Aku berdiri diatas tebing yang nantinya akan dipahat wajah Hokage pertama dari desa Konoha. Desaku ini masih belum terlihat seperti desa karena masih banyak rumah yang belum dibangun dan hutan yang belum dimanfaatkan dengan baik, tapi bagaimanapun jadinya aku senang karena perang antara klan Senju dan klan Uchiha sudah berakhir saat Madara memutuskan untuk berdamai.
Sejujurnya, aku adalah satu dari sekian banyak orang yang benci dengan peperangan. Menurutku perang tidak menyelesaikan masalah, malah hanya akan menambah kebencian yang sudah ada. Mungkin itulah yang membuat banyak orang berkata kalau aku sangat mirip dengan kakak sulungku, Hashirama-nii, sementara yang membuatku mirip dengan kakak bungsuku hanyalah rambut putih panjangku. Omong-omong soal kedua kakakku, kurasa mereka sedang berada di rumah, kemungkinan besar berdiskusi tentang desa.
Merasa nyaman dengan angin yang berhembus sangat kencang, aku merebahkan tubuhku di tepi tebing dengan kaki yang menggantung bebas. Kalau ada orang yang melihat ke arahku dari bawah, pasti mereka berpikir kalau aku sedang mencoba bunuh diri dan takut dengan niatnya, walau pada kenyataannya aku hanya ingin menikmati sore yang tenang.
"Orang jahat akan menarik kakimu dan mudah menculikmu dengan posisi berbaring seperti itu, Y/N," tidak perlu seorang jonin untuk tahu kalau suara yang menyapaku adalah suara Madara.
"Kalau mereka pintar, mereka akan memilih orang lain sebagai target penculikan," balasku sambil setengah mendongak.
"Aku tidak menduga kalau kau begitu percaya diri, Y/N," sahut Madara. Ia duduk tepat di sebelah tubuhku, tangannya berada sejajar dengan kepalaku.
"Bukannya percaya diri, tapi hanya orang bodoh dan memiliki nyawa lebih dari satu yang berani menghadapi murka kedua kakakku dan kekasihku di saat bersamaan," bahuku terangkat samar.
Apa yang kukatakan itu memang benar, mendengar namaku saja sanggup membuat yang lain menunduk hormat padaku. Bukan karena kemampuanku yang luar biasa hebat seperti Hashirama-nii dan Madara, bukan juga karena kepintaran seperti Tobirama-nii, tapi karena saat ada seseorang membuatku kesal atau sedih atau bahkan berani menyakitiku, mereka akan mengetahui kenapa ketiga orang paling penting dalam hidupku itu sangat dihormati sekaligus ditakuti. Sebenarnya, kemampuanku yang paling menonjol hanyalah di bidang medis, itu karena ayahku ingin agar aku bisa mendukung kedua kakakku saat perang.
"Tentu saja itu yang akan terjadi," kata Madara. "Omong-omong apa yang kau lakukan di sini?"
"Sebenarnya aku hanya ingin menenangkan diri, tapi aku juga ingin bertemu denganmu, Madara."
"Tumben sekali ingin bertemu denganku, apa Tobirama masih terus membujukmu untuk berhenti menemuiku?" tanya Madara hati-hati. Semua orang juga tahu kalau hubungan Madara dan Tobirama-nii tidak terlalu baik karena Tobirama-nii membuat Izuna, adik Madara, kehilangan nyawanya. Aku tidak menyalahkan Tobirama-nii, juga tidak menyalahkan Madara, karena semuanya berlangsung pada saat perang.
"Aku tidak peduli apa yang Tobirama-nii katakan tentangmu, perasaanku tidak akan berubah. Hashirama-nii menitipkan pesan kalau ia mengajak kita untuk kencan bersama dengannya dan Mito-nee. Kalau kau tidak mau juga tidak apa, permintaan Hashirama-nii memang konyol."
"Bagaimana denganmu, apa kau mau datang?" tanya Madara. Ia mendudukkan tubuhku dan membiarkanku bersandar di sisi tubuh kirinya. Tangannya berada di punggungku menahan agar aku tidak jatuh, sementara tangannya yang bebas menggenggam tanganku.
"Sejujurnya sih tidak, tapi kita harus datang untuk menghormati Mito-nee yang datang dari jauh," jawabku. Aku menenggelamkan hidungku di lehernya, agak tertutup karena rambutnya yang terlalu panjang.
"Kalau begitu kita akan datang," timpal Madara. "Kenapa kau tidak ingin datang?"
"Tidak ingin saja," jawabku asal.
"Y/N."
"Baiklah, kenapa kau selalu tahu kalau aku sedang menyembunyikan sesuatu, padahal sharinganmu tidak aktif," gerutuku. "Aku hanya merasakan firasat buruk karena Uchiha lebih memilih Hashirama-nii untuk menjadi Hokage saat ia lebih memilihmu, aku yakin kau juga tahu hal ini. Entah kenapa aku takut kalau kau akan meninggalkanku untuk melakukan keinginanmu."
Madara mengangkat daguku dengan telunjuk dan ibu jarinya, matanya menatapku lekat-lekat, saat aku ingin mengalihkan pandangan, jari Madara mencegahnya. Angin kencang yang masih bertiup membuat rambutnya yang menutupi mata terlihat.
"Aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu, tapi aku bisa memberitahu satu hal padamu, Y/N," ujar Madara. "Kau sama berartinya dengan Izuna, mungkin melebihi dirinya. Kau adalah salah satu alasan kenapa aku memilih berdamai dengan Hashirama, aku tidak suka saat melihatmu terluka saat mencoba mengobati anggota klanmu. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu aman tanpa luka yang berani menggores tubuhmu. Apapun."
Aku tersenyum mendengar ucapan jujur Madara. Tidak perlu ia jelaskan pun aku sudah tahu resiko yang akan kuterima kalau berhubungan dengan Madara. Aku tidak bisa menahannya untuk melakukan apa yang ia inginkan, aku juga tidak bisa menuntut banyak hal darinya, yang bisa kulakukan hanyalah mendukung semua yang ia lakukan.
"Kau mau tahu sesuatu, Madara?"
"Hm?"
"Aku mencintaimu," ucapku pelan. "Terserah kakakku atau warga desa mau berkata apa, tidak ada yang bisa mengubah perasaanku."
"Yah, aku senang mendengarnya. Kurasa aku tidak perlu merubah pendapat Tobirama tentangku, kan?" tanya Madara.
"Tentu saja tidak," aku menggeleng. "Kau sudah memiliki Hashirama-nii kalau ingin mendengar komentar positif."
Madara terkekeh pelan. Aku sama sekali tidak menyangka kalau kekhawatiranku menjadi kenyataan. Tidak pernah aku berpikir kalau orang yang kukira mendukungku, malah menghabisi cintaku.
***
Hashirama-nii memelukku erat saat ia berkata kalau Madara sudah tewas di tangannya, Tobirama-nii hanya berdiri di sampingku dengan kedua tangan dilipat di depan dada tanpa melakukan apapun. Hashirama-nii berkali-kali mengucapkan maafnya karena tidak bisa membuat Madara kembali padaku, aku merasakan ada tangan lain yang ikut memelukku dan itu adalah tangan Tobirama-nii."Aku tahu ini terdengar aneh saat keluar dari mulutku," mulainya. "Tapi apapun yang terjadi ini bukan salahmu yang tidak bisa menghentikannya, kau bisa salahkan padaku yang terlalu menuduhnya dalam hati karena ia berpotensi untuk menjadi pengkhianat."
Mana mungkin aku menyalahkan mereka berdua. Seharusnya aku sudah tahu niat Madara saat pembicaraan kami ditebing waktu itu, ia memang merencanakan sesuatu yang tidak ingin kuketahui. Bahkan setelah aku tahu apa yang ia rencanakan, aku masih tidak bisa berbohong pada diriku sendiri, kalau aku masih mencintainya. Masih sangat mencintainya.
Untuk TyasFanesha dan KoyukiSenju

KAMU SEDANG MEMBACA
Naruto One Shots
FanfictionCuma kumpulan dari berbagai karakter yang ada di Naruto. (Request CLOSED)