38

9 2 0
                                    


 

  "Sembunyi Ra! "

Pandanganku dari Shelia terhenti kala mendengar suara Dewi.

"Cepat!  Sembunyi!. Ayah Shelia bentar lagi keluar"

Aku mengagguk, dan mengikuti perintah dari Dewi. Buru-buru aku mencari tempat untuk bersembunyi.

"Itu di sana aja, pasti gak keliatan"

Dewi menunjuk sebuah pohon yang tidak terlalu tinggi, daun dari pohon itu sangat rindang.

Aku tidak tau pasti pohon apa itu.

Aku berjalan cepat ke arah pohon itu, seperti perkataan Dewi.

Benar apa yang Dewi katakan, setelah aku bersembunyi di balik pohon ini tak lama seorang pria keluar dari pintu tempat aku mengintip tadi.

Raut wajah emosi terlihat jelas di wajahnya.

Suara pintu mobil yang di tutup cukup kencang mengagetkan ku.

Ternyata apa yang aku pikirkan  benar.

Selama ini ayah dari Shelia selalu memukuli Shelia.

Pria itu menumpahkan semua amarahnya pada Shelia, itu yang aku simpulka ketika mendengar dan melihat percakapan ayah dan anak itu tadi.

Aku tidak menyangkan ayah Shelia tega melalukan hal tidak manusiawi pada putrinya sendiri.

Aku keluar dari balik pohon setelah mobil yang di masuki ayah Shelia sudah berlalu pergi.

Tanpa mengucapkan salam aku langsung memasuki rumah Shelia.

Luka yang ku obatin kemarin pasti belum sembuh. Tapi sudah ada luka baru pada tubuh gadis itu.

Aku merasah kasian dengan Shelia.

Aku menyamakan badanku dengan Shelia yang terduduk di lantai berkramik putih ini.

"Lo baik-baik aja?"

Aku memang bodoh, sudah jelas sekali Shelia tidak dalam keadaan baik-baik saja, tapi aku malah menanyakan hal seperti itu.

Shelia tidak menjawab perkataanku, kepalanya menunduk. Aku mendengar suara isakan darinya.

Siapa yang tidak menangis jika di pukul menggunakan rotan. Tidak hanya sekali  tapi berkali-kali.

Lama tidak ada respon dari Shelia, aku menggenggam tangannya.

"Sini luka lo biar gue obatin" kataku padanya.

Shelia menatapku, matanya merah akibat mengeluarkan air.

"Ngapai lo kesini! " bentak Shelia mendorongku hingga aku jatuh.

" Kenapa lo ngikutin gue!.  Lo pikir gue gak tau lo ngikutin gue! " Shelia kembali mendorongku.

" Lo gak usah sok peduli sama gue. Pura-pura peduli, padahal lo senang kan liat gue menderita!"

"Lo ngomong apa sih, gak jelas" aku menyingkirkan teluncuk Shelia pada wajahku.

"Lo senang kan liat gue kayak gini!. Lo senang liat gue menderita!, gue yakin setelah ini pasti lo akan nyebarin berita di sekolah tentang gue!! "

" Gak semua orang kayak lo. Gue gak gitu" kataku membalas perkataan Shelia.

"Kurang kerjaan banget gue, nyebarin berita tentang lo" sambungku.

"Munafik lo! "

Aku tidak ingin membalas perkataan Shelia lagi.

Aku takut emosi.

Lorong waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang