Aely POV
Aku mematung, mendengar penjelasan dari dokter kandungan aku temui membuatku merasa senang sekaligus bingung.
Ada kehidupan lain dalam perutku selama ini, air mata yang menggenang di pelupuk mataku mulai meluruh bersamaan dengan tubuhku yang melemas di atas brankar.
Siapa yang tahu jika hidupku akan seperti ini?
Rasanya aku ingin memaki pria yang menyebabkan semua kemalanganku. Aku menatap dokter itu dengan tatapan kosong, aku bingung harus bahagia atau sedih.
"Nyonya, kandunganmu masih sangat muda. Jadi saya sarankan untuk tidak berhubungan terlebih dahulu dengan suami anda." ucap dokter wanita itu.
Aku tersenyum getir mendengarnya. Suami? Aku bahkan belum menikah, pria yang membuatku seperti ini justru sedang terbaring lemah, berjuang antara hidup dan mati.
Menatap langit-langit rumah sakit, aku kembali mengingat semua hal yang terjadi selama ini, saat itu aku pikir Luciano adalah orang yang bisa membantuku untuk lepas dari jeratan penguntit itu.
Sayangnya, aku justru terjebak tanpa mengetahui jika dia adalah penguntit itu, bagaimana bisa aku sebodoh ini? Semua ini menjadi masuk akal ketika aku mendengar langsung tentang apa yang Luciano lakukan pada ayahku.
"Terima kasih dokter, tapi aku belum menikah." kataku dengan senyum tipis.
Dokter itu terkejut mendengar perkataanku, namun tak lama karena dia tersenyum manis padaku setelahnya. Meraih tanganku yang sedang memilin ujung baju dia semakin mendekat padaku, air mata yang sekuat tenaga ku tahan mengalir begitu saja.
Aku menangis di depan dokter yang baru aku temui, menangisi apa yang terjadi padaku selama ini. Pada awalnya ku kira bertemu kembali dengan pria yang aku cintai merupakan suatu keberuntungan, terlebih Luciano masih menginginkanku.
Namun aku sadar jika apa yang aku pikirkan saat itu benar-benar salah, bertemu kembali dengan pria itu merupakan sebuah mala petaka yang membuatku terjerumus dalam jurang tak berdasar. Bagaikan seorang tawanan, aku dirantai, dilecehkan, serta dipaksa menerima semua perlakuan buruk yang beralasan cinta itu.
Sampai saat ini aku hanya tahu sebatas Luciano yang menguntitku, lalu apakah Luciano juga yang membuat hidupku benar-benar dalam kendali?
Saat tengah termenung dokter itu menepuk pelan tanganku lalu tersenyum hangat, "Tak apa, anak muda memang terkadang melakukan kesalahan. Tapi ingatlah jika kehidupan yang ada dalam perutmu sama sekali tak bersalah." ucap dokter itu seakan menebak jika aku akan menggugurkan anakku.
Tapi dokter itu salah, aku tak akan membunuh darah dagingku sendiri meskipun aku tak menginginkannya. Mengelus pelan perutku aku beranjak dari brankar lalu duduk di kursi yang disediakan.
"Jangan khawatir dokter, aku bukan wanita jahat yang akan membunuh anakku sendiri hanya karena aku tak menginginkannya." kataku dengan sendu.
Sunyi, dokter itu tak membalas ucapanku seakan sedang mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Berjalan mendekat padaku dokter itu merengkuh tubuhku ke dalam dekapannya, air mataku kambali meluruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Romance(17+) [PRE-ORDER 26 FEBRUARI - 17 MARET] (WARNING!!! CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN, PEMBUNUHAN, AGE GAP, CHILD GROOMING, MANIPULASI, KATA-KATA KASAR DAN SEBAGAINYA. JIKA KALIAN MERASA CERITA SEMACAM INI TIDAK BERBOBOT, TIDAK USAH DIBACA) ***...