Uzumaki Naruto

8.1K 677 25
                                    

Aku terkekeh melihat Naruto yang terlihat tidak bersemangat. Ia berbaring di lantai dengan wajah muram, sementara aku berada di kasurnya. Aku sangat tahu apa yang membuat shinobi yang selalu hiperaktif ini tiba-tiba berubah menjadi muram. Tentu saja karena aku melarangnya untuk makan ramen selama dua minggu. Sebenarnya bukan hanya aku saja yang melarangnya, tapi juga Sakura, Kakashi-sensei dan Tsunade-sama. Mereka geram dengan Naruto yang selalu makan ramen tanpa sayuran.

"Ayolah Y/N, aku lapar sekali. Aku butuh ramen sekarang," pinta Naruto. Ia menatapku dengan tatapan memohon.

"Aku sudah membuat salad untukmu, kau bisa memakannya kalau kau lapar," balasku. Lagi-lagi aku terkekeh dengan ekspresi terkejut Naruto.

"Aww, aku sudah memakan rumput itu selama seminggu, yang kubutuhkan sekarang ramen. Paman Teuchi juga jahat sekali, ia tidak ingin menjual ramennya padaku," rengek Naruto.

Aku mendengus. "Namanya salad bukan rumput."

"Menurutku mereka sama saja. Sama-sama berwarna hijau," balas Naruto tidak mau kalah.

Omong-omong soal Paman Teuchi, Tsunade-sama sudah memperingatkannya untuk tidak memberikan ramen pada Naruto atau ia akan dihukum. Teman-teman kami yang lain juga sempat ada yang ingin memberikan ramen pada Naruto seperti Hinata, Lee, dan Chouji, tapi aku dan Sakura langsung memberitahu mereka tentang tujuan melarang Naruto dan mereka bilang mengerti. Kiba sering mengejek Naruto dengan cara memakan ramen di depannya sampai membuat Naruto mengamuk. Beruntung kalau saat itu terjadi, Sakura akan selalu membantu.

"Kumohon, Y/N. Aku ingin berlatih, tapi kalau belum makan rasanya tidak mungkin bisa," bujuk Naruto.

"Sudah kubilang, aku menyiapkan salad untukmu. Aku yakin kau bisa bertahan dengan memakan salad yang sudah kubuat," balasku lagi.

Naruto bangkit, ia berjalan ke dapur dengan sedikit menggerutu. "Kau terlalu kejam padaku, Y/N. Kau memisahkan satu jiwa yang seharusnya tidak pernah terpisah. Kau memisahkanku dengan ramen. Kau sangat kejam."

Sebelah alisku terangkat. "Memisahkan satu jiwa katamu? Jadi kau dan ramen adalah satu jiwa, lalu bagaimana denganku Naruto? Apa aku masih bagian jiwamu?"

"Tentu saja," Naruto duduk di hadapanku dengan wajah aneh sambil mencoba menelan salad. "Kalau aku dan ramen adalah jiwa yang seharusnya tidak pernah terpisah. Kalau aku dan kau adalah jiwa yang tidak akan pernah terpisah."

Aku tertawa mendengarnya. Apa benar Naruto yang mengatakan semua ini atau ada yang memberitahunya? "Dari mana kau dapat kalimat seperti itu, eh?"

"Dari Sai," jawab Naruto cepat. "Sai bilang ia menemukan kalimat seperti itu di buku yang pernah ia baca."

Sudah kuduga Sai yang memberitahunya. Tidak mungkin Sakura atau Kakashi-sensei, karena satu-satunya orang yang membaca buku tentang hal seperti itu hanya Sai. Aku memperhatikan raut wajah Naruto yang kembali berubah saat berhasil menelan sayurannya, ia terlihat tidak rela memasukkan apapun selain ramen ke dalam mulutnya.

"Kalau kau makan dengan cara seperti itu, kau akan selesai saat Lee berhasil berlari mengitari Konoha 500 kali," ujarku.

"Tapi aku tidak bisa menelannya, Y/N. Rasanya pahit dan agak asam, seperti obat yang pernah diberikan Sakura-chan," balas Naruto.

Aku mendecih pelan. "Memang seperti itu rasa sayuran. Kalau kau ingin memakan sesuatu yang manis, makan saja dango."

"Aku mau ramen!"

