-Side Story Shacy POV-
Hal pertama yang terlintas dalam benakku saat ini adalah, mati. Hanya kata itu yang terlintas, seolah menggambarkan keadaanku saat ini.
Mungkin bagi sebagian orang mereka akan mengira aku hanya gadis biasa yang populer dan disukai banyak orang.
Tapi banyak hal yang tak mereka ketahui, tentang diriku, tentang kehidupanku, juga tentang pria di depanku. Luciano menatapku sangat tajam dan dingin, namun bibir pria itu tersungging ke atas.
Itu bukanlah senyum ramah atau senyum bahagia, melainkan senyum yang mengisyaratkan jika aku harus mematuhi apa pun yang dia perintahkan.
Melihat ayah yang diam mematung membuatku sadar jika tak ada pilihan lain, aku harus menjadi sahabat gadis bernama Aely itu. Meskipun tak begitu mengenalnya tapi aku akan mencoba, demi keluargaku. Memejamkan mata, aku menghela nafas kasar sebelum menatap ragu pada Luciano.
Pria di depanku sangat menakutkan, meski bibirnya tersenyum tapi siapa pun tahu jika dia bisa membunuh orang dengan senyum di wajahnya.
"A-aku akan menuruti yang anda perintahkan, tuan." ucapku.
Bertepatan dengan mengatakan itu aku membulatkan tekadku untuk tidak melibatkan simpati dan rasa kasihan dalam persahabatanku dengan gadis itu nanti, aku bahkan tak pernah terpikir untuk menjadikannya sahabatku.
Aku mendengar suara tepuk tangan dari pria di depanku, dia tersenyum miring lalu mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya kemudian memberikannya pada sang tangan kanan.
Sang tangan kanan yang ku ketahui namanya itu memberikan kertas itu padaku, Menerima kertas perjanjian itu aku menatap sekilas pada ayah, wajah ayahku terlihat sangat ketakutan.
"Jangan banyak bertanya dan lakukan tugasmu dengan baik, hanya satu tahun." kata Luciano.
Mengangguk singkat aku langsung menandatanganinya, dengan perjanjian ini aku sangat berharap keluargaku tak lagi dihantui oleh teror pria sialan di depanku ini.
***
"Senang bertemu denganmu, aku Shacy Evgenia." Melihat senyum ramah dari gadis di depanku membuatku sadar jika dia hanyalah gadis polos yang sedang bajingan itu permainkan.
Tapi aku harus mematikan rasa simpatiku, tidak seharusnya aku merasa kasihan atau apa pun padanya. Persahabatan kami hanya atas dasar perintah tuanku, tidak lebih, aku pun tak berharap bisa memiliki teman sejati.
Netra hijau miliknya menatap takut pada gadis berpenampilan tomboi di sampingku, "Ah, ini Amery, dia temanku."
"Zephyr Amery."
Aku yakin jika pria itu melakukan sesuatu pada Aely, tapi aku belum tahu apa yang pria itu lakukan dan tugasku hanya meyakinkan Aely jika semua yang dia alami hanyalah halusinasi. Ya, aku harus membuatnya seolah-olah dia kehilangan akal dan berhalusinasi.
Terdengar jahat bukan?
"Um... Jika kalian tak keberatan apakah kalian mau ke toko buku bersama pulang sekolah nanti?" ajaknya dengan malu-malu.
Terkekeh geli, aku mengangguk singkat begitu pun dengan Amery. "Tentu saja, kita akan memulai persahabatan di toko buku. Bukankah begitu, Amery?" Aku melirik Amery menggunakan ekor mataku.
"Of course we are." timpalnya.
Bel masuk kembali berbunyi, aku melangkahkan kakiku menjauh dari Aely menuju tempat dudukku. Pelajaran kembali dimulai, tapi aku merasa sesuatu sedang mengawasi kami. Saat aku menyapukan netraku aku menemukan sebuah kamera kecil yang berada tak jauh dari tempat duduk Aely.
![](https://img.wattpad.com/cover/333914911-288-k737295.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Любовные романы(17+) (WARNING!!! CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN, PEMBUNUHAN, AGE GAP, CHILD GROOMING, MANIPULASI, KATA-KATA KASAR DAN SEBAGAINYA. JIKA KALIAN MERASA CERITA SEMACAM INI TIDAK BERBOBOT, TIDAK USAH DIBACA) *** Dia pikir dia bisa lepas dariku? ...