Ia tahu. Ia sudah tahu sesaat setelah menyadari bahwa ia jatuh cinta pada salah satu putra pemimpin klan Uchiha, ia sudah tahu tidak akan ada akhir bahagia untuk mereka. Ia tahu mereka akan berpisah nanti, entah karena laki-laki yang ia cintai tidak mencintainya atau sosok itu mencintai gadis lain atau kematian yang akan memisahkan mereka.
Namun, untuk saat ini Y/N hanya ingin mengucap syukur karena setelah bertahun-tahun menanti, perasaannya berbalas. Ia tidak sendirian memerjuangkan hubungan ini. Perasaannya disambut dengan kasih sayang.
Uchiha Madara juga mencintainya.
“Apa yang menyibukkan pikiranmu sepagi ini?” suara serak Madara mengukir senyum di wajahnya.
Y/N membalikkan badan, membiarkan Madara sedikit merenggangkan pelukan sebelum kembali mengeratkannya saat ia sudah berhadapan dengan dada suaminya. Jemarinya bergerak menyusuri wajah Madara tanpa sadar, mengabaikan cicitan burung yang seakan berkata sudah waktunya bagi mereka untuk menjalani rutinitas pagi.
“Memikirkan betapa bahagianya aku saat perasaanku berbalas,” gumam Y/N sambil tersenyum.
Madara menggumam kecil. “Tidak perlu memikirkan yang sudah lalu. Kau masih berada di pelukanku saat ini.”
Perlahan, senyum Y/N meluntur saat mendengar Madara mengucapkan kata ‘masih’. Kata itu mengingatkannya pada percakapan mereka kemarin malam sebelum tertidur. Tanpa sadar, Y/N meremas bahu Madara, tidak memperhatikan kalau suaminya tengah memandanginya.
“Aku akan pergi besok,” ucapan Madara terdengar bagai petir di siang bolong. Kepalanya menoleh cepat ke arah Madara yang duduk di teras belakang. “Aku sudah berusaha mengajak klan, tapi tidak satu pun dari mereka ingin ikut denganku.”
Y/N menanggalkan celemeknya. Kakinya berjalan cepat menghampiri Madara. Ia tidak ragu menggenggam tangan suaminya yang sedikit gemetar, kemudian mencium punggung tangannya.
“Apa yang kaubicarakan?” tanyanya lembut.
Madara perlahan menoleh ke arahnya. Tatapan matanya terlihat kosong, berbanding terbalik dengan malam yang begitu terang dengan banyak bintang. Sebelah tangannya yang tidak berada dalam genggaman Y/N terangkat, menangkup wajah istrinya dengan gerakan hati-hati.
“Aku adalah pemimpin klan Uchiha sekarang, tapi desa tidak mengganggapku lebih daripada seorang kriminal karena berusaha menghancurkan kedamaian,” suara Madara terdengar begitu lirih hingga membawa mata Y/N berkaca-kaca. “Aku sudah mendengar bahwa Hashirama akan menobatkanku menjadi seorang Hokage, ia percaya bahwa aku mampu mengemban titel itu, tapi warga desa takut padaku. Mereka lebih menyukai Hashirama yang hangat.”
Y/N tidak menyadari bahwa ia sudah setengah menangis kalau ibu jari Madara tidak mengusap pipinya. “Lalu ... apa yang akan kaulakukan sekarang?”
Madara menghela nafas panjang. Terlihat berat mengatakan hal ini pada satu-satunya orang yang ia cintai. “Aku akan meninggalkan desa. Kau tidak akan ikut denganku.”
“Apa!?” protes Y/N. “Aku akan ikut denganmu apapun yang terjadi. Aku sudah berjanji padamu tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku ingin terus bersamamu, Madara.”
Madara melepaskan sebelah tangannya dari genggaman Y/N, lalu menangkup wajah istrinya dengan kedua tangan. Ia mengadukan dahinya dengan Y/N. Sorot matanya lembut setengah berkaca-kaca. Hatinya ikut terasa sakit saat melihat Y/N terisak di hadapannya.
“Dengarkan aku. Dunia yang akan kujalani terlalu berbahaya untukmu. Aku tidak akan bisa melindungimu di luar sana, tapi jika kau terus berada di desa, Hashirama sudah pasti akan menjagamu dengan baik. Tidak ada yang mengetahui siapa dirimu kecuali aku dan Hashirama.” bisik Madara. “Kau juga akan mati jika ikut bersamaku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Naruto One Shots
FanficCuma kumpulan dari berbagai karakter yang ada di Naruto. (Request CLOSED)