37

10 2 0
                                    

 

 
Aku jadi mengingat Shelia.

Bagaimana bisa gadis itu menahan rasa sakit yang ada di tubuhnya.

Hanya pipi kiriku  saja yang terkena pukulan, tapi aku merasa seluruh wajahku sangat sakit.

Ternyata Shelia sangat kuat.

Memikirkannya membuatku haus.

Aku turun dari tempat tidurku,  berjalan keluar dari kamarku.

Satu persatu aku menuruni anak tangga rumahku, kaki ku terus ku langkahkan hingga aku sampai ke dapur.

Aku melihat dua orang laki-laki sedang duduk di meja makan.

"Tumben cepat pulang" kataku seraya duduk di samping kak Angkasa.

Tangaku mengambil sebuah gelas yang ada di depanku. Gelas itu aku isi dengan air yang tidak berwarna.

Kak Langit melihatku sekilas lalu berkata,

" Biasanya juga kalo hari rabu pulangnya cepat" .

Kak Langit  kembali memasukkan satu sendok nasi ke dalan mulutnya setelah selesai mengucapkan kalimatnya tadi.

Aku meringis kala sebuah tangan menyetuh pipi kiriku.

"Ini kenapa? " tanya Kak Angkasa.

Aku terseyum kikuk.

Sepertinya aku harus berbohong.

"Tadi kebentur ujung meja  pas di sekolah" aku munjuk ujung meja makan seakan apa yang ku katakan tadi memang benar terjadi padaku.

"Udah di obatin? "

"Udah kok"

"Lain kali hati-hati" aku mengangguk mendengar ucapan Kak Angkasa.

"Itu kayak bekas ditonjok. Kamu berantam ya? "

"Enggak" Jawabku menggelengkan kepalaku mendengar perkataan kak Langit.

" Kalo mama tau putri tercintanya berantam gimana ya?" kak Langit mengusap-ngusap dagunga seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu.

"Ihh, apa'an sih. Aeera gak berantam ya" balasku tak suka dengan ucapan kak Langit.

"Terus itu apa? "

Aku menutup pipiku yang di tunjuk kak Langit.

"Tadika aku udah bilang, ini kebentur meja"

"Bohong"

Aku menatap kak Langit tidak suka.
Dia sangat menyebalkan.

"Gak tau ah" kataku lalu berdiri dari tempat dudu ku.

Aku  mendengar  kak Langit terkekeh setelah aku  membalikkan badanku berjalan menjauh dari mereka berdua.

Aku berhenti pada anak tangga pertama rumahku saat mendengar suara salam yang familiar di telingaku.

Sebuah lengkungan di wajahku terukir.

Aku sedikit berlari ke arah pintu masuk.

Aku yakin itu suarah ayah. Tapi mengapa jam segini ayah sudah pulang.

Biasanya ayah akan pulang jika aku sudah tertidur. Ini masih jam lima sore, tapi ayah sudah pulang.

Apa ada sesuatu yang ingin ayah ambil dari rumah.

"Papa?!" Teriak ku girang.

"Papa kenapa pulangnya cepat. Papa mau ambil dokumen di rumah makanya pulang cepat?" tanyaku sambil memeluk Ayah.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang