Aku menggelengkan kepala maklum saat mendengar Shikadai menolak untuk berlatih bersama Inojin dan ketika melihat Chouchou sudah pergi entah kemana bersama Sarada. Inojin sering bercerita kepadaku kalau Ino-baachan sering mengamuk karena saat berlatih ia selalu datang sendiri tanpa keturunan Nara dan Akimichi seangkatannya.
"Ayolah Shikadai, Ibuku akan marah kalau aku datang sendiri lagi," pinta Inojin.
Shikadai menggelengkan kepala lalu memegang perutnya. "Aku sakit perut dan kalau aku tetap memaksakan diri berlatih, perutku akan bertambah sakit dan ibuku akan marah padaku. Membayangkannya saja sudah sangat merepotkan."
Lagi-lagi aku menghela nafas melihat Shikadai yang mengaku sakit tanpa akting yang meyakinkan. Bayangkan, ia berkata kalau perutnya sakit dengan wajah malas setengah datar andalannya.
"Bilang saja pada Ino-baachan kalau aku sakit perut," ucap Shikadai.
Ia menggamit sebelah tanganku dan menggunakan tangannya yang bebas untuk melambai malas ke arah Inojin yang masih tercengang dengan sikap temannya. Aku jadi penasaran, apa formasi Ino-Shika-Chou yang dulu juga seperti ini ya? Atau mungkin lebih parah? Mungkin aku harus menanyakan hal itu pada orangtuaku nanti.
Aku terkekeh saat wajah Shikadai kembali berubah malas. Sebenarnya hari ini Temari-baasan dan Shikamaru-jisan mengajakku untuk menginap di rumah mereka karena orangtuaku sedang diberi misi oleh hokage ketujuh. Orangtuaku juga tidak keberatan dengan hal ini, mereka bilang aku sudah bersama dengan Shikadai sejak bayi -terlepas dari Chouchou dan Inojin. Dulu, kami tidur satu kamar karena aku takut dengan kegelapan, tapi kali ini kami tidur di kamar yang berbeda mengingat kami sudah besar.
"Ah... Gaara-jisan ada disini," gumam Shikadai, lalu berjalan menjauh tanpa memberikan salam yang berarti.
Aku membungkuk hormat. "Maaf merepotkan, Temari-baasan Shikamaru-jisan, Gaara-sama."
Temari-baasan tersenyum ke arahku, begitu juga dengan Gaara-sama. Buru-buru aku mengikuti jejak Shikadai yang membiarkan pintu kamarnya terbuka sedikit untukku. Kurasa itu adalah semacam kode diantara kami kalau Shikadai membuka pintunya sedikit, pertanda aku boleh masuk ke kamarnya kapanpun.
"Shikadai, kau jangan macam-macam pada Y/N!!"
Aku terkekeh ketika Shikadai menggumamkan kata 'merepotkan'. Kudengar dari ibuku kalau Shikamaru-jisan juga sering mengucapkan hal yang sama saat masih muda dulu, mungkin Shikamaru-jisan menurunkan sifatnya itu, selain dari penampilan luarnya.
Tiba-tiba Shikadai duduk di hadapanku dengan raut wajah serius yang jarang ia perlihatkan, kecuali jika sedang berlatih dengan ayahnya. "Kau... kau menyukai Inojin?"
"Ha?"
Demi keripik kentang Chouchou yang selalu tidak bersisa! Aku tidak pernah menyangka kalau pertanyaan yang sangat sentimentil seperti ini keluar dari mulut orang yang kadar malasnya melebihi orang normal. Aku yakin wajahku terlihat sangat konyol sekarang. Jangan salahkan aku untuk bereaksi konyol seperti ini.
"Aku bertanya padamu. Apa kau menyukai Inojin?" tanya Shikadai. Raut wajahnya mulai terlihat kesal dan tidak sabaran, mungkin karena melihat ekspresiku barusan.
"Tentu saja tidak. Kau ini bicara apa sih?" balasku masih terkejut.
Shikadai mendengus pelan. "Kau tidak perlu berbohong, Y/N."
"Aku tidak berbohong, Shikadai. Apa yang membuat otak jeniusmu itu berpikir kalau aku menyukai Inojin yang berstatus temanku saja?" tanyaku mulai kesal. Dahiku mengernyit melihat kekeras kepalaan Shikadai yang benar-benar berbeda dari biasanya.
Semua orang pun tahu kalau ia lebih memilih untuk mengalah daripada berdebat dengan hasil yang belum pasti. Karena itu aku hampir tidak pernah melihatnya bersikap keras kepala begini. Bisa dibilang, ini pertama kalinya untukku.
"Kau selalu bersamanya ketika aku tidak bersamamu, kau juga lebih mendukungnya daripada aku. Bukankah aneh kalau kau tidak menyukainya, eh Y/N?" jawab Shikadai yang lebih mirip pertanyaan lain bagiku. Ia memalingkan wajahnya, tidak ingin menatap mataku secara langsung.
Aku memijat pelipisku pelan, berusaha menghilangkan pusing yang tiba-tiba mennyerang kepalaku. Tanganku bergerak, menangkup wajahnya dan memaksanya untuk menatapku.
"Astaga Shikadai.... Inojin memang orang yang dekat denganku, begitu juga dengan Chouchou, Sarada dan Boruto. Kalau dibilang aku mendukungnya, tentu saja aku mendukungnya mengingat kau sangat malas untuk melakukan apapun. Sekarang jawab aku, kenapa kau menanyakan semua ini?"
Bisa kurasakan pipi Shikadai sedikit menggembung di tanganku. "Aku.... aku hanya tidak suka kalau Inojin dekat-dekat denganmu,"
Untuk kedua kalinya aku melongo mendengar pengakuan Shikadai barusan, lalu tertawa kecil. Aku menyadari arti dari sikapnya yang agak aneh hari ini. Mulai dari raut wajahnya yang terlihat sedikit tidak suka saat melihatku berbicara dengan Inojin, menggenggam tanganku lebih erat, bersikap tidak sopan di depan orangtua dan Pamannya, sampai pertanyaan aneh yang membuatku dua kali melongo."Kenapa kau tertawa?" tanya Shikadai tidak suka.
"Karena ada yang lucu."
"Memangnya apa yang lucu?"
"Kau."
"Aku?"
"Kau cemburu pada Inojin karena kau merasa aku lebih memperhatikannya daripada dirimu. Kau juga merajuk seperti anak kecil," aku mengedipkan sebelah mataku ke arahnya.
"Siapa yang bilang begitu? Kau jangan asal bicara, Y/N," sergah Shikadai. Lagi-lagi ia memalingkan wajahnya.
"Aku memang tidak sejenius dirimu, tapi aku tahu bagaimana sikap orang yang sedang cemburu, Shikadai...."
"Cih, merepotkan."
A/N::
Maaf udah lama gak update... Maafkan diriku *bungkukbadanberkali-kali*
Buat kalian yang requestnya masih blum aku penuhin juga maaf... Segera bakalan aku selesain..
Btw, aku lupa siapa yg prnah request ini, tapi semoga kalian suka..Gimana nih tahun baruannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Naruto One Shots
FanfictionCuma kumpulan dari berbagai karakter yang ada di Naruto. (Request CLOSED)