Langkah itu terhenti di depan tubuh yang terkapar di tanah, mengerang dengan wajah basah oleh lumpur dan air mata. Angin dingin menusuk, membawa bau lembap hutan yang menguap dari akar-akar pohon mencuat. Lelaki yang terjatuh itu menggigil, mencoba merangkak menjauh dengan tangan gemetar, tetapi kakinya terlalu lemah untuk membantunya berdiri.
"Maaf... aku benar-benar minta maaf!" isaknya dengan suara pecah, dalam bahasa asing. Matanya membelalak, menangkap bayangan pria bertudung hitam yang mendekat perlahan.
Pria bertudung itu memiringkan kepalanya, senyumnya tipis. "Kamu seharusnya tahu kapan harus berhenti bicara," gumamnya dingin. Tangannya meraih sebuah batu besar di tanah, dan sebelum lelaki di depannya bisa memohon lagi, batu itu menghantam sisi kepalanya dengan keras.
Jeritan kesakitan memenuhi udara, menggema di antara pohon-pohon, hanya untuk segera terhenti saat tangan pria bertudung itu melingkar di lehernya. Jari-jarinya mencengkeram kuat, menciptakan cekikan yang perlahan menghilangkan sisa-sisa perlawanan. Lelaki itu meronta, matanya membelalak mencari udara, tetapi tubuhnya semakin lemah. Kulitnya mulai kehilangan warna, berubah pucat seperti kehilangan kehidupan.
Namun, di mata pria bertudung itu, ini adalah karya seni. Setiap napas yang terputus, hanya menambah kepuasan yang ia idamkan. Ketika tubuh itu akhirnya terkulai lemas, ia melepas cengkeraman itu perlahan, membiarkan kepala lelaki itu jatuh ke tanah.
Hening. Kecuali detak jantungnya sendiri, yang berdentum keras oleh adrenalin. Pria bertudung itu menarik napas panjang. Matanya lalu tertuju pada pergelangan tangan mayat itu. Jam tangan perak yang berkilauan di bawah sinar bulan menarik perhatiannya. Dengan gerakan pelan, ia melepasnya dari pergelangan pria mati itu, memandanginya dengan puas. Souvenir sempurna, pikirnya, sebelum ia bangkit dan menghilang ke dalam bayangan malam.
~🌸~
Jungkook terbangun dengan napas tersengal. Wajahnya basah oleh keringat dingin, dan jantungnya berdebar. Mimpi buruk itu kembali menghantuinya, seperti layar rusak yang menampilkan potongan-potongan gambar yang tak jelas. Tidak ada detail yang bisa ia ingat, hanya perasaan mencekam yang terus melekat di dadanya.
Dia memandang ke samping, ke arah Jimin yang masih terlelap dengan wajah damai. Hatinya mencelos saat pikirannya kembali ke kejadian semalam.
"Kenapa sekarang kamu berubah, Jimin?" gumamnya lirih.
Jungkook bangkit dari tempat tidur dengan langkah hati-hati, berusaha agar tidak membangunkan Jimin. Ia meraih sebungkus rokok dari laci di dekat pintu, bersama korek yang hampir habis gasnya. Ia membuka sedikit jendela saat sampai ke balkon, udara dingin langsung menerpa kulitnya. Dari sana, pemandangan kota Seoul di pagi hari menyambutnya.
Jam baru menunjukkan pukul enam pagi, dan matahari belum sepenuhnya bangun dari peraduannya. Ia menyalakan rokok, menarik asapnya dalam-dalam, lalu melepaskannya perlahan.
Ponselnya bergetar, memecah keheningan. Jungkook mengangkatnya dan melihat nama yang sudah lama tidak ia dengar: Kim Nara. Pesannya singkat, hanya undangan reuni kecil bersama teman-teman lama mereka dari SMA. Senyum tipis terukir di wajah Jungkook.
"Aku akan datang," pikirnya, membalas pesan itu dengan singkat. Setelah itu, ia menyimpan ponselnya kembali ke saku dan masuk ke dapur.
Tangannya mulai bergerak luwes, menyiapkan bahan-bahan untuk sarapan. Ia memutuskan untuk membuat egg benedict, sesuatu yang ia tahu Jimin suka.
Tak lama kemudian, langkah kaki Jimin terdengar dari kamar. Ia keluar dengan pakaian rapi, dan ponsel menempel di telinganya. Senyumnya begitu cerah, tawa kecil terdengar saat ia berbicara dengan seseorang di ujung telepon, seolah kejadian semalam tidak pernah ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen Bee (Jikook)/(Kookmin)
Hayran KurguPark Jimin, dikenal sebagai "The Queen Bee" di HYBE University, adalah sosok yang diidamkan banyak pria, terutama karena pesona dan daya tariknya yang sempurna. Namun, di balik wajah manisnya, Jimin adalah tokoh antagonis yang licik dan kejam. Apa p...
