16

24 3 0
                                    

"Hai, everybody!. Gue Sartika Angelina udah kembali!" teriakan itu berasala dari seorang siswi yang berada di ambang pintu.

Siswi dengan jepit rambut berwarna kuning keemasan yang berada di rambut panjangnya itu berteriak dengan hebo. Dia membawa sesuatu di tangannya.

Sebelumnya aku belum pernah melihat siswi itu, mungkin dia dari kelas sebelah yang ingin mengunjungin temannya di kelas ini.

Siswi itu berjalan ke menja paling depan dan meletakkan sesuatu di depan dua orang siswi yang duduk di meja itu.

Mereka bertiga terlihat sedang berbicara sambil sesekali tertawa bersama. Nampaknya siswi itu sangat ramah.

Aku memutuskan perhatianku pada siswi itu, aku kembali fokus pada buku cerita yang kubaca. Sebenarnya aku tidak terlalu suka membaca buku cerita tapi entah mengapa melihat buku cerita yang bertumpuk di kamarku, membuat aku penasaran dengan isinya.

Aku juga tidak sukan membaca buku pelajaran ,itu membuat aku bosan. Aku lebih tertarik menonto televisi dari pada membaca.

Suara geseran bangku di sebelahku menarik perhatianku, aku terseyum pada perempuan yang barusaja duduk di sampingku.

"Tumben lama Mel?. Biasanya lo orang pertama yang datang di kelas ini. " tanyaku pada Melsa yang sudah duduk di sampingku. Tunggu, dia terlihat berantakan.

Dengan wajah menahan gugup Melsa menjawab.

"Tadi aku bangunya telat"

Tanganku terangkat untuk merapikan rambut Melsa. Rambutnya sedikit basah, mungkin itu keringatnya.

"Cieee yang baru pulang liburan!.
Yang baru pulang liburan mah auranya beda!. "

Aku hafal dengan suaran yang selalu berteriak itu.

" Jelaslah auranya beda, orang baru pulang liburan"

Ero sedang berbicara dengan siswi tadi, sepertinya mereka punya kesamaan,  sama-sama suka berteriak.

"Mana atuh neng oleh - oleh buat a'a"

"Sori ya Budiman ,uang gue gak sudi di pake buat beli sesuatu untuk lo"

"Elleh, bilang aja lo gak punya duit. Dasar kere. Sok-sokan pergi liburan tapi dianya kere".

Perkataan Ero mengundang gelak tawa dari seluruh penghuni kelas.
Itu membuat siswi itu geram dengan Ero.

Siswi yang bernama Sartika itu berjalan ke arah Ero. Sebelum sampai ke meja Ero, Sartika mengambil sesuatu dari meja siswa yang ada di sampingnya lalu melempar benda itu ke arah Ero.

Dengan sigap Ero menghindari lemparan itu.

"Wlee, gak kena, gak kenak" ejek Ero kepada Sartika.

Ero berlari ke arah mejaku dan sembunyi di samping ku.

"Tolongin pangeran, pangeran lagi di kejar penyihir jahat" katanya padaku.

Aku tertawa dalam hati mendengarkan perkataan Ero, yang memgatakan dia pangeran dan menyebut Sartika sebagai penyihir.

"Banci lo Budiman. Lo buat cewek sebagai perisai lo".

Itu suara Aktara teman sebangku Ero, juga temannya yang selalu berdebat dengannya.

Meski aku sering melihat mereka beradu mulut tapi  aku tidak perna  melihat jarak terciptakan dalam pertemanan mereka berdua.

Aku baru mengetahui nama Aktara dari Melsa kemarin, ternyata namanya Aktara.

"Heh, lo jangan ikut campur!. Ini urusan rumah tangga gue cocong. Istri pertama gue ngamuk karna gue mau nikah lagi sama putri dari kerajaan samudra".

Itulah Ero, jawabannya selalu melenceng. Gimana gak buat orang geram melihatnya.

Ero terlihat seperti orang tidak memiliki beban hidup. Sepertinya menjadi seorang Ero sangat menyenangkan.

"Aduhh,,, aduh,,, maaf Adinda. Kanda janji tidak akan selingkuh lagi dari Adinda".

"Ero anjing!, lo makin buat gue geram tau gak! "

Aku memasang ekspresi tidak suka saat mendengar teriakan Ero dan Sartika. Suara kencang mereka begitu menusuk di telinga ku.

Sartika terus saja menjewer kuping milik Ero, sampai tangan Sartika terangkat untuk menampar wajah Ero .

Tapi tamparannya melesat dan..

Plakk..

Seluruh kelas mendadak hening mendengar suara tamparan Sartika yang begitu kuat.

Tangan satrika meleset dari Ero, dan mengenai wajahku. Uhhh sangat sakit, aku memang pernah merasakan di tampar seseorang tapi ternyata di tampar Sartika lebih sakit rasanya.

Aku menundukkan wajahku sambil memegang pipi ku. Tatapanku terarah lurus ke bawah, tiba -tiba saja pikiran ku kosong. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku.

Suara Ero yang menyalahkan Sartika sayup-sayup ku dengar.

"Parah lo, Ika. Si cantik gak punya salah sama lo, tapi lo maen nampar dia aja".

Pikiranku sekarang melayang entah kemana, sepertinya aku merasa Djavu dengan ini.

Air mataku menetes, aku menangis?. Ada apa ini, segera aku menghapus air mataku yang jatuh. Aku sangat sulit untuk menagis. Tapi kenapa sekarang hanya sekedar terkena tampara, aku meneteskan air mataku.

Aku menatap seseorang yang mengangkat wajahku, dia Melsa dengan wajah terlihat kwatir Melsa berkata,

"Kamu gak papa?" tanya Melsa sambil menyentuh pipiku.

"Maafin Pangeran ya putri, pangeran gak bisa lindungi putri saat penyihir itu nampar putri"

Aku terkekeh mendengar perkataan Ero, dia hendak mengelus pipiku tapi dengan sigap Aktara menangkis tangan Ero.

"Gak usah modus de lo"

"Iri bilang babu"

Aktara memutar bola matanya saat mendengarkan perkataan Ero.

Aku tidak tau sejak kapan Aktara berada di mejaku. Seingatku dia duduk dengan tenang di bangku nya tadi.

"Minta maaf lo Ka" ujar Aktara lalu berjalan ke mejanya.

"Emm, i-iya" balas Sartika dengan gugup lalu menatapku dengan perasaan bersala.

"Emm, gue minta maaf ya" katanya dengan malu-malu.

Baru saja aku hendak menjawab permintaan maaf dari Sartika tapi suara Ero menghentikan suaraku.

"Jangan maafin Aeera, tadi dia pas nampar lo keliatan di sengaja banget. Mungkin dia iri sama kecantikan lo"

"Apaan sih lo budiman. Ini semua gara-gara lo, coba aja tadi lo gak ngejek gue. Pasti gue gak bakalan punya niat nampar lo"

"Elleh, alasan aja lo" kata Ero mengejek Sartika lagi.

Selain suka berdebat dengan Aktara, ternyata Ero juga suka mencari gara - gara dengan Sartika.

Suara dari Satya sang ketua kelas membuat dua orang yang sedang bertengkar itu, memilih pergi menjauh dan duduk di bangkunya masing-masing.

"Bu sarah bentar lagi datang, gue harap gak ada yang keluarin suara lagi"

Aku melihat Sartika duduk dimeja yang berjarak dua meja dari tempat dudukku.

Ternyata dia siswa kelas ini.


Lorong waktu 16.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang