Aku berdiri di samping Pain yang menatap gedung dan orang-orang di bawahnya dengan tatapan menilai. Kami sudah terbiasa untuk menghabiskan waktu dengan mengamati kegiatan di Amegakure yang selalu menangis ini. Ia sering berkata padaku menjadi pemimpin desa bukanlah hal yang mudah, ditambah lagi ia juga menjadi ketua dari organisasi paling berbahaya di dunia shinobi. Jadilah aku yang selalu menemaninya mengingat Konan selalu sibuk mewakili Pain.
Dahiku mengernyit samar saat melihat beberapa orang laki-laki bertubuh besar mencegat seorang gadis yang kelihatannya setengah mabuk. Mereka menarik tangan gadis itu. Saat gadis itu memberontak, salah satu dari laki-laki itu malah menamparnya membuatku meringis. Perhatianku langsung teralih saat merasakan tangan seseorang menggenggam erat tanganku. Tangan Pain.
"Menggelikan. Desa ini, juga hujan ini. Semuanya membuatku muak. Rasanya sudah tidak ada lagi keadilan di dunia ini. Benar-benar mengecewakan," gumam Pain pelan. Ia sedikit mengeratkan genggamannya di tanganku.
"Karena itulah kau ada di sini, kan? Untuk membuat keadilan yang hilang kembali lagi, memastikan kalau tidak akan ada lagi orang yang menderita karena perang," balasku.
Memang menurutku hanya Pain-lah yang pantas untuk melakukan semua itu. Terlepas dari kekuatan mata Rinnegan-nya, ia sudah mengalami banyak kejadian menyedihkan yang membuatnya seperti sekarang ini. Sementara aku? Aku hanya mengalami sakitnya melihat orangtuaku di bunuh saat Amegakure dijadikan medan perang oleh desa besar yang lain. Sama sekali tidak bisa di samakan dengan apa yang dirasakan oleh Pain.
Pain menggumam pelan. "Mungkin memang aku yang harus melakukannya, tapi aku tahu tidak akan bisa melakukan semuanya sendiri."
"Tentu saja, karena itu Konan selalu pergi mewakili dirimu, kan?" tanyaku. Sekuat apapun pemimpinnya, pasti tidak akan bisa melakukan apapun tanpa bantuan dari teman-temannya, begitu juga dengan Pain. Karena itulah ia membentuk Akatsuki, kan?
Pain menarik tanganku keras, mempersempit jarak tubuh kami. Aku bisa merasakan hembusan nafas hangatnya di wajahku. Sudut bibirnya sedikit tertarik saat melihat wajahku yang agak menghangat karena posisi kami yang terlalu dekat. Ya, terlalu dekat daripada yang biasanya. Mataku bertatapan langsung dengan mata Rinnegannya yang selalu kukagumi. Tentu saja aku kagum, berapa banyak orang yang mendapatkan kekuatan seperti Rikudou-sennin sejak lahir?
"Sebenarnya kau juga sangat membantuku, Y/N. Kehadiranmu membuatku lebih tenang," kata Pain. "Kau memastikan kalau markas-markas kita tetap tersembunyi dan siap kapanpun aku memerintahkan mereka untuk pindah. Kurasa kau sama bergunanya dengan Konan, hanya saja ia lebih diandalkan saat berbicara dengan warga desa."
Wajahku kembali menghangat mendengar pujiannya, kuabaikan pujian untuk Konan diakhir kalimatnya. "Terima kasih, Pain."
"Tidak," gelengnya. "Seharusnya aku yang berkata seperti itu padamu. Terima kasih Y/N. Terima kasih sudah tetap bersama denganku dan Konan. Aku tidak sanggup kehilangan salah satu dari kalian lagi, terlebih dirimu."
"Tidak perlu berkata seperti itu."
Pain memajukan wajahnya, bibirnya tepat berada di samping telingaku karena aku bisa mendengar jelas helaan nafas lembutnya. Pipiku merasa sesuatu yang dingin, kutebak karena benda yang mengalirkan chakra itu menempel di pipiku. Telingaku merasakan sesuatu yang basah dan aku tidak berani menoleh untuk sekedar tahu apa sesuatu yang basah itu.
"Aku akan menjadikanmu dewiku di dunia yang baru nanti, Y/N. Akan kupastikan itu," bisik Pain. Aku yakin wajahku tidak bisa lebih memerah dari pada saat yang sebelumnya, tapi ternyata bisa. Wajahku benar-benar terasa panas sekarang.
"E-eh? Kenapa aku? Kenapa bukan Konan?"
"Entahlah... mungkin karena aku mencintaimu."
"A-apa!?"
Untuk yohanabetaria26
Maaf banget karena terlalu pendek dan kurang dapet feelnya...

KAMU SEDANG MEMBACA
Naruto One Shots
FanfictionCuma kumpulan dari berbagai karakter yang ada di Naruto. (Request CLOSED)