Aku menggelengkan kepala. Sebenarnya ada alasan lain kenapa aku membujuk Tsunade-sama dan Sakura untuk melarang Naruto agar tidak memakan ramen kesayangannya. Itu karena Naruto mengerjaiku, ia membangunkanku dengan air dingin, mewarnai wajahku dengan spidol, menyembunyikan sendal ninjaku, juga sempat membuatku jatuh dari tangga. Hasilnya, aku menyuekinya seharian dan besoknya aku mendapat ide seperti ini untuk membalas Naruto, toh banyak yang setuju. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, kan?

"Hey Naruto, aku ingin bertanya."

"Hm?"

"Kenapa waktu itu kau mengerjaiku? Kita sudah sepakat untuk tidak mengerjai satu sama lain, tapi mengerjai orang lain bersama, kan?" tanyaku.

Naruto langsung tersedak saat mendengar pertanyaanku. Buru-buru aku mengambil minum dan memberikannya pada Naruto sambil menepuk pelan punggungnya. Saat merasa lebih baik, wajah Naruto berubah gugup, ia menggaruk belakang kepalanya dan nyengir. Aku mengernyit, apapun alasannya pasti tidak terdengar bagus, karena Naruto selalu bersikap seperti ini saat ia melakukan hal yang salah. Naruto berdehem pelan lalu membuka mulutnya, tapi kemudian ia menutup mulutnya lagi.
"Jadi, apa alasannya?"
"Karena saat misi terakhirmu, aku melihat kau dirangkul laki-laki lain dan aku tidak suka. Itulah alasannya," jawab Naruto gugup. Ia menundukkan kepalanya agar tidak bertatapan denganku.

Aku ingat kalau misi terakhirku adalah mengawal anggota kerajaan, mengawal seorang pangeran lebih tepatnya. Pangeran ini menyukai atensi para wanita yang diberikan padanya dan ia juga menginginkan atensiku, tapi sayangnya aku tidak terlalu mempedulikannya. Pikiranku hanya fokus pada misi saat itu, lagipula aku juga tidak berminat dengan seorang pangeran yang suka tebar pesona.

"Pangeran itu klienku, aku tidak bisa bersikap kurang ajar padanya atau Tsunade-sama akan memarahiku. Kau sendiri kenapa tidak bertanya dulu padaku, tapi malah membuatku marah dengan sikapmu itu," lagi-lagi Naruto mengeluarkan cengirannya.

"Entahlah, aku hanya merasa tidak suka saja. Kurasa aku selalu merasakan hal itu saat kau berdekatan dengan laki-laki lain selain aku," balas Naruto.

"Termasuk Kakashi-sensei?" tanyaku memastikan.

"Kakashi-sensei dan beberapa yang lain adalah pengecualian."

Kurasa aku sudah bisa menghentikan hukuman Naruto. Aku juga tidak tega membiarkannya tanpa ramen dalam waktu yang lama, apalagi sampai membuatnya tidak bisa latihan karena 'kurang kenyang'.

"Baiklah, aku akan memberikan ramenmu kalau kau berjanji satu hal padaku," tawarku.

Cengiran Naruto melebar, raut wajahnya terlihat senang dan ia langsung melompat untuk memelukku. "Aku akan memenuhinya, Y/N."

"Aku ingin kau berjanji agar mengatakan semua yang kau rasakan, aku tidak mau kejadian seperti itu terulang lagi karena kau tidak mengatakan apapun, oke?"

"Baiklah," angguk Naruto. Ia mengambil persediaan ramennya. "Yosh! Sekarang waktunya makan ramen. Ramen, ramen, ramen... ayo Y/N, kau akan makan ramen bersamaku."

Aku menggelengkan kepala melihat tingkah Naruto yang seperti anak kecil. Ia menyiapkan semuanya dengan satu tangan karena tangannya yang lain sedang menggenggam tanganku. Aku yakin malam ini Naruto akan membuat pesta ramen sebagai balas dendam karena tidak makan ramen berhari-hari. Aku duduk dipangkuan Naruto semalaman suntuk sampai ia merasa kenyang dan siap untuk tidur.

Coba tebak apa yang kudapatkan keesokan harinya? Senyum menggoda dari Kakashi-sensei, omelan panjang dari Tsunade-sama, dan gelengan kepala maklum dari Sakura. Aku mulai memikirkan rencana untuk menyembunyikan persediaan ramen Naruto karena ia sudah membuatku berdiri mendengarkan omelan Tsunade-sama selama tiga jam.

Naruto One ShotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang