29. The People Play

21.6K 2.2K 91
                                    

Menurunkan kacamata yang dikenakannya, Riga menghela napas panjangnya. Laki-laki itu bahkan langsung menyandarkan punggungnya pada sandaran dan mulai meregangkan ototnya yang terasa kaku.

"Masuk," serunya setelah melihat seorang laki-laki berada di luar pintu kaca.

Perlahan pintu terbuka, membawa Ferdi-asisten pribadinya- yang berjalan masuk membawa beberapa map berisi proposal disana.

"Bapak, ini proposal untuk beberapa kegiatan yang sudah masuk," lirih Ferdi meletakkan tumpukan file yang dibawanya ke atas meja kecil di samping meja kerja Riga. "Lalu, undangan resmi dari pihak Wakatobi Travel Mart juga sudah turun," lanjutnya menjelaskan dan menyerahkan sebuah paket lain disana.

Perlahan, Riga menarik paket berwarna putih tersebut. "Baik, akan saya periksa proposalnya dan undangannya," jawab Riga dengan kepala terangguk. "Jangan lupa atur jadwal buat kunjungannya ya, Fer," imbuh Riga dengan senyum tipis.

Kepala Ferdi mengangguk, laki-laki itu juga membalas senyuman tipis yang atasannya berikan. "Baik, Bapak. Saya akan mulai atur untuk jadwal sekaligus rundown rencana kunjungannya," balas laki-laki dua puluh tujuh tahun tersebut.

Riga mengangguk, "terima kasih ya, Fer," ucapnya dengan senyum tipis.

Ferdi segera keluar ruangan setelahnya, membuat Riga kembali sendiri disana bersama beberapa dokumen yang harus dirinya periksa.

Sebulan setelah acara pelantikan, seorang Auriga masih berusaha menyesuaikan diri dengan kewajiban barunya. Banyak hal yang masih Riga pelajari sebagai bagian dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tentu saja dengan bantuan Irwanda disana.

Ada banyak hal yang terasa benar-benar berubah sebulan terakhir ini, terlebih kegiatannya yang semakin padat. Menjadi seorang wakil menteri sekaligus pemimpin Mangkunegaran tidaklah semudah kelihatannya, Riga sendiri masih cukup kewalahan dengan padatnya jadwal yang sekarang ia miliki.

Terkadang di pagi hari Riga masih berkoordinasi bersama Irwanda di Sapta Pesona, siang hari makan siang bersama tim Kementrian lain, dan malam hari Riga sudah berada di Mangkunegaran untuk sebuah acara.

Mungkin satu-satunya yang bisa Riga lakukan belakangan ini hanya memuji bagaimana dirinya sendiri yang mampu bertahan dengan begitu padatnya jadwal.

Tak lupa, dengan Ibu dan Sena yang tak hentinya menjadi back up untuknya di Mangkunegaran. Serta seorang perempuan cantik yang selalu menjadi reminder dan tempatnya lari, Gendhis.

Padatnya kegiatan Riga akhir-akhir ini, membuatnya dan Gendhis hanya berhubungan melalui pesan dan panggilan. Jika sebelumnya mungkin sangat mudah baginya dan Gendhis untuk saling bertemu, tapi tidak untuk sekarang.

Gendhis, perempuannya itu sedang sibuk dengan beberapa proyek yang dirinya pegang. Meskipun proyek pembangunan salah satu fakultas di Universitas Diponegoro sudah rampung beberapa minggu lalu, saat ini Gendhis sendiri sedang fokus dengan beberapa proyek lain.

Baru-baru ini Gendhis memberikan sebuah kabar baik pada Riga, dimana Gendhis dan Ayah Wisnu mendapatkan proyek pembangunan salah satu mall di Semarang. Sebuah kabar yang ikut membuat Riga bahagia sekaligus khawatir karena kegiatan Gendhis yang nyatanya tak kalah sibuk dengannya.

Omong-omong tentang Gendhis, perempuan itu sama sekali tidak pernah menuntut Riga saat mereka berjauhan. Gendhis juga sangat pengertian dengan padatnya kegiatan Riga, ketika laki-laki itu tiba-tiba hilang seharian setelah bertukar kabar di pagi hari. Hal itu selalu Riga syukuri karena Gendhis yang bersamanya sekarang.

"Halo," sapa Riga lebih dulu menatap benda pipih berwarna hitam itu. "Assalamualaikum," lanjutnya dengan riang.

Layar itu menampilkan wajah seorang perempuan dengan rambut terikat satu, "wa'alaikumsalam," sapanya dengan lembut. "Mas, breaktime?" tanyanya dengan tatapan lurus ke arah Riga.

The StationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang