34. Lifetime Of Dreams

6.5K 1K 101
                                    

"Mbak Pur, aku jalan ya,"

Mengenakan high-rise tapered pants by Brunello Cucinelli dan Marant Etoile's destiny cotton-blend top Gendhis tersenyum pada asisten rumahnya tersebut.

Mbak Pur ikut keluar mengikuti Gendhis, membantu perempuan itu membawakan tas lain yang berisi laptop. "Mbak Gendhis nanti siang mau dimasakin apa buat makan siang?" tanya Mbak Iroh pelan.

Gendhis terlihat berpikir sejenak, perempuan itu juga menurunkan ponselnya, dan mendekapnya di dada. "Aku makan di luar sepertinya, Mbak Pur masak buat Mbak sama yang lain aja nggak apa," jawab Gendhis lembut.

Mbak Pur mengangguk pelan, "baik, kalau begitu..." sahut Mbak Pur dengan senyum tipis. "Ayo, Mbak saya bantu masukin barangnya... itu taksinya udah sampai," sambungnya melihat sebuah taksi biru berhenti di depan pagar rumah.

Kepala Gendhis mengangguk, kembali membawa ponselnya mendekati telinga. Perempuan itu memilih untuk melanjutkan obrolannya disana.

"Aku ada meeting sama owner rumah Menteng bareng tim interior, sepertinya sampai malam," lirih Gendhis yang menempatkan dirinya di kursi penumpang.

Perempuan itu juga sempat melambaikan tangan serta mengucapkan terima kasih pada Mbak Pur yang menutup pintu sebelah kanan setelah meletakan barang bawaan Gendhis disana.

"Sibuk sekali sepertinya, ya?" balasan yang langsung terdengar bersamaan dengan taksi biru yang mulai menjauh meninggalkan pagar rumah.

Kepala Gendhis mengangguk pelan, "iya, terus juga nanti sore ada undangan peresmian restoran di Sudirman," jelas Gendhis mengintip Reverso di pergelangan kiri. "Ini aku masih di taksi aja rasanya udah lumayan engap tau, Mas," lanjutnya sedikit terkekeh.

Gendhis menghela napasnya pelan. "Mas Riga masih di Bandung?" tanyanya mengingat jadwal laki-laki yang masih berada di ujung panggilan itu.

Terdengar suara dehaman disana, "iya, mungkin setelah acara siang nanti langsung balik ke Jakarta," jelasnya dengan lembut. "Rasanya pengen langsung sampai Jakarta tau Mbak, udah kangen banget sama Nala," sambung Riga dengan gembira.

Gendhis hanya mampu tersenyum, menggelengkan kepala setiap Riga menceritakan hal-hal tentang Nala. Laki-laki itu terlihat sangat menyayangi bayi mungil berumur lima hari itu.

Omong-omong soal Nala, Gendhis sendiri memang sudah tahu dengan kelahiran putri pertama Sena tersebut. Tentu saja setelah diberikan kabar oleh ibu si bayi dan Riga beberapa hari lalu. Lucunya, sebenarnya Gendhis sudah lebih dulu tahu dengan kabar baik tersebut sebelum Riga.

"Semalam aku juga video call Mbak Sena sama Ibu, Mas..." lirih Gendhis dengan kepala mengangguk pelan. "Say sorry, karena belum sempat ketemu Mbak Sena dan Nala... padahal udah tiga hari aku di Jakarta," lanjutnya dengan penyesalan disana.

Ya, ini adalah hari ketiga Gendhis di Jakarta untuk urusan pekerjaan yang diambilnya. Sebenarnya, juga ada urusan lain yang harus dirinya lakukan juga disana, namun siapa sangka jika kegiatannya sendiri malah jauh dari kata lega untuk saat ini.

Tidak seperti sebelumnya, untuk business trip kali ini Gendhis memilih tinggal di rumah Kebayoran Baru setelah Bunda yang memintanya. Sebenarnya Gendhis memilih tinggal di Capital karena dekat dengan Pacific Palace, ya walaupun sebenarnya jarak dari rumah juga tidak terlalu jauh.

Terdengar dehaman Riga kembali. "Nggak apa, Mbak Sena pasti ngerti sama kondisi Mbak Gendhis," balas Riga menenangkan. "Buat aku asal semua baik-baik aja, Mbak Gendhis nggak sampai kelelahan seperti waktu itu... that's enough. Jangan terlalu dipaksakan," lanjutnya dengan lembut.

The StationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang