Entah berapa banyak Gendhis tersenyum selama meeting kali ini. Sebuah pertemuan pertamanya dengan klien barunya yang penuh dengan tawa.
Sepasang suami istri yang pernikahannya sempat membuat heboh memenuhi media online maupun berita gosip di televisi sudah duduk di hadapan Gendhis. Gendhis bahkan masih sangat ingat bagaimana Khisna membicarakan berita pernikahan keduanya.
"Sek talah, Nyo (Sebentar, Nyo). Kepala Mbak Gendhis bisa puyeng denger kita berdua berisik," henti Joan pada suaminya yang sedari tadi banyak mengajukan pertanyaan pada Gendhis. "Sorry yo, Mbak. Lakiku emang banyak mau, mohon maaf," alih Joan pada Gendhis.
Joandra Hardjo yang sekarang dikenal sebagai Joandra Tantono menghubungi Gendhis bulan lalu. Perempuan dua puluh tujuh tahun itu menghubungi Gendhis setelah memulai proyek rumah pribadi milik kakak sepupu Joan.
Gendhis sendiri mengenal Joan dari klien sebelumnya yang tak lain merupakan kakak sepupu Joan, Kevin. Sebuah kebetulan yang membuat Gendhis memegang proyek pembangunan rumah keluarga sang cucu konglomerat.
Gendhis kembali tersenyum. "Nggak papa kok. Kan mau bangun tempat pulang jadi ya harus sesuai sama keinginan," balas Gendhis memaklumi.
Laki-laki yang sempat terdiam tadi mengusap tengkuknya. "Kalau aku yang penting sih ada bau-bau Bali, Mbak. That's enough for me," suara itu kembali keluar darinya.
Joan memukul lengan suaminya, "nggak dari tadi," suara Joan terdengar gemas. Jeffano—suami Joan—memang cukup kritis, laki-laki terlihat sangat ingin mewujudkan sebuah hunian yang nyaman bagi keluarganya.
Gendhis bisa memahami hal itu, semua orang pasti memiliki kriteria mereka masing-masing. Apalagi ini tentang rumah, sebuah tempat dimana setiap individu akan selalu pulang. Rumah harus tentang sebuah nyaman.
Dengan cepat, Gendhis memasukan permintaan Jeff. Perempuan itu juga kembali melakukan koreksi beberapa masukan yang sekiranya bisa membantunya untuk merancang rumah impian bagi sepasang suami-istri di hadapannya.
Mengeluarkan MacBook Pro dari tas yang dibawanya, Gendhis dengan cepat membuka salah satu file yang sudah sempat dirinya buat. Sebuah rancangan awal hasil dari pertemuan awal mereka bulan lalu.
"Disini, aku coba buat guest area sesuai request Joan. Ini aku buat guest area-nya dengan model Joglo. It'll probably be good choice for Balinese vibe house," jelas Gendhis menunjukan sebuah bangunan joglo yang bersebelahan dengan bangunan utama.
Jeff tersenyum, laki-laki itu menganggukan kepalanya. "Wow, Pretty!" gumamnya terlihat cukup senang dengan apa yang Gendhis tunjukkan. Meta Jeff juga terlihat meneliti bangunan yang Gendhis buat itu. "One more request, ini bisa dibuat mengapung nggak, ya?" tanya Jeff menunjuk sekeliling bangunan Joglo tersebut.
Cekatan, Gendhis membuka sebuah file lama di iPad miliknya. Membuka sebuah rancangan lain yang dirinya buat beberapa bulan lalu. "Desain ini mungkin bisa kita pakai, jadi joglo itu nanti ada di tengah-tengah kolam," jelasnya dengan tenang.
Jeff langsung mengangguk. "Nah iya, seperti ini," balasnya merasa cukup puas dengan desain yang Gendhis tunjukkan.
Banyak yang Gendhis tunjukkan untuk desain awal. Sebuah desain yang sudah dipersiapkan bersama timnya, bahkan Joan juga terlihat sangat puas melihat sebuah area peralihan berupa foyer megah yang dengan konsep double ceiling yang Gendhis tunjukkan.
Gendhis sendiri sangat senang dengan cara keduanya berkomunikasi. Cara Jeff yang mendahulukan setiap kenyamanan dan keinginan Joan. Sebuah hubungan yang membuat Gendhis merapalkan doa diam-diam.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Station
RomanceBagi Gendhis stasiun bukan hanya sekedar tempat untuk menunggu rentetan gerbong besi yang akan mengantarkannya. Stasiun menjadi tempat untuknya menuju sebuah rasa yang menjadi obat. Stasiun bukan hanya tentang kereta untuk Auriga. Stasiun menjadi se...