadi keingat sama teman lo waktu kelas sepuluh dulu. Namanya itu Dewi, dia teman dekat lo kan? "sambungnya, ada kalimat bertanya dalam ucapan Sartika barusan.
"Dewi? "tanyaku, aku tidak pernah memiliki teman yang bernama Dewi.
"Iya ,dulu waktu kelas sepuluh lo sama dia itu satu bangku, pas banget bangku Dewi sama lo itu di belakang gue" Sartika kembali memasukka satu sedok nasi goreng ke mulutnya.
" Gue kenal Dewi karna dulu kita satu sekolah pas SD. Tapi gue heran, kenapa lo sama Dewi tiba - tiba aja gak perna masuk sekolah. Gak ada kabar tentang kalian berdua. Btw, mumpung lo udah disini gue mau nanya lo sama Dewi pergi ke mana sampai-sampai gak sekolah lebih dari satu semester? "
Aku bingung harus menjawab apa.
Mungkin Sartika belum tau jika aku waktu itu sedang kecelakaan. Ehhh, bukan aku yang kecelakaan, emm mungkin Aeera yang ada di tempat ini.
"Gue gak ingat" aku bingung ingin berkata apa.
"Buset, kok gak ingat. Kayak orang habis kecelakaan aja lo terus amnesia" Sartika tertawa setelah berkata begitu.
"Iya"kataku padanya dengan serius.Tawa Sartika tiba-tiba berhenti,wajahnya berubah serius.
"Lo serius? " aku mengagguk, sabagai tanda iya untuk pertanyaan Sartika barusan.
" Lo gak ngerasa familiar ama muka gue?, lo ngak ngerasa perna lihat gue" aku menjawab setiap pertanyaannya dengan gelangan kepala.
"Gue kira lo ngerasa kek kenal gue. Daritadi gue ngomongi tentang lo dan Dewi, gue pikir lo tau kalo gue teman sekelas lo.Tunggu, lo kenal Dewi gak?"
Dewi?, Aku tidak mengenalnya. siapa Dewi ini, di awal aku masuk ke kelas pun ada yang mengingatku karena Dewi.
" Enggak"
"Buset dah, lo serius kan gak bohong. Tapi kalo di liat dari muka lo sih emang keliatan kalo lo gak bohong"
"Jadi dari tadi gue ngajak lo ke kanti, terus makan bareng sama gue, kok lo mau aja. Lo bilangkan gak kenal gue".
"Lo yang paksa gue. Tadi waktu di kelas gue udah nolak . Lo yang narik tangan gue tadi"
"Gue narik tangan lo karna tadi lo ngangguk, berati lo setuju"
"Gue iya'in tadi karna lo maksa"
"Gue dari tadi ngomong sama lo, gue kira lo tau gue itu teman sekelas lo waktu kelas sepuluh".
Ingatanku dengan ingata Aeera yang kalian kenal jauh berbeda, kataku dalam hati.
Lorong waktu 17.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong waktu [END]
Teen FictionDon't forget follow me *=* Hidupku berubah saat aku menemukan lorong yang aneh. Aku pernah mendengar cerita lorong waktu dari kedua kakak laki - lakiku. Mereka bilang mereka ingin membuat benda yang bisa membawamu ke sebuah lorong waktu , sungguh m...