36

10 2 0
                                    


  

    

   
Aku tidak tau apa yang Bima bicarakan dengan laki-laki yang mengikat dasi di kepalanya itu.

Mereka semua tertawa begitu juga dengan lelaki yang berbicara dengan Bima tadi, tidak seperti Bima yang hanya diam.

Tidak ada tawa dari mulutnya.

Bima semakin meguatkan kepalan di tangannya.

Apa mereka mengejek Bima?, yang menyebabkan laki-laki itu seperti sedang menahan amarahnya.

Siapa  mereka semua?.

Aku yakin mereka bukan teman Bima. Jika mereka teman Bima, mungkin Bima tidak akan seperti itu.

Bima juga akan ikut tertawa jika mereka tertawa.

Pemuda yang berbicara dengan Bima memiringkan badanya dari Bima. Pemuda itu menatapku, sebuah seyuman dia berikan padaku.

Mungkin.

Aku menoleh ke belakang, tidak ada orang. Seyuman itu memang di tunjukkan padaku.

Aku tidak membalas seyumnya.
Aku tidak mengenal lelaki itu, wajahnya sangat asing bagiku.

Bima memutar lehernya, melihat kearahku. 

Dia menatapku tajam.

Aku mengerutkan dahiku, aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Apa ada hubunganya denganku?, hingga mereka berdua bergantian menatapku.

Sudalah itu bukan urusanku.

Aku harap pembicaraan mereka cepat selesai.  Hari sangat panas, aku merasa kulitu seperti di bakar saja.

Aku menyetuh kepalaku.
Aku sudah menduganya, rambutku pasti tersa panas akibat sinar matahari.

" Coba tengok di samping laki-laki yang tubuhnya gendut"

Disampungku, tepat di sampingku sudah ada Dewi.

Sudah satu minggu ini aku tidak melihanya. Kemana dia pergi, kenapa dia tidak pernah muncul sejak kejadian di toilet satu minggu yang lalu.

Aku tidak membalas perkataan Dewi, aku takut ada yang melihatku berbicara sendiri.

Aku mengikuti arah telunjuk Dewi.

Barisan paling belakang geng motor itu, ada seorang laki-laki yang memiliki tubuh sedikit berisi.

Tepat di belakang lelaki yang sedang duduk di atas motornya itu berdiri dua orang remaja berbeda jenis kelaman.

Mengapa di siang hari seperti ini aku harus melihat pemandangan yang membuatku takut.

Baju yang mereka gunakan penuh dengan darah.

Dari sini aku dapat melihat dengan jelas penampilan kedua remaja itu.

Cairan merah mengalir dari kening remaja laki-laki yang menggukan kaos putih dengan celana selutut itu.

Baju putih yang dia kenakan sudah bercambur dengan warna merah dari darah yang terus menes dari  wajahnya.

Kini pandangaku beralih pada gadis yang di samping lelaki itu.

Tunggu sebentar, sepertinya aku pernah melihat gadis itu.

Aku memutar otak ku mengingat-ingat gadis itu.

Aku meremas ujung rok ku saat mengenali gadis itu.

Bukankah dia gadis yang ada di belakang Melsa waktu itu.

Gadis yang menyetuh tangaku, gadis berlumur darah yang meminta bantuanku.

Aku mengalihkan pandangaku dari mereka berdua. Aku tidak tahan melihat pemandangan seperti itu.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang