20

21 4 0
                                    


  

 Entah apa yang membuat ku mengikuti langkah gadis itu. Dia terus berjalan melewati setiap ruangan yang ada di sekolah ini. Satu meter lebih aku berjalan di belakangnya. Mengikuti langkahnya yang begitu pelan.

Hujan yang tadinya mulai redah, kini kembali turun dengan begitu deras. Keada sekolah pun mulai sepi, sebagaian besar penghuni sekolah ini sudah pulang.

Aku merasah aku sudah berjalan sangat jauh dari kelasku tadi. Aku tidak tau pasti kemana gadis itu akan pergi.

Ada sesuatu dalam diriku yang menyuruhku mengikuti langkah gadis itu.

Aku melihat kesekeliling, sepertinya ruangan yang berjejer rapi di tempat ini sudah lama tidak digunakan.

Terlihat dari setiap pintu di ruangan ini yang di kunci dengan gembok yang lumayan besar. Jika dilihat isi dalam setiap ruangan ini, tersusun kursi dan meja yang di susun dengan rapi.

Sepertinya gadis itu menyadari kehadiranku. Dia tersadar jika aku sedang mengikutinya. Buru-buru aku bersembunyi di balik sebuah tong sampah berwarna biru yang ada di sebelahku.

Semoga saja dia tidak melihatku.

Langkahku berhenti saat gadis yang tak jauh di depanku itu juga berhenti.

Dia berhenti di sebuah ruangan,
Sepertinya ruangan itu tidak di kunci. Tidak ada gembok yang tergantung di pintu itu, tak seperti ruangan yang lain.

Aku menutup mulutku, terkejut. Saat gadis itu masuk ke dalan ruangan yang ada di depan nya. Jika kalian pikir dia masuk menggunakan pintu, maka kalian salah besar.

Dia masuk kedalam ruangan itu melalui dinding yang ada di depanya. Gadis itu menembus dinding pembatas antara luar dan dalam ruangan tersebut.

Kakiku terasa lemas, aku semakin merasa takut dengan gadis itu. Siapa sebenarnya dia, mengapa cuma aku yang menyadari kehadirannya.

Aku hidup selama 27 tahu dan aku belum pernah melihat kejadian ini.

Rasanya aku ingin berteriak dengan sangat kencang. Mengeluarkan rasa takut dan terkejut dalam hatiku ini.

"Aaaaaahhkk!!! "

Itu bukan teriakan ku.

Aku dapat mendengar suara teriakan itu dengan jelas. Sepertinya suara itu berasal dari ruangan yang di masuki gadis tadi.

Samar-samar aku mendengar suara tawa dan suara tangisan seseorang secara bersamaan.

Suara hujan yang deras membuat suara-suara itu terdengar samar.

Apa yang di lakukan gadis tadi di dalam ruangan itu. Aku merasa penasaran, saat mendengar suara teriakan seseorang lagi dari ruangan itu.

Ragu-ragu aku berjalan pelan menuju ruangan tersebut. Aku membuka pelan pintu ruangan ini, menimbulkan sebuah celah agar aku bisa melihat isi dalam ruangan tersebut.

Aku berjongko di balik pintu ruangan ini, agar mereka tak menyadari kehadiranku.

"Ampun!! Aku salah apa sama kalian?"

Di dalam ruangan itu aku melihat empat orang siswi , menggunakan seragam yang sama denganku.

Aku tak dapat melihat dengan jelas wajah mereka, tapi yang pasti salah satu dari empat siswi itu tersungkur ke lantai. Dan ketiga siswi lainnya berdiri di depan siswi yang sekarang sedang menundukkan kepalanya.

"Lo gak pantes sekolah disini, dasar miskin! "

Salah satu diantara mereka bertiga mensejajarkan tubuhnya pada gadis berambut sebahu yang menundukkan kepalanya itu.

Dengan kasar dia mencengkram dagu gadis itu, lalu menghempaskan wajahnya ke samping.

Aku meringis memperhatikan apa yang mereka lakukan pada gadis itu, ini tidak manusiawi.

Tunggu, apa ini sebuah aksi pembullyan. Aku pikir perilaku seperti itu hanya ada di dalam sebuah novel yang pernah aku baca waktu Sma, tapi sepertinya aku salah.

Kini tepat di hadapanku, aku sedang menyaksikan adegan yang tidak patut untuk di tiru itu.

Apa yang harus aku lakukan sekarang, apakah aku harus pergi dari tempat ini seolah aku tidak tau kejadian ini, atau aku harus membantunya.

Aku tidak begitu berani jika harus maju sendiri. Mungkin aku harus melaporkan ini pada pihak sekolah.

Lagi-lagi suara teriakan dari dalam ruangan ini membuatku sedikit terjejut.

Suara tawa dari ketiga siswi itu terdengar begitu jelas, di susul dengan suara isakan tangis.

Apa begitu bahagia melihat orang lain tersiksa, itu yang ada di benakku saat ini.

Sudah cukup, aku tak tahan lagi melihat gadis itu di perlakukan tidak manusiawi, ini melanggar HAM (Hak asasi manusia) .

Aku berdiri dari tempatku berjongko tadi, berniat untuk membuka pintu tersebut dan menolong gadis itu.

Tapi tanganku melayang di udara saat pintu yang ingin aku buka di tendang dengan kasar oleh sebuah kaki yang berbalut celana sekolah dan sepatu berwarna hitam.

Laki-laki dengan jam tangan hitam yang melingkar di tanganya itu berjalan cepat ke arah siswi yang sedang menarik rambut gadis yang mereka bully tadi.

"Sampai kapan lo terus begini"

"Sampai gue puas!. kalau gue gak bisa bahagia, maka orang lain juga gak boleh bahagia"

Bima menatap tajam siswi yang ada di hadapannya sekarang. Tangan kanannya masi setia memegang kasar tangan siswi itu.

Bima ,dia orang menendang pintu tadi. Mengapa lelaki itu bisa ada di tempat ini.

"Berhenti nyiksa orang yang gak bersalah!"

"Lo siapa?, berani banget ngatur  hidup gue" siswi itu menatap Bima tajam, dia mengabaikan rasa sakit pada tangannya yang di cengkram oleh Bima.

"Penampilan tanpa attitude itu percuma! "

Apa yang dikatakan Bima benar. Penampilan milik gadis itu bertolak belakang dengan sikapnya.

"Gak usah sok kelihatan kayak orang bener aja lo, bahkan lo lebih parah dari gue. Lo pernah bunuh orang!! "

Dahiku berkerut ketika gadis itu menyebut Bima pembunuh.

"Diam!. Lo itu gak tau apa-apa,  jadi gak usah sok tau! "

Aku memperhatikan interaksi mereka berdua. Mereka sama-sama melemparkan tatapan tajam.

"Upss, pembunuh udah emosi"

Siswi itu menarik tangannya dari cengkraman Bima. Dengan ekspresi pura-pura ketakutan gadis itu memberi kode kepada kedua temannya agar keluar dari ruangan ini.

"Cabut, guys" ajaknya kepada kedua teman nya.

Mata coklatku bertemu dengan mata hitam gadis itu saat dia melewatiku. Ada kemarahan di dalam matanya.

"Minggir" ujarnya ketus  menyenggol bahuku.

Aku menatap kepergian ketiga Siswi itu.

Ada bayangan hitam di belakang siswi yang menatap mataku tadi.

"Bantu mereka yang membutuhkan bantuan mu"

Kalimat itu tiba-tiba terlintas di benakku.

"Pulang!. Gue nyuruh lo ke parkiran bukan kesini" ujarnya, membuat aku tersentak.

Aku mengikuti langkah Bima yang menarik tanganku ke luar dari tempat ini.

Sepertinya hujan belum juga redah.

Lorong Waktu 20.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang