Tobi/Obito

11.6K 794 64
                                        

Aku memperhatikan Obito yang sedang berjalan dengan Kabuto. Mereka membicarakan tentang Zetsu putih yang ada puluhan ribu banyaknya dan shinobi seperti apa yang akan mereka hidupkan kembali. Mereka memulai perang dengan kelima negara besar, membuatku menjadi salah satu pionnya dan mengirim Kisame untuk melakukan misi bunuh diri.

"Baiklah, aku akan pergi ke lab-ku sekarang. Masih banyak yang harus kupersiapkan sebelum perang," dengan sekejap mata, Kabuto menghilang dari pandangan kami.

Obito berbalik, merasakan chakra-ku. "Keluarlah Y/N, kau tahu aku selalu bisa merasakan chakramu."

Kami berhadapan dengan jarak kurang dari satu meter. Obito membuka topengnya dan menatapku sambil tersenyum. "Apa ada yang kau inginkan, Y/N?"

"Apa kau bisa mengabulkannya, Obito?" tanyaku balik.

Ia tertawa pelan, suaranya bergema di sekitar gua. Tanpa bertanya lagi, ia berjalan melewatiku dengan santai. Aku menggeram pelan, ia selalu seenaknya seperti ini tanpa memperhatikanku. Isi kepalanya hanya Rin, Rin, dan Rin, membuatku muak. Ia membuatku harus merasakan apa yang ia rasakan sewaktu kami kecil. Diabaikan oleh orang yang kami cintai.

Saat kami terbentuk sebagai tim, aku merasa senang luar biasa karena akhirnya aku bisa bersama dengan orang yang kucintai. Obito sendiri yang mengatakannya padaku kalau ia mencintai Rin, tapi Rin hanya menyukai Kakashi. Aku terpaksa mengubur perasaanku dan tersenyum paksa untuk menyemangatinya. Kakashi adalah orang yang selalu mendengarkan ocehanku tentang Obito sepanjang malam, ia adalah sahabatku walaupun Obito tidak menyukainya.

Aku semakin hancur saat Obito tewas dan memberikan sharingannya pada Kakashi, sebagai permintaan terakhir, ia ingin agar Kakashi selalu melindungi Rin dan aku. Kami bertiga pulang ke Konoha dengan perasaan duka yang dalam. Aku dan Kakashi sering mengunjungi makam Obito. Lagi-lagi aku harus kehilangan sahabatku karena Rin tewas, Kakashi menyalahkan dirinya karena hal ini dan aku selalu menghiburnya saat ia mendapat mimpi buruk.

Seperti belum cukup kejutan, suatu malam Obito ke rumahku dan mengajakku untuk bergabung dengannya. Tanpa pikir panjang aku menyetujuinya, walaupun harus meninggalkan desa dan Kakashi. Ia membuat kejadian yang akan membuat orang lain berpikir kalau aku sudah meninggal, ia membakar rumahku. Sesekali, aku juga mengunjungi Kakashi dan ia tidak terlihat baik. Mau bagaimana lagi, aku tidak pernah merasa seperti di rumah kecuali saat bersama Obito.

"Y/N, apa yang kau pikirkan?" Obito duduk di sebelahku tanpa memakai topengnya, ia sering sekali melepaskan topengnya saat bersamaku.

"Masa lalu. Aku sedang mengingat masa lalu," jawabku datar.

"Kenapa begitu? Apa yang kau dapatkan dari mengingat masa lalu?" sebelah alisnya terangkat bingung.

Aku tersenyum tipis lalu memejamkan mata. "Aku mendapatkan cintaku yang sekarang sudah berubah."

Raut wajah Obito berubah, aku bisa merasakannya, tapi aku tidak tahu ekspresi apa yang tampak di wajahnya saat ini. "Kau tahu bagaimana rasanya cinta bertepuk sebelah tangan? Aku mengalaminya selama lebih dari sepuluh tahun, bahkan sampai sekarang pun orang yang kucintai masih mencintai orang lain."

"Y/N," suara Obito berubah dingin, ia ingin agar aku menghentikan ocehanku.

"Bisa kau bayangkan? Orang lain itu adalah sahabatku sendiri, ia mencintai sahabatku yang lain yang bahkan tidak menyukainya. Ironis sekali, bukan?" masih dengan mata terpejam, aku meneruskan ocehanku. Sudah lama aku ingin mengeluarkan isi hatiku padanya, tapi tidak bisa karena aku tidak ingin ia menjauhi atau terluka karena aku. Sekarang, aku sudah tidak peduli lagi, mau membunuhku pun juga tidak masalah.

"Y/N."

"Yang lebih menyedihkan, orang lain itu sudah meninggal. Aku dikalahkan oleh orang yang sudah meninggal."

Obito memukul dinding di sebelah kepalaku, aku tetap tidak membuka mata. Ia menggeram kesal, tangannya menangkup pipiku. "Buka matamu dan lihat aku, Y/N."

Aku menyeringai tipis lalu membuka mataku. "Seharusnya aku yang berkata seperti itu padamu, Obito. Buka matamu dan lihat aku, tidak bisakah?"

Raut wajahnya mengeras, ia menatapku tajam, wajahnya memerah menahan amarah. Memang tidak banyak orang yang mengatakan ini, tapi menurutku Obito tetap mengagumkan dengan garis-garis bekas kecelakaan dulu. Memang aneh, tapi bagaimanapun aku berusaha, aku tetap tidak bisa membencinya.

"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?"

"Lupakan Rin dan sadarilah perasaanku padamu. Tidak sadarkah kau kalau selama ini aku yang selalu ada di sisimu? Aku meninggalkan Kakashi demi kau, aku meninggalkan desa demi kau, aku masuk Akatsuki juga demi kau. Apa Rin akan melakukan itu padamu? Apa juga akan mempertaruhkan nyawanya demi dirimu? Dan sekarang kau memulai perang besar dengan kelima negara, mendapatkan kedua bijuu yang tersisa, lalu membangkitkan Mugen Tsukoyomi hanya untuk bersama Rin.

"Aku tidak pernah ada, kan? Aku tidak pernah ada di hidupmu atau di hatimu," aku bangkit dari posisiku, menyudahi ocehan tentang perasaanku padanya. Sia-sia saja aku berbicara dengan penuh emosi, Obito hanya akan memikirkan Rin.

Saat ingin pergi, Obito menahan tanganku. Raut wajahnya melembut, tatapan matanya lebih bersahabat, ia berdiri di hadapanku dan menggenggam erat tanganku. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan, tapi wajahnya terlihat bingung dan ragu-ragu. Perlahan ia mengangkat sebelah tangannya dan mengusap pipiku lembut.

"Kau mencintaiku?"

"Tentu saja bodoh. Untuk apa aku terus mengikutimu kalau aku tidak memiliki perasaan apapun padamu," balasku pelan.

Detik selanjutnya, aku berada dalam pelukan Obito. Ia menenggelamkan wajahnya di lekukan leherku. Aku bingung dimana aku harus meletakkan tanganku, karena ini baru pertama kalinya aku dipeluk oleh Obito.
"Kukira kau juga menyukai Kakashi," ucapnya.

Aku menggeleng. "Tidak, Kakashi hanyalah sahabatku, ia seperti kakak laki-laki yang tidak pernah kuinginkan. Ia selalu mendengarkanku yang mengoceh tentang perasaanku padamu dan masih banyak hal lainnya. Intinya, aku tidak pernah menyukai Kakashi."

Kami menarik diri, melepaskan pelukan yang sangat kudambakan. "Omong-omong, kau tidak hanya bercanda denganku, kan?"

Obito tertawa kencang. "Tentu saja tidak. Aku memang belum melupakan Rin sepenuhnya dan mungkin tidak akan pernah bisa, tapi aku mulai menyadari perasaanku saat kau mulai akrab dengan Itachi. Aku merasakan sesuatu yang tidak asing, perasaan kesal sama seperti aku kecil. Saat itu aku menyadari kalau aku menyuka- ah, tidak, maksudku mencintaimu."

"Lalu, kenapa kau masih ingin berperang?"

"Aku ingin menciptakan dunia yang damai untukmu, aku ingin Rin dan Kakashi kembali seperti dulu. Aku ingin melihat senyummu saat Minato-sensei mengajak kita untuk berlatih, sama seperti kita dulu," Obito menatapku lurus.

Aku tersenyum lebar ke arahnya. "Dengar, aku tidak perlu dunia yang damai atau yang lainnya. Yang kubutuhkan hanyalah dirimu sekarang."

Maaf banget.. kalo cerita yang ini kurang masuk akal.. Gomenasai

Naruto One ShotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang