Langit yang berwarna biru sempurna seolah ikut mendukung indahnya Amanjiwo sore ini, pemandangan selalu berhasil membuat Gendhis terkesan setiap kunjungannya kesana.
Hari kedua bagi Gendhis berada disalah satu resort terbaik Indonesia tersebut. Ya, Revi dan Catra mengadakan after wedding dinner mereka disini. Sebuah pesta kecil yang hanya mengundang sahabat serta orang-orang terdekat kedua mempelai. Hampir enam puluh orang mereka boyong ke Magelang.
Mengenakan pinball sundress dari Alémais, Gendhis berjalan beriringan dengan Laras menuruni anak tangga disana. Di belakang mereka ada dua orang laki-laki yang juga beriringan dan asik dengan obrolan mereka.
"Aku masih bertanya-tanya kok bisa itu dua orang bisa cepet akrab deh?" gerutuan Laras yang masih terheran-heran dengan dua orang di belakangnya.
Gendhis langsung mengedikan bahunya, "kalau Mas Riga emang aku nggak kaget, tapi kalau Nael... sejak kapan dia jadi luar biasa extrovert kayak gitu?" balas Gendhis ikut keheranan bersama Laras.
Menggeleng pelan, Laras memukul lengan Gendhis, "Nael itu emang extrovert plus random anaknya," bisik Laras mendekatkan tubuhnya pada Gendhis.
"Iyakah?"
"Serius," ucapnya kembali menjauh dari tubuh teman baiknya itu. Perempuan itu bahkan sempat menghentikan langkahnya dan berbalik menatap wajah dua orang laki-laki yang keheranan, "masih nggak nyangka, ketemu momen Nael jalan bareng Mas Riga," gumamnya sebelum melingkarkan tangannya pada lengan Gendhis.
Ya, Riga dan Nael berada disana sebagai pendamping mereka berdua. Nael lebih dulu sampai di Amanjiwo, laki-laki itu datang bersama Laras kemarin sore. Sedangkan Gendhis sendiri baru tiba malam hari dan Riga pagi tadi.
Gendhis bahkan cukup shock ketika Riga mengatakan sedang menikmati kopi bersama Nael di restoran. Membuatnya langsung mengadu pada Laras yang berakhir dengan kebingungan dua perempuan itu.
"Mas kok bisa langsung akrab gitu sama Nael?" gumam Gendhis ketika mereka mulai memasuki area pool yang sudah dibias dengan berbagai jenis bunga yang mendukung tema summer's sunset dinner serta sebuah meja panjang disana.
Laki-laki yang mendapat pertanyaan tiba-tiba itu langsung tertawa pelan, "kenapa? ada yang aneh kah?" heran Riga dengan senyum tipisnya. "Kaget banget kayaknya," lanjutnya pelan.
Gendhis langsung menganggukan kepalanya. "Ya heran aja, image seorang Gabriel Nael itu introvert... kok tiba-tiba malah langsung akrab sama Mas Riga," jelas Gendhis sedikit menggerakkan tubuhnya menghadap Riga.
"Laki-laki itu, perkara ngomongin merk rokok aja bisa jadi temen loh, Mbak," balas Riga yang semakin mengeratkan gandengan tangan mereka disana. "Apalagi ini... pemain bola sama penggemar sepak bolanya," imbuh Riga perlahan.
Di area pool sudah hadir beberapa tamu undangan Revi dan Catra, membuat suasana cukup ramai namun tetap terasa hangat karena mereka yang nyatanya sudah saling mengenal satu sama lain.
"Gendhis," suara itu langsung jadi yang pertama menyapa indera pendengaran Gendhis. Ketika namanya terucap dari bibir seorang perempuan seumuran Bunda disana.
Gendhis bergegas menghambur ke dalam pelukan Ibu Catra yang sudah merentangkan kedua tangannya. "Tante Ema," ucap Gendhis memeluk tubuh Tante Ema singkat.
Rasanya selalu menyenangkan ketika Gendhis bertemu dengan Tante Ema, mengingat jika dulu dirinya sering main ke rumah Catra bersama yang lainnya. Bagaimana hangatnya ibu kandung Catra itu selalu menyambut dan menyiapkan keperluan mereka.
Tante Ema memeluk tubuh ramping Gendhis dengan hangat, "alhamdulilah, akhirnya anak wedok ini bawa gandengan... pantas saja Revi sama Catra semangat sekali," ucap Tante Ema sebelum melepaskan pelukan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Station
RomansaBagi Gendhis stasiun bukan hanya sekedar tempat untuk menunggu rentetan gerbong besi yang akan mengantarkannya. Stasiun menjadi tempat untuknya menuju sebuah rasa yang menjadi obat. Stasiun bukan hanya tentang kereta untuk Auriga. Stasiun menjadi se...