50

11 3 0
                                    


 

Aku meremas ponsel yang ada di tanganku.

Tanganku bergetar.

Udara dingin yang disebabkan oleh hujan di luar sana, membuat tubuhku terasa ingin membeku.

Tiba-tiba rasa takut menyelimuti diriku.

Aku meraih ponsel berwarna silver milikku yang tergeletak di atas tempat tidurku, kemuadian mencari kontak Melda di sana.

"Gu-e harus kirim video ini ke Melda" kataku terbata.

"Gue setuju!. Video itu bisa bantu mereka" balas Dewi.

"Kenapa lo baru kasitau gue sekarang?, kenapa gak dari dulu aja" kataku pada Dewi, tanpa melihat sang empuh.

Aku terus mencari nama Melda dalam kontakku. Aku harap gadis itu tidak memblokir nomorku.

Aku menoleh pada Dewi yang menunduk,  dia belum membalas perkataanku.

"Kalo aja lo kasihtau ini dari dulu,  mungkin gue gak bakalan pusing mikirin gimana cara bantu Melsa sama Ezar" ujarku.

"Gue gak mau liat lo kesakitan lagi. Gue sering liat lo narik rambut lo sendiri  saat lo gak sengaja liat benda atau apapun yang bersangkutan sama lo di masalalu" jelas Dewi kepadaku.

"Gue takut setelah liat video ini, lo jadi ingat sama kejadian waktu itu" imbuh Dewi padaku.

Aku mendengar setiap yang Dewi kataka meski aku terlihat sangat fokus pada ponselku.

Aku langsung mengirim video itu ke kontak Melda setelah aku menemukan kontak gadis itu.

"Ini yang buat kita kecelakaan? "

Dewi memgangguk.

Aku kembali memutar video yang berdurasi duapuluh enam menit tersebut. Video itu menampakkan aku, Heli, dan Dewi yang sedang memasuki sebuah bamgunan tua.

Aku tidak tau pasti itu di mana tapi aku yakin itu adalah sebuah bangunan yang sudah lama di tinggal. Terlihat jelas dari dinding bangunan tersebut yang di tumbuhi lumut.

Di awal video tidak ada yang aneh,  layar ponselku hanya menampilkan wajah Dewi dan Heli. Terdengar suara tawa dari kami bertiga.

"Ngapain kita ke tempat itu?" tanyaku tanpa melihat Dewi.

"Wi,, Dewi! " seruku memanggil Dewi. Kemana perginya gadis itu. Barusaja dia berada disampingku.

"Dewi!! "panggilku lagi.

"Aaakkk! "

Suara teriakan dari ponsel miliku menghentikan seruanku, saat ingin memanggil nama Dewi kembali.

Sama seperti tadi,  aku membeku ketika melihat seorang gadis menjerit kesakitan. Sebuah benda tajam ditancapkan berkali-kali pada perut gadis itu.

Gadis itu Melsa, aku dapat melihat dengan jelas wajah Melsa.

Dor!

Suara tembakan terdengar dari ponsel yang sedang aku genggam.

Bersamaan dengan suara tersebut,  lampu di kamarku mati.

Di layar ponselku menampikan Ezar yang tengah berteriak sembari menutupi mata kirinya.

Mata kiri Ezar mengeluarkan darah,  sebuah peluru di tembakkan tepat di mata kiri Ezar.

Aku menghentikan video yang tengah aku putar. Aku meraih ponsel berawarna silverku lagi,  lalu menyalakan senter dari sana.

"Kenapa mati? " gumangku.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang