21. Build My Home

27.7K 2.8K 254
                                        

Perjalanan kali ini terasa cukup lama bagi dua orang di dalam GLC 43 yang mengaspal bersama kendaraan lain itu.

Si perempuan yang merasa cukup canggung, sedangkan si laki-laki yang tidak tau harus memulai obrolan mereka dari mana. Terlebih sejak konfrontasi singkat keduanya satu jam lalu.

"Astaghfirullah,"

Untuk pertama kalinya setelah hampir sepuluh menit keduanya membuka suara, bersamaan akibat rasa terkejut karena pengendara mobil yang berada di depan tiba-tiba berhenti.

"You ok?" tanya Riga menatap Gendhis yang masih menggenggam safety belt. Wajah Gendhis masih terlihat cukup terkejut.

Tak ada jawaban dari Gendhis, perempuan itu hanya mengangguk dengan wajah beralih membalas tatapan Riga. "Ya," balas Gendhis dengan senyum tipis.

Riga segera menarik tangan kirinya dari bahu Gendhis. Terlihat cukup canggung, karena respon spontan yang dilakukan oleh laki-laki tiga puluh dua tahun itu untuk menahan tubuh Gendhis.

Tanpa sadar, keduanya tertawa. Sebuah tawa yang rasanya cukup melegakan setelah aksi diam. Menertawakan rasa canggung mereka berdua, serta menertawakan bagaimana muka terkejut keduanya.

"Thank you for your considerate, Mas," ucap Gendhis menyadari satu hal yang baru saja Riga lakukan. Perempuan itu tersenyum tipis menatap Riga yang juga tersenyum disana.

Kepala Riga mengangguk, "my pleasure, Mbak," lirih Riga dengan senyum masih mengembang disana. Laki-laki itu bahkan terlihat lebih santai dari sebelumnya.

Gendhis mengangguk-anggukkan kepala, perempuan itu juga menipiskan bibirnya menatap kendaraan yang mulai kembali berjalan.

"Mbak,"

Laki-laki itu memilih untuk membuka obrolan lebih dulu. Dengan tatapan lurus ke depan, berusaha untuk mencairkan suasana kembali.

Panggilan yang langsung dibalas Gendhis dengan dehaman pelan serta tatapan langsung ke arah Riga.

"I don't know, is it matters to have any name for our relationship or not. All of your thoughts are understandable... how that thing makes you unsure about us,"

Dengan perlahan Riga mengucapkan kalimat itu. Membawa tatapannya untuk membalas milik Gendhis sesekali.

Kepalanya mengangguk. "We're here, at the same road and maybe we have same goals..." laki-laki menjeda sejenak ucapannya, memilih untuk membasahi bibirnya sebentar. "And I want you to accompanying me to reach the goals..." sambung Riga membasahi bibir bawahnya.

"Can we worked on it?"

Ada sensasi aneh yang hinggap pada Gendhis, perasaan yang seolah sudah cukup asing untuknya.

Perempuan itu mengerjapkan mata, mencoba memproses kalimat terakhir yang Riga ucapkan. Mencoba meyakinkan dirinya jika Riga benar-benar mengucapkan kalimat tersebut.

Apa Riga sedang mengungkapkan perasaan padanya?

"Mas..."

"Nggak, aku nggak lagi minta Mbak Gendhis buat jadi pacarku. Nah, I asked you to have a serious commitment with me. Kita berdua sudah terlalu tua kalau sekedar pacaran kan, Mbak?"

Apa boleh Gendhis berteriak?

Riga terlihat mengambil napas dalam. "Percayalah, aku melakukan ini bukan karena desakan Mbak Gendhis ataupun konfrontasi kita berdua tadi," gumam Riga yang masih tertangkap jelas di telinga Gendhis.

The StationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang