Euphoria

123 16 1
                                    

Hari ini, seperti biasa, Jungkook pulang dari kampus tepat pukul lima sore. Langkah kakinya terasa lebih ringan karena ia tak sabar bertemu dengan Jimin di rumah. Begitu membuka pintu apartemen, suara tawa Jimin terdengar dari ruang tengah. Tawa yang ia kenal, hangat dan penuh keceriaan, tapi kali ini terasa berbeda.

Jimin duduk di sofa dengan telepon di tangannya. Ia terlihat begitu menikmati percakapannya dengan seseorang di seberang sana, senyumnya merekah. Namun, begitu matanya bertemu dengan Jungkook yang baru saja masuk, senyuman itu perlahan memudar. Dengan cepat, Jimin menutup telepon itu dan segera berdiri menyambutnya.

"Sayang, kamu udah pulang," sapa Jimin dengan nada riang.

Jungkook tersenyum kecil sambil mengangguk. "Iya, aku bawain sesuatu buat kamu." Ia mengangkat tas plastik berisi makan malam yang sempat ia beli dalam perjalanan pulang.

"Oh, makasih, ya. Aku siapin dulu makanannya di dapur." Jimin mengambil kantong plastik itu dan beranjak menuju dapur.

Tak lama setelah itu, perhatian Jungkook sepenuhnya teralihkan pada suara notifikasi telepon Jimin yang tertinggal di meja. Jungkook melirik sekilas ke layar ponsel itu-nama pengirim pesan muncul di layar, diikuti oleh simbol hati kecil di belakangnya.

Alis Jungkook berkerut. "Tanda hati?" pikirnya. Ia mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman yang tiba-tiba muncul di dadanya. "Nggak, nggak mungkin Jimin selingkuh. Dia satu-satunya orang yang gue percaya," ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Tapi rasa penasaran lebih kuat daripada keyakinannya.

Perlahan, Jungkook mengambil ponsel itu. Pesan di layar telah menghilang, dan layar terkunci. Ia mengetukkan jarinya pada layar, mencoba membukanya, namun gagal.

"Apa dia ubah password-nya ya?" batinnya mulai dipenuhi dengan berbagai spekulasi. Jantungnya berdetak lebih cepat saat ia mencoba kombinasi lain, berharap dapat membuka ponsel itu dan melihat isi pesannya.

Namun sebelum ia sempat mencoba lebih jauh, suara Jimin terdengar dari belakangnya, membuat Jungkook tersentak. "Sayang, kamu ngapain?"

Matanya menatap ponselnya yang ada di tangan Jungkook. Ada kegugupan kecil di mata Jimin, namun senyumnya tetap terpasang, meski sedikit kaku. Ia segera mendekat, mengambil ponsel itu dengan cepat dari tangan Jungkook dan meletakkannya di meja samping.

"Ah, aku laper. Ayo makan," ucap Jimin sambil menarik tangan Jungkook, berusaha mengalihkan perhatiannya.

~🌸~

Jimin berdiri di depan cermin, mengenakan sweater abu-abu yang sederhana dan celana jeans favoritnya. Rambutnya ia tata sedikit acak, memberikan kesan kasual yang santai. Sebuah bucket hat berwarna abu ia kenakan, melengkapi penampilannya malam ini. Ia memeriksa tasnya, memastikan dompet dan ponselnya sudah ada di dalam sebelum melangkah keluar kamar.

Rencananya malam ini, Jimin akan menginap di rumah temannya-setidaknya itu yang ia katakan pada Jungkook. Namun, Jungkook tak sepenuhnya merasa tenang. Akhir-akhir ini, kelakuan Jimin terasa aneh. Jimin sering menghindar saat menerima telepon, terlalu sering tersenyum di depan layar ponselnya, dan lebih sering keluar rumah. Meskipun merasa ada yang ganjil, Jungkook tidak ingin terlihat mengontrol. Ia tahu, membatasi Jimin hanya akan membuatnya tampak posesif, dan ia tak ingin menjadi pasangan yang toxic.

Di sofa ruang tengah, Jungkook asyik memainkan game PS di televisi. Namun, pikirannya melayang. Sejujurnya, ia ingin ikut bersama Jimin malam ini. Kehilangan teman-teman sejak insiden Eunwoo membuatnya merasa terisolasi. Ia lebih sering menghabiskan waktu di rumah, hanya ditemani Jimin. Namun, ia tahu bahwa tidak mungkin selalu menuntut kebersamaan.

"Sayang, aku pergi dulu ya," ujar Jimin lembut, sambil mencium pipi Jungkook singkat.

Jungkook menoleh sebentar, senyum tulus menghiasi wajahnya. "Iya, hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, langsung telepon aku."

Jimin mengangguk, tersenyum manis, dan segera melangkah keluar.
.
.
.

Dentuman musik memekakkan telinga di klub malam yang sesak dengan lampu neon berwarna-warni. Ini adalah tempat favorit Jimin-tempat yang sudah sangat dikenalnya. Di pojok ruangan, orang-orang menari tanpa henti, sementara beberapa lainnya duduk menikmati minuman di sofa empuk.

Jimin pergi ke toilet klub, ia berdiri di depan cermin panjang, mengamati bayangannya sendiri. Ia melepas sweater abu-abunya dan menggantinya dengan crop top putih ketat bergambar pelangi. Kulit putihnya tampak kontras dengan pakaian itu, memancarkan aura liar dan menggoda. Dengan hati-hati, Jimin merapikan makeup-nya, memastikan semuanya sempurna sebelum menuju ke area VIP.

Di sana, keramaian terasa lebih eksklusif. Minuman mahal dan gelak tawa mengisi ruangan. Teman-teman Jimin sudah berkumpul, namun sorot matanya hanya tertuju pada satu orang-Min Yoongi.

Pria itu duduk di tengah, dikelilingi beberapa gadis cantik yang mencoba menarik perhatiannya. Namun, saat melihat Jimin, Yoongi langsung mendorong gadis-gadis itu pergi tanpa ragu.

"Sayang! Udah lama kita nggak ketemu," seru Yoongi, senyumnya melebar. Saat Jimin mendekat, ia langsung menarik pinggang Jimin untuk duduk di pangkuannya.

"Aku juga kangen sama kamu, sayang," jawab Jimin sambil mencium bibir Yoongi tanpa ragu.

Setelah ciuman mereka berakhir, Jimin kembali menatap Yoongi dengan intens. "Gimana? Urusannya udah selesai kan?"

Yoongi menyeringai, alisnya sedikit terangkat. "Seperti permintaanmu. Aku udah nyuap jaksa yang menangani kasus itu," ujar Yoongi santai. "Sekarang mana hadiahku?"

Jimin mengalungkan tangannya di leher Yoongi, membuat jarak antara mereka semakin tipis. "Makasih, sayang. Hadiahmu bakal aku kasih nanti," bisiknya sambil mendorong lembut bibir Yoongi yang mencoba mendekat lagi.

Setelah itu, Jimin berdiri dan berjalan menuju meja di tengah ruangan. Di sana, berbagai suntikan berisi narkoba tergeletak sembarangan. Beberapa temannya sudah tak sadarkan diri, terkulai di sofa dengan ekspresi damai yang membuat ngeri.

Jimin menatap semua itu dengan tatapan penuh kerinduan. Sudah lama sejak ia terakhir kali merasakan kebebasan untuk menjadi dirinya yang sebenarnya.

Yoongi mengambil satu suntikan yang masih tersegel. Ia menggenggamnya dengan mantap dan menoleh ke arah Jimin. "Kemarilah. Biar aku yang bantu."

Jimin mendekat tanpa ragu, kembali duduk di pangkuan Yoongi. Yoongi menyelipkan jarum suntik ke lengan Jimin dengan cekatan, seolah ini sudah menjadi rutinitas yang tak asing. Cairan bening dalam suntikan itu perlahan masuk ke dalam pembuluh darahnya, meninggalkan sensasi panas yang menjalar. Sesaat kemudian, Jimin menutup matanya, tubuhnya mulai rileks, dan napasnya menjadi lebih lambat.

Efeknya datang cepat, dunia di sekitarnya seolah menjadi kabur, tapi entah bagaimana, setiap warna dan cahaya terasa lebih hidup. Musik dentuman dari klub yang tadinya memekakkan kini berubah menjadi ritme yang lembut, seakan menyatu dengan detak jantungnya. Perasaan ini, perasaan euphoria yang Jimin rindukan.

Yoongi memandang Jimin yang terbaring lemah di sampingnya. Napasnya terasa berat, dan pikirannya mulai dipenuhi oleh hal-hal kotor tentang bagaimana ia ingin menghancurkan lubang kenikmatan Jimin dan membuatnya mendesah di bawahnya.

Tanpa ragu, Yoongi mendekati tubuh mungil itu. Ia membungkuk dan mengangkat Jimin ke pelukannya. Tubuh Jimin terasa ringan, dan ia melangkah dengan pasti menuju salah satu kamar yang ada di klub itu.

Setelah masuk ke dalam kamar, Yoongi membaringkan Jimin dengan hati-hati di atas ranjang. Ruangan itu remang, hanya diterangi oleh lampu kecil di sudut, tapi cukup untuk memperlihatkan wajah Jimin menatap layu ke langit-langit dengan senyum yang merekah.

Yoongi menatap Jimin beberapa saat sebelum menundukkan kepalanya. Ia mendekatkan wajahnya, lalu mencium bibir Jimin dengan rakus.



















Jangan lupa support aku dengan cara vote dan komen ya! Thanks💜

The Queen Bee (Jikook)/(Kookmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang