32

13 2 0
                                    


Vote dan komen.
Selamat membaca, semoga terhibur').

Aku menahan nafas, jantungku seakan berpacu sangan cepat. Aku merasa ada perasaan aneh dalam diriku.

Aku memcoba tetap tenang.
Beberapa kali aku menarik nafas dalam-dalam.

Sebelumnya aku juga pernah merasakan seperti ini.

Aku berharap ini cuma rasa canggung, bukan yang lain.

Semoga.

Bima menarik anak rambut yang ada di dekat telinganku.

Aku merasakan semua rambutku di genggam nya. Lalu sebuah gerakan yang di lakuka berulang-ulang ku rasakan pada rambutku.

Aku meringis dalam hati, mengapa jantungku berdetak sangan cepat. Semoga saja Bima tidak mendengarnya.

"Udah, gak gerah lagi kan? " tanya Bima.

Aku mengganguk pada Bima yang kini sudah ada di depanku.

Aku menyetuh rambuku yang di ikat Bima.

"Cocok deh lo jadi tukang salon" kata ku terkekeh.

Bima tidak membalas perkataanku. Tangan kanannya sibuk merapikan rambut bagian depan.

Aku mendorong tubuh Bima dengan pelan.

"Jangan dekat-dekat" Ujarku padanya.

Aku merasa posisinya terlalu dekat denganku, ketika dia merapikan rambutku.

Ahhggrr, jantungku kembali berdetak cepat saat melihat seyum Bima.

Sebelumnya, aku biasa saja jika dia terseyum.

"Lo gak sekolah? " tanyaku, mencoba menghilangkan rasa gugupku.

"Tanggal merah" jawabnya singkat.

"Kayaknya gak ada tanggal merah deh hari ini" ucapku.

Seingatku tidak ada tanggal merah pada bulan ini, apa aku salah lihat?.

"Ada kok, lo aja yang gak tau" balasnya seraya memakan buah apel yang dia bawa untukku tadi.

"Lo gak bosan disini. Mau jalan-jalan?" tawar Bima padaku.

Jika di tanya bosan atau tidak, tentu saja aku bosan disini.

Hanya berbaring.

Tak ada kegiatan lain.

"Kemana? "

"Ini rumah sakit pasti punya taman. Ke sana aja"

"Yau udah, ayok" kataku sambil membuka selimut yang menutupi kakiku.

Aku sudah berdiri dari tempatku tidur tadi. Kaki ku hendak melangkah, tapi perkataan Bima menghentikan aksiku.

"Lo pake kursi roda aja. Badan lo pasti masih lemas"

"Gak usah, gue bisa jalan kok"

"Tunggu di sini biar gue ambil kursi roda nya"

"Gak usah, gue bisa jalan"  kataku menahan Bima agar tidak mengambil kursi yang berroda itu.

"Enggak Ra, nanti lo kecapean kalo jalan. Gue gak sanggup gendong lo, berat"

Aku memukul perut Bima.

Apa dia barusaja mengatakan aku berat, itu berarti dia secara tidak langsung mengatakan aku gendut.

"Becanda" ucap Bima sambil tertawa pelan.

"Tunggu sebentar biar gue ambil dulu" katanya melepas tanganku yang menahan nya.

Aku mengendus kesal.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang