7. Kind Of Life

7.7K 964 28
                                    

Gendhis masih sibuk dengan salah satu digital design yang sudah terbuka di laptopnya. Salah satu rancangan proyek hunian pribadi salah satu client di Bandung.

Rumah model modern tropis-milik Sekha dan Diaz- selalu berhasil membuat Gendhis seperti berada di rumah.

Duduk lesehan di pool deck dekat kolam ikan yang ada di halaman samping, Gendhis memilih untuk memeriksa gambar yang sudah hampir jadi itu.

"Mbak Gendhis ini tehnya," suara itu berhasil membuat Gendhis mendangak, melihat Budhe Pur yang membawa teh. "Kalau butuh apa-apa, panggil Budhe aja ya, Mbak," sambung Budhe Pur dengan senyuman lebarnya.

Gendhis mengangguk pelan, "terima kasih, Budhe," ucap Gendhis sebelum Budhe Pur kembali masuk ke dalam.

Hari ini hanya ada Gendhis disana karena tiga orang pemilik rumah sedang ada urusan di luar. Masnya sudah berangkat ke kantor sejak pagi tadi. Diaz, kakak iparnya sedang pergi untuk mengambil kain batik pesanan Bunda. Si kecil, Zio, anak itu sudah berangkat sekolah bersama Papanya pagi tadi.

Suara gemercik air menjadi backsound utama kegiatan Gendhis pagi ini, untungnya langit Solo juga sedang bersahabat.

"Lah katanya kamu kih lagi cuti, Ndhis? lah kok malah tetep join koordinasi," suara Andung mengisi sambungan video conference di tab milik Gendhis.

Perempuan itu hanya memamerkan deretan giginya, "ternyata aku nggak bisa jauh dari kalian semua," ucapnya dengan nada manja. "Apa aku nggak usah ambil cuti lagi kali ya, Ndung?" lanjutnya dengan mata menyipit.

"Nggak usah deh, daripada sekalinya cuti ambil sebulan," itu bukan suara Andung. Suara perempuan itu lebih dulu terdengar disana.

Gendhis hanya mampu terkekeh melihat wajah Khisna yang terlihat ingin memukul Gendhis-jika perempuan itu ada disana-dengan tatapan galaknya.

"Iyo, mending rutin ambil cuti wae sih, Ndhis. Tak acc tanpa ba-bi-bu," kali ini Feri menimpali obrolan timnya.

Jika kalian bertanya: kenapa rapat itu terdengar santai? jawabannya karena rapat sudah selesai sedangan video conference itu belum. Tentu saja karena timnya terkejut dengan bergabungnya Gendhis disana.

Mata Gendhis memicing begitu mendengar sahutan leader timnya itu, "gitu kok bilangnya kalau aku nikah dikasih cuti panjang," balas Gendhis mengutip obrolan mereka sebelum dirinya cuti.

"Yo nek nikah kan beda, loh," bela Feri. Laki-laki itu bahkan sampai bergeleng kepala dengan tingkah Gendhis. "Piye? udah ada calonnya nih kayaknya," sambungnya yang langsung membuat yang lain ikut riuh disana.

"Sik... sik... Mbakku nelfon,"

Tangan Gendhis terangkat mencoba menghentikan sorakan disana.

"Halah, ngapusi (halah, bohong)" sahut Andung seolah hapal dengan kebiasaan perempuan itu.

Dengan cepat Gendhis mengangkat ponsel miliknya, memamerkan panggilan masuk yang memenuhi layar ponselnya, "see? udah dulu. Kalian lanjut kerjanya ya, teman. Aku mau lanjut tidur siang dengan nyenyak," pamitnya dengan wajah usilnya.

Gendhis menempelkan benda pipih itu ke telinga, "halo, Mbak Di," sapanya lebih dulu dengan tangan sibuk mematikan dua device lain yang selesai ia pakai.

"Assalamualaikum,"

Seperti biasa, Diaz langsung mengucap salam dengan nada galaknya. Persis seperti Bunda jika Gendhis lupa mengucapkan salam.

Terkekeh pelan, Gendhis merutuki kebiasaannya, "wa'alaikumsalam, gimana, Mbak?" tanya Gendhis keheranan dengan kakak iparnya yang tiba-tiba menelfon.

Suara helaan napas Diaz terdengar di ujung sana. "Kamu makan siang nyusul kesini aja ya, Ndhis?" ajakan itu lebih terdengar seperti perintah.

The StationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang