' - tidak sengaja - '
• • •
Indahnya langit mampu membuat para manusia terpesona.
Sinar jingga yang terlihat cantik, dengan ditemani kicauan burung yang menemani langit indah pada sore ini.
Angin sepoi-sepoi menjadi sebuah topping yang menyegarkan bagi para manusia di muka bumi.
Memang, ciptaan dari Tuhan selalu dapat membuat semua umat manusia berdecak kagum dengan apa yang ada.
"Caine." Suara berat menyapa pendengar milik Caine, ia sangat kenal dengan suara itu.
Ia menoleh, mendapati seseorang yang sangat ia kenal di pengelihatannya. Rion, partner hidupnya sedang berdiri disana.
"Hai, mau join?" Ucap Caine.
Rion tersenyum dengan tipis mendengar itu. Dirinya segera melangkahkan kakinya menuju dimana Caine duduk. Setelah sampai, tentu ia segera ikut duduk disebelah pemuda berambut merah ini.
Ia terdiam sejenak sembari menatap kolam dengan tatapan sendu, sebelum akhirnya ia menaruh kepalanya untuk bersandar dibahu milik Caine.
"Kacau Caine, semuanya ... Kacau." Lirihnya.
Caine hanya terdiam, membuat mereka hanya mendengar suara hembusan nafas dari masing-masing.
Entahlah, Caine bingung ingin menanggapi seperti apa.
"Bisa-bisanya anak ku masih ngalamin trauma itu Caine. Aku ngerasa ... Aku ayah ga guna sama sekali buat anak-anak ku." Ucap Rion.
Mendengar apa yang diucapkan Rion, Caine segera menoleh menatap terkejut kearah Rion. Ia segera mendorong kedua bahu Rion agar dia menatap wajahnya.
"Kamu ngomong apa Rion? Tarik balik kata-kata mu itu." Balas Caine.
Raut muka Caine terlihat 'lumayan.' marah, membuat Rion yang melihatnya harus menghela nafas dengan panjang.
"Caine ... Satu anak ku udah mulai jauh dari ajaran ku, yang ngebuat aku harus asing in dia di rumah kakak aku. Dua anak aku harus ketemu sama bajingan yang buat hidup mereka rusak." Lirihnya.
"Belum lagi, anak bungsu ku Caine ... Dia punya trauma yang belum hilang, yang mana aku gatau hal itu Caine."
"Aku ayah macam apa Caine." Rion menundukkan kepalanya, badannya terlihat bergetar. Tidak, Rion tidak meneteskan air mata, raut wajahnya juga hanya menunjukkan raut sendu bukan raut wajah ingin menangis.
Caine sendiri mengigit bibirnya, berusaha menahan perasaan campur aduk yang ada didalam dirinya.
"Dan aku juga ga yakin, aku bisa ngelindungin mereka semua dari para bajingan penghianat itu."
Mendengar nya, tangan milik Caine reflek terangkat menampar pipi kanan milik Rion. Tak terlalu keras, namun tentu menyebabkan efek kebas di pipi.
Rion yang mendapatkan tamparan tiba-tiba tentu saja terkejut. Matanya melotot, dan tangannya memegang pipi kanan nya yang nyeri. Sedangkan Caine sendiri? Ia masih mencerna apa yangs udah ia lakukan terhadap partner nya.
"Caine?"
"R ― Rion, aku minta maaf, aku reflek tadi." Ucap Caine dengan perasaan bersalah yang besar.
Rion terlihat memajukan bibir miliknya, dan kemudian ia berujar dengan nada yang terdengar sangat dibuat-buat.
"Sakitttttt."
• • • •
"Hidup mah banyak banget masalahnya anjir." Riji yang sedang mengunyah buah apel mulai mencari topik untuk dibahas.
Anak-anak keluarga Noir saat ini berada di kamar milik Enon dan Mia. Dua anak itu, sudah dipindahkan dan dirawat inap didalam satu kamar. Sehingga aman bagi mereka jika ingin menjenguk keduanya.
"Lu mau tau ga kenapa idup selalu ada masalahnya?"
Mereka yang awalnya sibuk bermain ponsel, dan menonton TV mulai menaruh perhatian ke Gin yang berbicara.
"Kenapa tuh?" Tanya Funin.
Gin segera memasang wajah yang sangat serius, seolah dirinya adalah orang benar.
"Karna kalo idup tanpa depresi itu namanya bukan idup, tapi idung." Ujarnya.
Setelah ia mengucapkan kata yang amat tidak masuk akal itu, suara tawanya mengisi segala sudut ruang yang ada di kamar inap ini.
Mereka yang ada disana hanya menampilkan wajah yang lelah, wajah yang cengo, dan wajah yang ingin sekali menghajar wajah Gin Geheboy.
Tawa nya tak berhenti segera berhenti, membuat Jaki, Krow dan Garin berinisiatif mengambil bantal dan boneka yang ada di ranjang milik Enon dan Mia.
Mereka bersiap-siap mengangkat bantal tersebut sembari menatap satu sama lain sebagai kode memulai apa yang akan mereka lakukan.
Mulut Krow bergumam, menghitung dari angka satu hingga angka tiga. Saat angka sudah di tiga, mereka segera melayangkan bantal dan boneka yang sudah mereka angkat tinggi-tinggi itu ke Gin.
Suara tabrakan antara bantal dan wajah Gin terdengar nyaring di ruang inap ini, membuat semuanya yang ada disana tertawa terbahak-bahak (kecuali Gin yang terbully).
Sedangkan Gin sendiri jatuh dari kursi yang ia duduki, wajahnya pun terlihat cemberut dan memerah menahan amarah.
• • • •
Halo sayang-sayang ku, bagaimana kabar kalian? Kuharap semuanya baik ya.
Maaf aku menghilang hampir satu bulan, wkwk.
Aku tidak ada semangat up karna yang membaca dan yang meninggalkan jejak di komen sangat merosot, itu smw membuat ku sedih /cry T_T
Yah mungkin memang cerita ku makin kesini makin gajelas, jadi aku sangat memaklumi itu (◔‿◔)
TERIMAKASIH ATAS SUPPORT KALIAN, DAN TERIMAKASIH JUGA YANG SUDAH MAMPIR DICERITA KU ♡♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Life Family
FanfictionKota dengan populasi dunia bawah terbanyak masih dipegang oleh Tokyovers. Dengan 6 fraksi unggul, yang namanya banyak disebut di kota. Menjadi desas-desus dan makanan sehari-hari bagi orang dalam kota maupun luar kota. Tokyo Noir Familia merupakan s...