Kebenaran terungkap

131 15 3
                                    

Depresi kembali menguasai Jungkook. Ia hanya menghabiskan waktu di apartemen, lebih banyak tidur, dan hampir tidak menyentuh makanan. Bagaimana tidak, Jimin terus-menerus membatasi ruang geraknya, seakan tidak ingin membiarkan Jungkook merasakan kebahagiaan.

Jungkook membuka mata dengan malas. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Ia menatap langit-langit sejenak, merasa tidak memiliki energi untuk beranjak. Hari ini seharusnya ia pergi ke kampus, tapi keinginan untuk bolos jauh lebih kuat.

Dengan enggan, tangannya meraba-raba sisi tempat tidur, mencari ponselnya. Begitu layar menyala, deretan notifikasi memenuhi pandangannya-15 panggilan tak terjawab dari Namjoon. Jungkook mengernyit. Ia menghela napas sebelum akhirnya menekan tombol panggilan balik.

Terdengar nada sambung beberapa detik sebelum suara Namjoon meledak di telinganya.

"Jungkook! Lo di mana?!" suara Namjoon terdengar panik, nyaris berteriak.

Jungkook menjauhkan ponsel dari telinganya sebentar, lalu menjawab dengan nada malas. "Gue di apartemen, Hyung. Kenapa?"

"Kita harus ketemu sekarang juga."

Jungkook mengerutkan kening. "Kalo gitu, datang aja ke apartemen gue."

"Nggak. Kita ketemu di tempat lain. Nanti gue sharelock tempetnya." ujar Namjoon cepat, sebelum akhirnya menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari Jungkook.

Jungkook menatap layar ponselnya yang kini kembali gelap, ekspresinya ragu.

Ia ingin menemui Namjoon, tapi di saat yang sama, Jimin melarangnya untuk pergi dari rumah. Jika Jimin tahu ia keluar tanpa izin, bisa saja dia kembali menggila. Namun, saat ini Jimin sedang pergi dan mungkin baru kembali nanti malam. Itu berarti dia tidak akan tahu, bukan?

Jungkook berpikir keras, mencoba mempertimbangkan keputusannya. Terserahlah, rasa penasarannya lebih kuat daripada rasa takutnya. Dengan cepat, ia beranjak dari tempat tidur, menarik hoodie dari gantungan, lalu mengambil tas kecil berisi ponsel dan dompet. Tanpa banyak berpikir lagi, ia melangkah keluar dari apartemen.
.
.
.

Matanya fokus ke jalanan sementara ia membuka ponsel, menatap lokasi yang dikirimkan Namjoon. Restoran yang cukup mewah.

Sesampainya di sana, ia menepikan mobil dan menyerahkan kunci kepada valet sebelum memasuki restoran.

Begitu melewati pintu utama, seorang pelayan langsung menyapanya.

"Selamat datang, Tuan. Reservasi atas nama siapa?"

"Namjoon." jawabnya singkat.

Pelayan itu segera mengecek daftar reservasi sebelum mengangguk dan mengisyaratkan Jungkook untuk mengikutinya. Mereka berjalan melewati area utama restoran yang cukup ramai, menuju bagian dalam yang lebih privat. Di sini, ruangan-ruangan kecil tertata rapi, masing-masing menawarkan privasi penuh bagi para tamu yang tidak ingin diganggu.

Pelayan itu berhenti di depan salah satu ruangan. "Silakan." katanya sambil membuka pintu.

Jungkook masuk, dan di dalam sudah ada Namjoon yang duduk di meja makan bundar. Tatapan laki-laki itu serius, tidak ada senyum atau sapaan santai seperti biasanya.

Jungkook menarik kursi di seberangnya dan duduk. "Ada apa, hyung?" tanyanya langsung.

Namjoon tidak langsung menjawab. Ia meraih sebuah map cokelat di sampingnya dan meletakkannya di atas meja.

"Baca ini sendiri." katanya singkat.

Jungkook melirik map itu sejenak sebelum meraihnya. Tangannya membuka isi berkas dengan hati-hati, matanya bergerak cepat menyapu tulisan di dalamnya.

The Queen Bee (Jikook)/(Kookmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang