"Iya om, maafin Bima udah lupa bilang sama om tadi"
Aku terus menatap Bima yang sedang berbicara pada ayahku melalui sambungan telepon.
Aku tidak tau apa saja yang ayah katakan pada Bima, yang jelas Bima selalu menjawab ' iya om'.
Susah paya aku membujuk Bima agar membantuku berbohong padah ayah. Aku takut di marahi karena pulang malam dan tidak mengabari mereka.
Bima satu-satunya cara agar aku tidak dimarahi. Entalah aku tidak mengerti ayah dan bunda selalu merasa aman jika aku bersama Bima.
Sepertinya berteman dengan Bima ada untungnya juga.
"Papa bilang apa? " tanyaku pada Bima ketika dia sudah mematikan sambungan heandphone nya.
Bima menatapku jegah.
" Jelas marah lah. Lo kalo mau pergi izin dulu" kata Bima.
"Lagian lo ngapai sih kesini ?"
Aku menggarut pipiku yang tidak gatal.
"Gak ngapa-ngapain sih" jawabku sedikit ragu-ragu.
Bima menatapku tidak suka.
"Lo bikin repot aja " ujarnya padaku seraya memberikan sebuah helm.
"Ya maaf. Tadi gue ada urusan penting" balasku, mengambil helm yang di berikan Bima.
"Seengaknya lo izin dulu sama om atau tante"
"Gue lupa, heheh.. "
Aku tertawa garing sambil memasang helm yang Bima berika .
"Pantesan tadi bang angkasa nanya lo" balas Bima.
Aku menangkap jeket yang Bima lemparkan padaku. Aku menatap heran padanya.
" Lohh,, ini jeket lo kenapa dilempar ke gue? " tanyaku bingung.
" Lo gak kedinginan? " aku menganggu menjawab pertanyaan Bima. Udara malam ini memang sedikit dingin.
"Yaudah pake"
"Kalo gue pake gimana sama lo. Lo juga pasti kedinginan nanti"
"Enggak, gue udah biasa keluar malam-malam "
Aku memutar mataku, jika jawabannya seperti itu makan apa bedanya denganku yang juga sering keluar malam.
Maksusku, dulu sewaktu jadi dokter aku sering pulang larut malam.
"Cepat pake!. Malah bengong"
"Iya, iya" jawabku sambil memasang jeket yang Bima berikan padaku.
Aku segera duduk di jok belakang motor Bima setelah memasang jeket berwarna coklat yang dia berikan padaku.
"Udah" kataku setelah berhasil duduk dengan baik di belakang Bima.
Perlahan motor milik Bima mulai berjalan.
Aku menutup mataku merasakan dinginnya angin yang menerpa wajahku. Aku tidak ingat sudah berapa lama aku berada di tempat ini.
Tempat yang segala hal yang berkaitan denganku sangat aneh. Terkadang aku masih mengira ini sebuh mimpi.
Aku harap jika ini mimpi tidak ada seorang pun yang membangunkan ku dari mimpi ini.
Aku tidak mau lagi hidup sendiri.
Aku butuh seseorang yang selalu ada di sampingku.
Andai saja Iren tidak menghianatiku mungki aku masih berteman dekat dengannya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong waktu [END]
Teen FictionDon't forget follow me *=* Hidupku berubah saat aku menemukan lorong yang aneh. Aku pernah mendengar cerita lorong waktu dari kedua kakak laki - lakiku. Mereka bilang mereka ingin membuat benda yang bisa membawamu ke sebuah lorong waktu , sungguh m...