Aku menatap Tobirama tajam. Kumogakure mendeklarasikan perang dengan Konoha, Tobirama akan berangkat bersama dengan shinobi lain besok pagi, tapi ia melarangmu untuk pergi bersamanya kali ini. Jelas kau marah besar dan langsung menghadap kepadanya.
"Apa maksudmu?"
"Kau hampir mati sebelumnya, Y/N, aku tidak ingin ada kejadian yang sama lagi," ucap Tobirama.
Aku ingat dengan kejadian itu, shinobi dari desa lain menyerangku saat misi dan aku hampir mati. Hiruzen yang membawaku pulang dan melaporkannya pada Tobirama. Ia begitu khawatir sampai mengabaikan tugasnya sebagai hokage dan merawatku di rumah. Saat itu ia membuat janji untuk menjagaku dan menjaga desa, ia berniat untuk menjaga janjinya sampai ia mati.
"Aku seorang jonin, Tobirama. Pengalaman hampir mati sudah menjadi makanan sehari-hariku, lagipula kau sendiri tidak bisa membantah kalau aku adalah salah satu jonin terhebatmu," balasku.
Tobirama menatapku tajam, sama sekali tidak suka dengan jawabanku."Aku sudah berjanji akan menjagamu dan desa, name, dan aku tidak ingin mengingkari janjiku sendiri."
"Kalau begitu ubah janjimu. Jangan berjanji kalau kau akan melindungiku dan desa, berjanjilah padaku kalau kau akan pulang dengan selamat dari perang ini? Kalau kau pulang dengan keadaan hidup, berarti kau sudah melindungiku dan desa, bagaiamana? Kalau kau bisa menepati janjimu, maka aku akan tinggal di desa," tantangku. Aku melipat tangan di depan dada dan menatapnya tajam, mencoba menegaskan maksudku.
Ia menundukkan kepalanya dengan menyesal. Jelas aku sudah tahu apa jawabannya. "Kau tahu aku tidak bisa menjanjikan hal itu padamu, Y/N."
"Jadi, aku tetap akan ikut perang ini Tobirama. Suka atau tidak."
Tobirama menggebrak mejanya dengan perasaan marah. "Apa!? Tidak! Kau harus tetap di desa!"
Aku mengabaikan perintahnya dan membungkuk di depannya. "Aku sendiri yang akan membuatmu menjaga janjimu. Aku akan melakukan persiapannya sekarang, Nidaime-sama," setelah itu aku berbalik tanpa melihat raut wajahnya terlebih dahulu. Ia jelas tahu kalau aku sudah memanggilnya dengan titel hokage, pertanda kalau tidak ada seorang pun yang bisa mengubah keputusanku kecuali aku sendiri. Hal yang terakhir kau dengar adalah desahan nafas frustasi Tobirama.
***
Kami terjebak. Shinobi desa Kumo lebih unggul saat ini, pilihannya sekarang adalah berusaha bertahan dan mati atau mundur dengan seseorang menjadi umpannya. Tobirama memberi isyarat untuk mundur, tindakan yang benar karena kami memang harus mendiskusikan langkah selanjutnya.Seperti yang kupikirkan, Tobirama memilih untuk mundur dengan seseorang menjadi umpan dan bisa dipastikan mati. Aku melihat Danzo terlihat ragu-ragu untuk mengucapkan kata bersedia, sementara Hiruzen dengan senyum khasnya mengatakan kalau ia bersedia menjadi umpan.
"Kalau begitu biar aku dan Hiruzen saja yang menjadi umpan, kami tahu jurus yang sama dan bisa membuat kombo, itu lebih efektif. Nidaime-sama, dengan kecepatanmu, kau bisa mencapai desa lebih cepat dan membawa bantuan," usulku. Hiruzen menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kujelaskan. Aku sendiri sudah membuat rencana untuk menyuruhnya pulang saat tim kami kembali ke desa.
Bisa kurasakan tatapan Tobirama yang tajam sedang menatapku. Ia tidak bisa mendahulukan perasaannya dalam situasi seperti ini, jadi ia tidak akan bisa menyuruhku ke desa dengan alasan akan melindungiku sebagai kekasihnya. Tapi, Tobirama tersenyum miring ke arahku.
"Tidak. Aku tidak bisa mengorbankan nyawa kalian berdua," Ia menatap Hiruzen dengan tatapan bangga. "Hiruzen, mulai besok kau adalah hokage ketiga," tatapannya beralih padaku. "Dan kau, Y/N, jadilah penasehat Hiruzen, kau tahu yang terbaik."
Tobirama berdiri di depan kami dengan bangga, ia menyuruh kami semua untuk kembali ke desa tanpa dirinya, karena ialah yang akan menjadi umpan agar kami bisa pulang dengan selamat. Aku tidak bisa berbuat banyak karena aku juga tidak bisa mendahulukan perasaanku padanya. Sebelum aku benar-benar kehilangan pandangan sosoknya, ia tersenyum kearahku dan mengucapkan kata maaf.
Tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkannya pergi dengan cara seperti ini. Dikepalaku, aku sudah menyusun rencana, kuabaikan Danzo dan yang lainnya mengagumi keberanian Tobirama. Tanpa mereka sadari, aku sudah mulai melakukan rencanaku, yang sedang bersama mereka adalah kagebunshinku, bukan diriku yang asli. Aku yang asli sedang berlari kearah yang sebaliknya, tidak mungkin aku akan membiarkan Tobirama mati sendirian.
Tepat saat aku melihat Tobirama, ia sedang terkepung. Bohong, kalau ia tidak bisa mengalahkan semua musuhnya saat ini, tapi kami sudah berhari-hari perang dan tidak mungkin kalau chakranya tidak terkuras habis. Aku melempar kunai untuk menghalangi shuriken yang terbang kearahnya. Jelas, ia kaget dengan kedatanganku.
"Kenapa kau ada disini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk pulang?"
"Kagebunshinku sedang bersama mereka. Secara teknis, aku sedang dalam perjalanan pulang bersama mereka," jawabku.
Kami bertarung bersama, Tobirama menjagaku saat aku tidak melihat serangan yang datang, begitu juga sebaliknya. Terus begitu sampai tidak ada yang tersisa dari kami berdua. Chakra terakhir kami digunakan untuk menghabisi musuh dengan jurus kombo. Sayang, keberuntungan tetap berada di pihak lawan. Kami terjebak dengan begitu banyak musuh dan kehabisan chakra, aku yakin tim kami sudah memasuki daerah konoha dan mereka akan selamat.
Tobirama menarikku kearahnya dan kami menjatuhkan diri di dekat pohon. Ia memelukku erat, seakan ia akan kehilanganku kalau pelukannya mengendur, tapi saat aku melihat sekeliling kami barulah aku sadar kalau ia ingin melindungiku. Dalam keadaan seperti ini yang mereka butuhkan untuk membunuh kami hanyalah hujan kunai. Hanya itu dan kami akan menyusul Hashirama.
"Y/N?"
"Apa?"
"Kau tahu, aku benar-benar mengagumi keberanianmu, aku mengagumi cara berpikirmu, aku mengagumi semua yang ada pada dirimu. Aku bersyukur saat itu Hashirama mengenalkanku padamu, entah bagaimana jadinya kalau aku tidak bertemu denganmu," gumam Tobirama pelan.
"Mungkin kau akan tergeletak disini sendirian, tanpaku," balasku.
Ia terkekeh pelan. "Terkadang, itulah yang aku harapkan, agar kau tetap selamat."
Telingaku mendengar suara sesuatu dilempar, saat aku merasakan rasa sakit di tubuh bagian kiriku dan punggung, lalu merasakan cairan merembes dari bajuku, saat itu aku tahu sudah waktunya untuk mengucapkan kata perpisahan dengan Tobirama.
"Hey, Tobirama. Aku mencintaimu."
Tobirama mencium dahiku. "Aku juga mencintaimu."
***
Hiruzen berhasil kembali dengan selamat bersama dengan timnya. Ia sempat kaget dengan hilangnya Y/N dan memutuskan untuk mencarinya di hutan tempat medan perang terakhirnya. Ia lebih terkejut lagi saat menemukan jasad gurunya dan Y/N sedang bersandar di pohon dengan gurunya memeluk Y/N, seakan melindungi dari apapun yang mencoba menyakitinya. Ia tersenyum sedih melihat pemandangan itu, begitu juga dengan shinobi yang ia bawa, bahkan ada salah satu kunoichi yang menangis melihat pemandangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naruto One Shots
FanfictionCuma kumpulan dari berbagai karakter yang ada di Naruto. (Request CLOSED)