15

28 4 0
                                    

 

    Aku masih saja memikirkan gadis yang berada di sekolah tadi. Aku bingung dengan gadis itu dia terus saja menatapku dengan tajam .

Yang membuatku aku semakin takut adalah bagaimana bisa Melsa dan Ero tidak melihat gadis itu. Apa ada yang salah dengan mataku, atau tadi hanya halusinasiku saja.

Baiklah untuk memastikannya besok aku akan mencoba melihat gadis itu, apakah dia masih ada di sana atau tidak.

Ketukan dari pintu kamarku membuat pikiranku tentang gadis itu terbuyar.

"Masuk aja" kataku tanpa menoleh pada seseorang yang sekarang sedang masuk ke dalam kamarku.

"Nih"

Aku melihat pulpen berwarna biru laut di sodorkan ke arahku, aku mendongak menatap sang empuh.

Aku pikir yang mengetuk pintu kamarku tadi Bunda atau asisten rumah tangga yang akan membawa makanan untukku.

Jika tau yang datang ke kamarku adalah seorang laki-laki, pasti aku tidak akan mengijinkan nya masuk.

"Ck, nih ambil pulpen lo"

"Ha? "

Pulpen milikku? benarkah itu pulpenku?, mengapa pulpen milikku ada pada Bima.

"Kok bisa sama lo? "tanyaku, sambil mengambil pulpenku dari tangan Bima.

"Gue lupa kembaliin tadi"

Aku memukul jidatku pelan, aku baru ingat jika Bima belum mengembalikan pulpen yang di berikan Ero tadi.

"Makasih. Sekarang lo boleh keluar"

"Tanpa lo suruh pun, gue bakalan keluar sendiri dari tempat horor ini".

Setelah mengatakan itu Bina langsung keluar dari kamarku. Apa tadi di bilang ,tempat horo?. Mungkin matanya sedang bermasalah.

Tidak mungkin tempat tidur semewah ini dia katakan sebagai tempat horor.

Tidak memperdulikan perkataannya tadi aku kembali membuka ponsel milikku.

Ponsel yang sedang aku mainkan saat ini bukan ponsel milik Aeera di tempat ini melainkan ponsel baru yang di belikan Ayah beberapa hari yang lalu.

Aku penasaran isi dari ponsel milikku yang dulu. Berulang kali aku mencoba sandinya tapi selalu gagal.

Aku menjadi penasaran dengan Aeera yang ada disini, apakah kami memiliki persamaan atau sifat kami malah bertolak belakang.

Aku juga penasaran apakah Aeera memiliki teman selain Bima.

Sampai sekarang aku masih bingung mengapa aku berada di tempat ini.

Semuah tokoh penting dalam hidupku ada di sini.

Aku terkejut saat merasakan seseorang mengelus rambutku.

"Mama? "

"Kamu udah makan? "  tanya bunda kepadaku.

"Belum ma" jawabku.

"Yaudah, sekarang ayo makan bareng sama papa"

"Papa udah pulang? " tanyaku dengan wajah yang berseri-seri.

"Tumben cepat" sambungku.

Bunda hanya terseyum kepadaku.

"Mommy Kinan sama Bima juga ada di bawa. Kita makan bareng yuk".

"Ada Bima juga? "

Aku menutup mulutku setelah mengatakan pertanyaan itu, ada apa denganku kenapa saat Bunda mengatakan Bima ada di bawah aku merasa senang. Bukankah dia baru saja keluar dari kamarku.

Sebelumnya aku tidak pernah merasa senang bila bertemu dengannya.

Mengapa saat ini, hanya mendengar namanya saja aku merasa ada sedikit rasa senang dalam hatiku.

"Iya sayang".

"Aduh,  kayaknya Era gak bisa ikut makan bareng deh mah. Soalnya Era udah kenyang" bohongku, aku tidak ingin makan bersama mereka, bukan karna apa. Tapi aku takut terus berdebat dengan Bima.

Entah mengapa setiap bertemu dengannya aku selalu bertengkar dengannya.

Dia lebih sering diam tapi wajahnya seperti mengajak ribut.

"Loh, kok gitu. Tadi katanya kamu belum makan. Ayo dong sayang kita makan bareng, kasian  mommy kinan ,katanya udah kengen kamu"

"Mamah bilang aja sama tante Kinan kalok aku udah tidur "

"Kamu ajarin mama bohong? "

Aku menggarut pipiku yang tak gatal.

"Bukan gitu mah, tapi-. Ah ya udah deh Era ikut makan bareng. Mama deluan aja"

Kataku pada akhirnya, aku tidak mau di katakan anak durhaka karna telah melawan orang tua.

Sebelum Bunda keluar dari kamarku dia sempat menanyakan apakah aku sudah meminum obatku pagi dan siang tadi.

Aku hanya mengiyakannya, sebenarnya aku jarang sekali meminum obat itu. Aku suka aroma obat tapi tidak dengan rasanya.

Aku hendak turun dari tempat tidurku, tapi saat aku turun tanganku tidak sengaja menyetuh pulpen biru milikku yang Bima kembalikan tadi.

Selain ingin mengembalikan pulpenku, ternyata laki - laki itu juga ingin makan geratis di rumahku.

Pikurku dalam hati, lalu tetkekeh pelan.

🍂🍂🍂

"Aeera sayang gimana sekolahnya?"

Pertanyaan dari tante Kinan memecahkan keheningan di ruang makan ini. Aku menelan makanan yang ada dalam mulutku, meraih minum yang ada di depanku lalu meneguknya, dan berkata,

"Baik tan- hm, baik Mommy".

Aku lupa jika tante Kinan tidak suka di panggil tante olehku.

"Gak ada yang gangguin kamu disekolahkan?" Sambung tante Kinan.

Aku jadi teringat dengan perempuan di kelasku tadi. Perempuan yang menatapku tajam.

"Enggak Mommy"

Setelah menjawab pertanyaan yang di berikan tante kinan, aku melanjutkan aktivitasku.

Aku melirik ke arah Bima yang duduk di sampingku. Ternyata laki-laki itu sudah selesai dengan makanannya.

Baiklah aku akan segera menghabiskan makananku dan kembali ke kemarku.

Suara deringan ponsel milik tante kinan membuat semua orang yang ada di ruangan ini melihat ke arahnya.

"Siapa yang nelpon kin? "

"Dari mas Arsha, aku angkat telpon dulu" ujar tante kinan pada bunda, lalu bangkit dari tempat duduknya.

"Aeera. Besok kamu berangkat sama Bima ya"

"Kenapa pa? "

Tanyaku kepada Ayah, mengapa dia menyuruh aku berangkat dengan Bima, bukankah Ayah sudah berjanji kepadaku. Bahwa dia akan mengantarku sekolah.

"Besok papa gak bisa ngantar kamu, setelah solat subuh papa langsu berangkat ke kantor"

Aku melihat kak Angkasa dan Kak langit, lalu berkata.

"Bang Angkasa atau bang Langitkan bisa ngantarin aku"

Benarkan mereka bisa mengantarku ke sekolah, tidak perlu repot-repot dengan Bima.

Aku takut dia meninggalkanku di tengah jalan saat kami bertengkar nanti. Meski tadi saat kami pulang sekolah dia tidak menurunkanku di tengah jalan.

Aku masih merasa sedikit was was dengan laki-laki ini .Jika dilihat ,dia tidak pernah memasang wajah bersahabat denganku.

Aku sudah tidak menyukai laki-laki ini saat kami bertemu di rumah sakit sebelumnya.

"Lo takut gue turuni di tengah jalan, hm? ".

Ternyata selain menyebalkan, dia juga cenayang.



Lorong waktu 15.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang