34

12 1 0
                                    


 
 Aku meringis melihat kaki Shelia.

Terdapat garis berwarna merah dan kebiruan di kakinya. Aku yakin itu adalah bekas pukulan dari rotan.

Tidak hanya satu, tapi banyak sekali bekas pukulan rotan di kakinya. Mungkin ini yang menyebabkan cara jalan Shelia menjadi pincang.

"Lo gak sopan!" ujar Shelia padaku, ketika aku dengan lancang menurunkan kaos kakinya. Aku juga menarik sedikit rok yang di pakai ke atas, agar bisa melihat paha gadis itu.

" Minggir lo, gue mau keluar" sambung Shelia mendorongku .

Shelia berjalan kearah pintu keluar Uks. Tangannya sudah memutar gagang pintu, tapi tidak ada pergerakan yang menandakan pintu akan terbuka.

Shelia menatapku kesal.

"Kenapa?" tanyaku menaikkan satu alisku.

"Buka'in pintunya" Perintah Shelia padaku.

"Gue mau keluar" imbuhnya menatapku tajam .

"Gue bukain pintunya, kalo luka yang ada di kaki lo udah selesai gue obatin"

"Gak usah sok peduli deh lo" Shelia maju mendekat padaku. Jari telunjuknya dia arahkan padaku.

Aku menghempaskan jari Shelia yang menunjuk wajahku.

"Gue gak peduli sama lo" kataku membalas perkataan Shelia.

"Kalo emang lo gak peduli, buka pintunya sekarang. Gue mau keluar" ujarnya mulai emosi.

"Apa susahnya sih, lo duduk terus gue obatin luka lo"

"Apa mau lo? Gak usah sok baik deh sama gue. Basi tau gak"

"Jangan mempersusah gue. Lo tinggal duduk dan gue bakalan obatin luka lo" kataku menunjuk tempat tidur yang biasanya di gunakan siswa atau siswi yang sedang sakit.

"Gue curiga sama lo" Shelia memperhatikan ku dari atas sampai bawah.

" Lo pasti ada maunya kan?"

Jika aku membalas perkataan Shelia lagi, mungkin niatku untuk mengobati lukanya tidak akan terjadi.

Sebenarnya aku juga tidak mau berada di sini dan mengobati gadis yang terus mengomeli ku ini.

Jika bukan karna ibunya dan Dewi yang menyuruhku, aku tidak akan mau mengobati Shelia.

Sedikit kasar aku menarik tangan Shelia. Tidak peduli dengan rintihan kesakitan dari mulutnya.

Aku memaksa gadis itu untuk duduk di atas ranjang yang ada di sampingku.

Aku kembali menyibak rok yang di kenakan Shelia. Gadis itu kembali memarahi ku.

"Lo mesum! "

Aku tidak perduli apa saja yang Shelia ucapkan denganku.

"Sakit anjirr. Bisa gak sih lo pelan-pelan"

Baru kali ini aku mengobati seseorang dengan kasar. Biasanya aku akan mengobati luka pasienku dengan lembut.

Ini karna Shelia yang mengumpat dan mengataiku. Aku sudah dengan baik hati membantunya.

Memang manusia tidak tau di untung.

"Siapa yang bikin kaki lo gini? " tanyaku di selah-selah aktivitasku mengobati kakinya.

Sepertinya luka pukulan pada kaki Shelia tidak di lakukan sekali atau dua kali.

Aku yakin ini sudah sering terjadi padanya. Terlihat ada bekas yang sudah mulai mengering.

"Bukan urusan lo" ketus Shelia.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang